22.11.22

Beragam Thariqah Hakikatnya Adalah Satu.

Beragam Thariqah Hakikatnya Adalah Satu.
  TharÄ«qah adalah satu tradisi keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muįø„ammad s.a.w. Bahkan, perilaku kehidupan beliau sehari-hari adalah praktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal tharÄ«qah dari generasi ke generasi sampai sekarang.

Adapun dalam konteks wirid, Nabi s.a.w. telah memberikan isi dzikir kepada para sahabat sesuai dengan derajat dan aḄwālnya. Secara khusus ada dua sahabat yang diberikan oleh Rasūlullāh s.a.w.:
  1. Sahabat AbÅ« Bakar ash-ShiddÄ«q r.a. Ia mengambil dari beliau dzikir ismu al-Mufrad yaitu “Allāh”.
  2. Sahabat ‘AlÄ« bin AbÄ« Thālib r.a. Ia mengambil dari beliau dzikir al-nafi wa al-itsbāt yaitu “lā ilāha illallāh”. Sebagaimana disebutkan oleh beberapa sumber sejarah, sahabat ‘AlÄ« bin AbÄ« Thālib r.a. pada suatu hari datang kepada Nabi s.a.w. Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: “Wahai ‘AlÄ« kamu harus melanggengkan dzikir kepada Allāh s.w.t. dalam keadaan sendiri (khalwat)”. Sahabat ‘AlÄ« berkata, “Ini adalah fadhÄ«lah dzikir. Setiap manusia melakukan dzikir.” Maka RasÅ«lullāh s.a.w. bersabda: “Wahai ‘AlÄ« kiamat tidak akan terjadi selama disebut lafadz “Allāh”. Lalu sahabat ‘AlÄ« bertanya, “Bagaimana cara aku berdzikir wahai RasÅ«lullāh?” Lalu RasÅ«lullāh s.a.w. menjawab: “Pejamkan matamu lalu dengarkan aku tiga kali, lalu ucapkanlah tiga kali sekiranya aku mendengar.” Lalu RasÅ«lullāh bersabda: “Lā ilāha illallāhu tiga kali, sambil memajamkan kedua mata beliau seraya mengeraskan suara dan ‘AlÄ« mendengar. Lalu ‘AlÄ« mengucapkan Lā ilāha illallāhu tiga kali, sambil memajamkan kedua mata beliau seraya mengeraskan suara dan RasÅ«lullāh s.a.w. Mendengar”. (‘Abd Raįø„mān JabarÅ«t, TārÄ«kh ‘Ajā’ibu al-Atsar fÄ« al-Tarājim wa al-Akhbār, Juz 1, halaman: 346).
Sejak munculnya tashawwuf Islam di akhir abad kedua hijriyyah, sebagai kelanjutan dari gerakan golongan Zuhhād, muncullah istilah “TharÄ«qah” yang tampilan bentuknya berbeda dan sedikit demi sedikit menunjuk pada suatu yang tertentu, yaitu sekumpulan akidah-akidah, akhlaq-akhlaq dan aturan-aturan tertentu bagi kaum Sufi. Pada saat itu disebut “TharÄ«qah ShÅ«fiyyah” (metode orang-orang Sufi) menjadi penyeimbang terhadap sebutan “TharÄ«qah Arbābi al-‘Aql wa al-Fikr” (metode orang-orang yang menggunakan akal dan pikiran).

Yang pertama lebih menekankan pada dzauq (rasa), sementara yang kedua lebih menekankan pada burhān (bukti nyata atau empiris). Istilah “tharÄ«qah” terkadang digunakan untuk menyebut suatu pembimbingan pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh seorang mursyid kepada muridnya. Pengertian terakhir inilah yang lebih banyak difahami oleh banyak kalangan, ketika mendengarkan kata “tharÄ«qah.”

Pada perkembangan berikutnya, terjadi perbedaan diantara tokoh Sufi di dalam menggunakan metode laku batin mereka untuk menggapai tujuan utamanya, yaitu Allāh s.w.t. dan ridhā-Nya. Ada yang menggunakan metode latihan-latihan jiwa, dari tingkat terendah, yaitu nafsu ammārah, ke tingkat nafsu lawwāmah, terus ke nafsu muthma’innah, lalu ke nafsu mulhimah, kemudian ke tingkat nafsu rādhiyah, lalu ke nafsu mardhiyyah, sampai ke nafsu kamāliyyah.

Ada juga yang menggunakan metode takhallī, taḄallī dan akhirnya tajallī. Ada pula yang menggunakan metode dzikir, yaitu dengan cara mulazamat-udz-dzikri, yakni melanggengkan dzikir dan senantiasa mengingat Allāh dalam keadaan apapun.

Perlu digarisbawahi di sini, bahwa meskipun nama tharīqah dan metodenya beragam tapi tujuan dan hakekatnya satu. Hal ini sesuai dengan pernyataan para imam dan Syaikh tharīqah. Di antaranya adalah:
  1. Imām al-Junaid bin MuḄammad (297 H): Ahli Sufi adalah penghuni satu rumah, di mana orang lain tidak dapat memasukinya, (ar-Risālah al-Qusyairiyah, halaman: 127).
  2. Imām Ibnu ‘ArabÄ« (638 H): Sesungguhnya para ahli adzwāq (TharÄ«qah) jelas berada pada satu jalan, (al-FutūḄāt al-Makkiyyah, juz 3, halaman: 213).
  3. Ibnu ‘AjÄ«bah menjelaskan pernyataan Ibnu Bana SirqisthÄ«: Madzhab Sufi telah disepakati maksud dan aktifitasnya meskipun berbeda-beda jalurnya. Sesungguhnya al-įø¤aqq adalah satu dan jalannya adalah satu meskipun berbeda-beda jalurnya, titik akhirnya satu dan rasanya (dzauq) satu. Maknanya sebagaimana dikatakan bahwa tharÄ«qah-tharÄ«qah itu bermacam-macam dan jalan al-įø¤aqq adalah satu. Madzhab Sufi adalah kesesuaian atau kesamaan antara ushÅ«l dan furÅ«‘, (al-FutuḄāt al-Ilāhiyyah, halaman: 101).
  4. ‘Abd-ur-Razzāq QasyānÄ« (730 H), “Maksud saya, sesungguhnya jalan (tharÄ«q) dan tujuan (ghāyah) adalah hakekatnya satu, yaitu Al-įø¤aqq (Allāh s.w.t.)”, (Syaraįø„ FushÅ«sh al-įø¤ikam, halaman: 155).
  5. ‘Abd-ul-Qādir ‘ÄŖsā: Sesungguhnya jalan (tharÄ«q) hakekatnya satu, meskipun beragam metode ‘amaliyyah dan tata cara sesuai dengan ijtihad pada masa, situasi dan kondisi saat itu. oleh karena itu muncul beragam tharÄ«qah sufi yang mana hakikatnya adalah satu, (įø¤aqā’iq ‘an at-Tashawwuf, halaman: 272).
Selain beberapa pernyataan di atas, ada beberapa pernyataan senada yang mungkin terlalu banyak kalau semuanya ditulis. Di antaranya adalah:
  1. Syaikh AbÅ« Nasr Sirāj al-ThÅ«sÄ« (378 H), (al-Luma‘ fÄ« TārÄ«kh al-Tashawwuf al-IslāmÄ«, halaman: 457).
  2. Syaikh Abū Thālib al-Makkī (386 H), (Qūth al-Qulūb, juz 2, halaman: 79).
  3. Imām AbÅ« Ḥāmid Muįø„ammad al-GhazālÄ« (505 H), (Iįø„yā’ ‘UlÅ«m al-DÄ«n, juz 1, halaman: 255).
  4. Syaikh AḄmad Shāwī al-Mālikī al-Khalwatī (1241 H), (al-Asrār ar-Rabbāniyyah wa al-Fuyūdhāt ar-RaḄmāniyyah, halaman: 45).
  5. Syaikh MuḄammad Kansus Tijānī (1294 H), (Kasyfu al-Ḥijāb, halaman: 329).
  6. Syaikh Muįø„ammad AbÅ« al-Faidh al-ManufÄ« (1312 H), (Ma‘ālim al-TharÄ«q ilā Allāh, halaman: 262).
Kebanyakan orang menganggap bahwa tashawwuf terdiri dari beberapa madzhab dan aliran. Mereka menyamakan dengan bidang keilmuan yang menggunakan analisa logika sebagaimana filsafat. Kalau filsafat menggunakan analisa logika maka pantas muncul beberapa aliran. Sedangkan tashawwuf adalah pengalaman seseorang (tajribah), maka tetap satu madzhab dan tidak terjadi beragam aliran. Kalau kenyataan jalan (tharÄ«qah) tashawwuf bermacam-macam, tetapi adanya perbedaan dan beragam jalan tersebut, semuanya menuju satu tujuan, (lihat at-Ta‘arruf limadzhab ahli at-Tashawwuf, halaman: 12-13).

Melihat beberapa pernyataan di atas maka sangat jelas sekali bahwa meskipun nama tharÄ«qah dan metodenya beragam tapi tujuan dan hakikatnya satu, yaitu al-įø¤aqq Allāh s.w.t. (ilāhÄ« anta maqshÅ«dÄ« waridhāka mathlÅ«bÄ«).