Wira‘i.
Selanjutnya penjelasan tentang Wira‘i. Wira‘i adalah maqām yang mulia, sabda Rasūlullāh s.a.w.: “Tiang agama adalah Wira‘i.”
Dan Wira‘i memiliki tiga tingkatan:
- Orang yang menghindari syubhat, yaitu sesuatu antara halal dan haram.
- Orang yang menghindari sesuatu yang menghentikan hati dari berdzikir kepada Allāh s.w.t..
- Orang-orang yang terhindar dari sesuatu yang menyibukkan hatinya dari berdzikir kepada Allāh s.w.t. (al-Luma‘ fī Tārīkh-it-Tashawwuf-il-Islāmī, halaman: 42).
Orang-orang yang wira‘i juga memiliki perbedaan berdasarkan tingkatannya:
وَالْوَرَعُ وَهُوَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ: وَرَعُ اْلعَامِّ وَهُوَ أَنْ لَايَتَكَّلَمَ إِلَّا بِاللهِ سَاخِطًا أَوْ رَاضِيًا، وَوَرَعُ الْخَاصِّ وَهُوَ أَنْ يَحْفَظَ كُلَّ جَارِحَةٍ عَنْ سُخْطِ اللهِ، وَوَرَعُ الْأَخَصِّ وَهُوَ أَنْ يَكُوْنَ جَمِيْعُ شُغْلِهِ يَرْضَى اللهُ بِهِ، ~ جامع الأصول في الأولياء، ص: ٧٦
Wara‘ ada tiga macam: Wara‘-nya orang ‘awām yaitu tidak berbicara kecuali dengan Allāh s.w.t., baik dalam keadaan senang atau tidak. Wara‘-nya orang khāshsh adalah dengan menjaga semua anggota tubuh dari kemurkaan Allāh s.w.t., dan Wara‘-nya orang akhashsh yaitu dengan (menjaga) semua kesibukannya agar diridhai oleh Allāh s.w.t. (Jāmi‘-ul-Ushūli fil-Auliyā’, halaman: 76).
Berikut ini adalah mutiara nasihat Dzun-Nūn al-Mishrī yang terangkum dalam kitab Ḥilyah:
Tiga tanda khauf (takut) adalah:
- Wara‘ dari barang syubhat dengan cara memperhatikan ancaman,
- Menjaga lisan dengan memperhatikan keagungan, dan
- Mengobati kesedihan yang berat menjadi lebih ringan daripada menghadapi murka dzāt yang sabar lagi pemaaf (al-Ḥalīm).
Tiga tanda amal ikhlāsh:
- Pujian dan hinaan dari manusia terasa sama,
- Melupakan pandangan manusia tentang amal karena memandang kepada Allāh s.w.t., dan
- Menetapkan pahala amal di akhirat dengan pengampunan Allāh dan menetapkannya di dunia dengan pujian yang baik.
Tiga tanda kesempurnaan amal adalah:
- Meninggalkan perjalanan keliling negara-negara,
- Menyedikitkan atau meminimalkan kegembiraan karena mendapatkan kenikmatan seperti menghadapi cobaan, dan
- Ketulusan hati pada semua keadaan baik rahasia maupun terlihat.
Tiga tanda ‘Amal Yaqīn adalah:
- Meminimalkan perbedaan dengan manusia dalam pergaulan,
- Tidak menghiraukan pujian manusia, dan
- Menghilangkan hinaan manusia.
Tiga tanda tawakkal:
- Melepaskan hubungan-hubungan dengan manusia,
- Tidak mencari simpati dalam kesempatan untuk menaikkan kedudukan, dan
- Jujur dalam mu‘āmalah (pekerjaan) dengan sesama makhluk.
Tiga tanda kesabaran adalah:
- Menjauhi pergaulan dengan keras,
- Berdiam diri pada saat terkena cobaan, dan
- Menampakkan kekayaan dalam kehidupan padahal berada dalam jeratan kefakiran
Tiga tanda ḥikmah adalah:
- Melepaskan jiwa dari keterikatan dengan manusia,
- Menasihati manusia menurut kadar akalnya sehingga mereka mampu melakukan nasihat tersebut.
- Sedangkan yang ketiga beliau tidak menyebutkan.
Tiga tanda zuhud adalah:
- Angan-angan yang pendek,
- Cinta kefakiran, dan
- Merasa cukup dengan kesabaran.
Tiga tanda ahli ibadah adalah:
- Mencintai waktu malam untuk digunakan tahajjud, berdzikir dan berkhalwat,
- Tidak suka dengan datangnya subuh karena terlihat manusia, dan
- Lupa dengan amal-amal yang baik karena takut timbul fitnah.
Tiga tanda tawādhu‘;
- Mengecilkan diri karena mengetahui celah pada dirinya,
- Menghormati manusia karna menghormati ke-Esa-an Allāh s.w.t., dan
- Menerima kebenaran dan nasihat dari orang lain
Tiga tanda dermawan adalah:
- Memberikan sesuatu padahal dirinya membutuhkan,
- Takut merasa cukup karena pemberiannya tidak diikuti orang lain, dan
- Takut jiwanya merasa cukup karena berhasil memasukkan kebahagiaan kepada manusia.
Tiga tanda budi pekerti yang baik adalah:
- Meminimalkan perbedaan terhadap manusia yang bergaul,
- Memperbaiki akhlak yang ditolak (jelek), dan
- Menetapkan tercegahnya nafsu yang selalu mencela terhadap orang-orang yang berselisih dengannya tanpa mengetahui aib mereka.
Tiga tanda belas kasih Rasūl bagi makhluk:
- Beliau tidak menyebutkan yang pertama, melainkan yang kedua dan yang ketiga, yaitu:
- Menangisi (sedih dalam hati) terhadap anak yatim dan orang-orang miskin, dan
- Menghilangkan hinaan terhadap musibah orang muslim dan memberikan nasihat kepada manusia.
Tiga tanda orang-orang yang berkecukupan dengan Allāh s.w.t. adalah:
- Tawādhu‘ kepada orang-orang faqir dan orang-orang yang hina,
- Mengagungkan terhadap orang-orang kaya yang sombong, dan
- Meninggalkan bergaul dengan orang-orang yang cinta dunia lagi sombong.
Tiga tanda malu:
- Menemukan kedamaian dalam hati dengan hilangnya keresahan,
- Memenuhi khalwatnya dengan tafakkur bagaikan darah yang mengalir dalam tubuh, dan
- Merasakan kewibawaan Allāh s.w.t. dengan murāqabah yang jernih.
Tiga tanda ma‘rifat adalah:
- Menerima apa adanya atas semua yang ditetapkan oleh Allāh s.w.t.,
- Memutuskan semua hal yang merintangi jalan menuju Allāh.
- Bangga dengan Allāh s.w.t.
Tiga tanda taslīm (orang yang pasrah):
- Menerima semua ketentuan-ketentuan Allāh s.w.t. dengan senang hati,
- Bersabar ketika menerima cobaan, dan
- Bersyukur ketika dalam kebingungan, (Ḥilyat-ul-Auliyā’ wa Thabaqāt-ul-Ashfiyā’, juz 8 halaman: 31-32).
Kemudian, Dzun-Nūn al-Mishrī meneruskan kembali nasihat-nasihatnya di halaman berikutnya:
Tiga tanda al-Khummul (menyembunyikan amal baik):
- Tidak bicara kepada orang atau mencegah pembicaraan,
- Tidak suka menampakkan ilmu di depan teman, dan
- Merasa menemukan sesuatu yang menyakitkan ketika memberi nasihat, karena tidak menyukai perkataan.
Tiga tanda al-Ḥilm (sabar dan pemaaf) adalah:
- Meminimalkan amarah saat perbedaan pendapat dan menerima manusia karena tawādhu‘ kepada Allāh s.w.t.,
- Melupakan perbuatan jelek seseorang dan memaafkannya, dan
- Membalas kejelekan seseorang dengan kebaikan.
Tiga tanda Taqwā:
- Meninggalkan kesenangan yang tercela walaupun ada kesempatan melakukannya,
- Melakukan amal-amal kebaikan walaupun nafsu berlari darinya, dan
- Menyampaikan amanat kepada pemiliknya walaupun ada kebutuhan terhadapnya.
Tiga tanda yang menempel (dekat) dengan Allāh s.w.t.:
- Lari kepada Allāh s.w.t. dalam semua keadaan,
- Meminta kepada Allāh s.w.t. atas segala sesuatu, dan
- Meminta arahan tiap waktu terhadap-Nya.
Tiga tanda rajā’ adalah:
- Beribadah dengan manisnya hati,
- Bernāfaqah (bersedekah) di jalan Allāh s.w.t. karena meyakini adanya pahala, dan
- Tiada henti-hentinya melaksanakan keutamaan amal dengan kejernihan jiwa.
Tiga tanda malu (kepada manusia) adalah:
- Menimbang ucapan sebelum berbicara,
- Menjauhi sesuatu yang akan membutuhkan alasan darinya, dan
- Meninggalkan ajakan orang bodoh karena merasa kasihan kepadanya.
Tiga tanda malu (kepada Allāh) seperti yang disabdakan Rasūlullāh s.a.w.:
قَالَ الرَّسُوْلُ: أَنْ لَاتَنْسَى الْمَقَابِرَ وَالْبَلَا، وَ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا حَوَى، وَأَنْ تَتْرُكَ زِيْنَةَ الْـحَيَاةِ الدُّنْيَا
Tiga tanda tersebut adalah:
- Tidak melupakan kuburan dan akhirat,
- Menjaga kepala dan isinya, dan
- Meninggalkan keindahan kehidupan dunia.
Tiga tanda al-Afdhāl (keutamaan) adalah:
- Menyambung kembali tali persaudaraan yang sudah putus,
- Memberi kepada orang yang menolak memberi, dan
- Memaafkan terhadap orang yang menzhalimi.
Tiga tanda kejujuran adalah:
- Terus menjaga kejujuran,
- Berdiam diri ketika melihat yang berharga, dan
- Tidak suka istiqāmah sirrī (rahasia) kepada Allāh s.w.t. terlihat manusia baik secara diam-diam atau terlihat, hal ini karena lebih mementingkan Allāh s.w.t. dari pada pandangan manusia.
Tiga tanda memutuskan rintangan dari jalan menuju Allāh s.w.t. adalah:
- Lebih mendahulukan ilmu,
- Cepat memahami hukum, dan
- Tajam pemahaman.
Tiga tanda amal-amal petunjuk (ar-rasyīd) adalah:
- Tetangga yang baik,
- Memberi nasihat saat bermusyāwarah, dan
- Bagus dalam bertetangga.
Tiga tanda kebahagiaan adalah:
- Memahami agama,
- Ringan melakukan amal ibadah, dan
- Bagus dalam bertetangga, (Ḥilyat-ul-Auliyā’ wa Thabaqāt-ul-Ashfiyā’, juz 8 halaman: 61-62)
Mengenai tanda-tanda orang faqīr yang sesungguhnya, Ibrāhīm al-Khawwāsh menjelaskan ada dua:
- Tidak mau mengeluh/mengadu, dan
- Menyembunyikan bekas/jejak musibah, (al-Luma‘ fī Tārīkh at-Tashawwuf al-Islāmī, halaman: 47).
Berikut ini adalah macam-macam faqīr:
وَالْفَقْرُ وَهُوَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ: فَقْرُ الْعَامِّ وَهُوَ أَنْ لَايَطْلُبَ الْمَعْدُوْمَ حَتَّى يَفْقُدَ الْمَوْجُوْدَ، وَفَقْرُ الْخَاصِّ وَهُوَ السُّكُوْتُ عِنْدَ الْعَدَمِ، وَفَقْرُ الْأَخَصِّ وَهُوَ الْبَذْلُ وَالْإِيْثَارُ عِنْدَ الْوُجُوْدِ، ~ جامع الأصول في الأولياء، ص: ٧٧
"Faqīr ada tiga macam: Faqīr-nya orang ‘awām, yaitu tidak mencari yang tidak ada sehingga barang yang ada menjadi sirna. Faqīr-nya orang khāshsh, yaitu diam ketika tidak adanya sesuatu. Faqīr-nya orang akhashsh, yaitu dengan mengupayakan dan mengutamakan yang ada." (Jāmi’-ul-Ushūli fil-Auliyā’, halaman: 77).