23.11.22

Perbedaan Pandang Orang Yang Sudah Wusul Dengan Salik

٣٧ - شَتَّانَ بَيْنَ مَنْ يَسْتَدِلُّ بِهِ اَوْ يَسْتَدِلُّ عَلَيْهِ. الْمُسْتَدِلُّ بِهِ عَرَفَ الْحَقِّ لِاَهْلِهِ فَاَثْبَتَ الْاَمْرَ مِنْ وجود اَصْلِهِ. والاِسْتِدْلَالُ عَلَيْهِ مِنْ عَدَمِ الوُصُوْلِ اِلَيْهِ. وَاِلَّافَمَتَى غَابَ حَتَّى يَسْتَدِلَّ عَلَيْهِ وَمَتَى بَعُدَ حَتَّى تَكُوْنَ الاَثَارُ هِيَ الَّتِي تُوْصِلُ اِلَيْهِ

37. "Jauh berbeda orang yang berpendapat (membuat dalil); adanya Alloh menunjukkan adanya alam, dengan orang yang berpendapat (membuat dalil); bahwa adanya alam inilah yang menunjukkan adanya Alloh. Orang yang berpendapat adanya Alloh menunjukkan adanya alam, yaitu orang yang mengenal hak dan meletakkan pada tempatnya, sehingga menetapkan adanya sesuatu dari asal mulanya. Sedang orang yang berpendapat adanya alam menunjukkan adanya Alloh, karena ia tidak sampai kepada Alloh. Maka kapnkah Alloh itu ghaib sehingga memerlukan dalil untuk mengetahuinya. Dan kapankah Alloh itu jauh sehingga adanya alam ini dapat menyampaikan kepadanya."


Orang yang wushul ila-lloh itu ada dua cara :
  1. Muriiduun / Salikuun yaitu: orang yang mengharapkan bisa wushul kepada Alloh.
  2. Murooduun / Majdzubuun yaitu: orang dikehendaki oleh Alloh atau ditarik oleh Alloh sehingga bisa wushul kepada Alloh.
  • Golongan pertama (Muriiduun / Salikuun) dalam suluknya masih terhalang dari Alloh, karena mata hatinya masih masih melihat selain Alloh, Alloh masih ghoib dalam mata hatinya, sehingga dia menggunakan makhluk (selain Alloh) untuk dalil adanya (wujudnya) Alloh. Lisannya berdzikir, diya yaqin kalau yangmenggerakkan lisannya berdzikir itu alloh, tapi dia masih memperhatikan lisan dan dzikirnya, belum memperhatikan Alloh yang menggerakkan lisannya.
  • Golongan kedua (Murooduun / Majdzubuun) dia langsung ditarik oleh Alloh dan dihadapi Alloh, sehingga hilanglah semua makhlk selain Alloh dalam mata hatinya, semua tidak ada wujudnya, yang wujud hanya Alloh. Tapi ketika dia turun kebawah lagi (sadar dengan kehidupan dunia) dia tahu semua makhluk itu wujud karena wujudnya Alloh.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Orang² yg dekat kepada Allah Ta’ala ada dua golongan, yaitu murad (yg dikehendaki Allah Ta’ala) atau majdzub  (yg ditarik Allah Ta’ala untuk didekatkan kepada-Nya) dan murid (yg menghendaki Allah Ta’ala) atau salik (yg meniti jalan menuju Allah Ta’ala). Para murad atau majdzub adalah ahli syuhud.

Adapun para murid atau salik, perjalanan mereka menuju Tuhan masih terhalang akibat pandangan mereka terhadap dunia dan alam semesta. Di mata mereka, semesta teramat lahir, sedangkan Allah Ta’ala itu ghaib. Mereka tidak melihat-Nya, karena itu mereka berdalil bahwa wujud alam semesta ini membuktikan wujud Allah Ta’ala.

Sementara itu, para murad atau majdzub, mereka langsung didekati Allah Ta’ala dengan Wajah-Nya Yang Mulia. Allah akan mengenalkan Diri-Nya kepada mereka. Karena itu, mereka pun akan mengenali-Nya. Semua makhluk dan alam semesta akan hilang dari pandangan mereka karena mereka berdalil bahwa wujud Allah Ta’ala adalah bukti dari wujud semesta. Mereka itulah kaum ‘arif. Mereka termasuk orang² yg didekatkan Allah Ta’ala kepada-Nya.

Namun, karena sikap istiqamah mereka terhadap kondisi mereka, tanda didekatkannya mereka kepada Allah Ta’ala (jadzab) tidak tampak pada diri mereka. Oleh sebab itu, ada yg mengatakan, “Akhir perjalanan seorang salik adalah awal perjalanan seorang majdzub.”

Manusia yg paling kuat jadzab -nya adalah para Nabi dan Rasul. Inilah perbedaan antara dua kelompok tersebut.

Orang yg menggunakan Allah Ta’ala sebagai dalil wujud alam akan mengenal Allah Ta’ala sebagai wujud yg wajib. Dengan kata lain, wujud itu milik Allah Ta’ala semata. Adapun benda² yg hadits  (baru), aslinya tidak berwujud. Oleh karena itu, mereka menetapkan bahwa semua yg hadits berasal dari wujud asal, yaitu Allah Ta’ala. Mereka menganggap bahwa wujud makhluk bersumber dari wujud Khaliq yg tampak pada diri makhluk. Jika tidak, makhluk itu tidak akan ada. Demikian menurut pandangan ahli syuhud.

Berbeda halnya dengan orang yg menggunakan alam untuk membuktikan wujud Allah Ta’ala. Ia menggunakan sesuatu yg tidak diketahui (majhul)  sebagai dalil untuk membuktikan perkara yg sudah diketahui (ma‘lum), menggunakan ketiadaan (‘adam) untuk membuktikan keberadaan (wujud), atau menggunakan perkara yg tersembunyi (khafiyy) untuk membuktikan hal yg lahir dan nyata. Hal itu dikarenakan adanya hijab pada diri orang tersebut sehingga ia lebih suka menelusuri sebab² daripada mencari Sang Pembuat Sebab.

Sejak kapan Allah Ta’ala ghaib sehingga Dia harus dibuktikan dengan sesuatu yg hadir? Sejak kapan Allah Ta’ala jauh sehingga alam semesta inilah yg akan mendekatkan kita kepada-Nya, padahal alam semesta ini tadinya tidak berwujud? Demikian pertanyaan yg diajukan para ahli syuhud.

Sementara itu, orang² mahjub (yg terhalang dari-Nya) menjadikan alam semesta sebagai bukti wujud Allah Ta’ala. Mereka terbagi ke dalam dua golongan, yaitu kaum awam dan para salik yg belum mencapai maqam ahli syuhud.


٣٨ - لِيُنْفِقْ ذُوْسَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ الوَاصِلُوْنَ اِلَيْهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ السَّائِرُوْنَ اِلَيْهِ

38. "Hendaknya membelanjakan tiap orang kaya menurut kekayaannya, ialah mereka yang telah sampai kepada Alloh. Dan orang yang terbatas rezekinya, yaitu orang sedang berjalan menuju kepada Alloh."

Orang yang telah sampai kepada Alloh, karena mereka telah terlepas dari kurungan melihat kepada sesuatu selain Allah, ke alam tauhid, maka luaslah pandangan mereka, maka mereka berbuat di alam mereka lebih lapang, sebaliknya orang yang masih merangkak-rangkak di dalam ilmu dan faham yang terbatas, mereka inipun mengeluarkan sekedarnya.

Syaikh Abdullah as-Syarqawi mensyarah:
“Hendaklah orang yg diberi keluasan rezeki memberi nafkah menurut kemampuannya.”

Ini adalah gambaran tentang kondisi orang² yg telah sampai kepada Allah. Yakni orang² yg telah terbebas dari penjara pandangan keduniaan, dan telah sampai kepada alam tauhid dan kesempurnaan alam batin. Karena itulah, mereka di anugerahi rezeki berupa ilmu dan rahasia Ilahi serta pandangan yg luas dan jauh ke depan. Sehingga, mereka pun dibebaskan untuk membantu orang lain, dengan mengajarkan ilmu dan pemahaman mereka, sekehendak hati mereka.

Sementara itu, orang yg disempitkan rezekinya adalah orang² yg sedang menuju kepada Allah. Mereka tidak diberi keluasan rezeki berupa ilmu dan pemahaman. Mereka masih terkungkung dalam ruang sempit khayalan dan imajinasi. Sekalipun demikian, mereka masih diperbolehkan menafkahkan karunia Allah berupa ilmu dan pemahaman yg sedikit itu kepada orang lain. Namun dengan catatan: sebatas apa yg Allah ajarkan kepada mereka. Wallaahu a’lam