20.11.22

TIGA KUNCI RUHANI (Ajaran Thoriqoh Syadziliyah)

  1. YAQIN
Yaqin itu sebagai lawan dari ragu-ragu, skeptic, Hipokrit (Munafik) dan angan angan panjang yang tak berkesudahan. Memulai sesuatu haruslah dengan rasa yaqin yang kuat, bukan yaqin pada kekuatan diri, percaya diri, rasa hebat diri, rasa unggul diri, tetapi sebaliknya adalah yaqin pada Allah Taala .
  1. Allah memiliki asma dan sifat-sifat agung yang senantiasa akrab dengan hamba-hambaNya, menghendaki kebajikan hamba dan tidak menginginkan hambaNya celaka. Seluruh protes-protes hambaNya kepada allah seputar takdir, fakta kehidupan, ketidak adilan, akhirnya hanya membuat “bungkam” para hamba, manakala hamba memahami Allah, dan mengenal Allah dengan sesungguhnya.
  2. Allah tidak pernah menzalimi para hambaNya, dan HambaNya itulah yang menzalimi dirinya sendiri, kealpaan dan kelalaian diri, telah melemparkan para hamba untuk jauh dari pertolongan dan HidayahNya. Dan ironisnya kealpaan dan kelalaian itu dinikmati oleh para hamba sebagai bentuk kebanggaan dan arogansi hidup, tanpa ia sadari telah banyak jantung hatinya terluka, sakit dan kelak hatinya mati.
  3. Allah menjadikan hambaNya yang yaqin padaNya, sebagai symbol dari ucapan, pendengaran dan langkahNya pada diri hamba itu. Dipuncak rasa yaqin (Haqqul Yaqin) segalanya, apapun selain allah tak berarti apa-apa, sehingga sang hamba menjadi merdeka dan bebas secara universal, benar-benar sebagai hambaNya, bukan hamba dunia dan budak nafsunya.
  4. Orang yang Yaqin kepada Allah Ta’ala, sikap dan tindakanya, bukan untuk memenuhi hasrat dirinya, tetapi memang itulah kehendak Allah, sehingga rasa khawatir, takut gelisah, trauma, iri dan dengki, egoistis, sirna dari dirinya, lalu ia begitu damai bersamaNya, begitu luas tak terhingga pandanganya. Karena gelisah, takut, kawatir hanyalah produksi hawa nafsu kita, yang harus kita lawan.
  5. Orang yang yaqin kepada Allah Ta’ala, tidak akan pernah membanggakan prestasinya, mengandalkan kinerjanya, membusungkan dadanya, karena semua itu dari Allah, bersama Allah, menuju kepada Allah.
  6. Orang yang yaqin kepada Allah, seberat apapun problem yang dihadapi, seterpuruk apapun kebangkrutan yang dialami, serendah apapun ketersungkuran sosial yang dinasibi, tidak sejengkal langkahpun ia bergeser dari rahmat allah. Karena orang yang yaqin padaNya, memandang watak dan karakter dunia, sejak dunia ada sampai besok kiamat, wataknya memang problematik, dilematik dan kasuistik. Jadi bukan sesuatu yang asing baginya.
  7. Orang yang yaqin kepada Allah, dunia akhirat akan mengikutinya, memburu dan mengejarnya. Karena hamba yang yaqin berada dalam pusat pusaran ruhani, dalam putaran kecepatan yang tak terhingga sampai dirinya serasa diam dan mandiri bersamaNya.
  8. Orang yaqin kepada Allah Ta’ala tidak pernah merasakan kehilangan massa depan sama sekali. Karena ia telah berada di masa depan itu sendiri secara hakiki. Masa depan itu sesungguhnya adalah Allah Ta’ala itu sendiri.

  2. IKHLAS
Ikhlas itu pekerjaan hati, bukan matematik fikiran. Hubunganya dengan niat, bahwa apapun yang anda lakukan semuanya demi untuk Allah Ta’ala. Bukan demi diri sendiri, atau keluarga, atau kelompok. Karena itu orang yang tidak ikhlas dalam berjuang dan bekerja, serta dalam ubbudiyahnya, akan mendulang hal-hal yang negative berikut ini.
  1. Manusia akan menjadi individualistis, egoistis dan sombong, karena aktivitas dunia dan akhiratnya, diperuntukan pada wilayah yang sia-sia, terbatas pada usia, terbatas pada daya tangkap fikirnya, terbatas pada kendali nafsunya. Kalau toh pun ia kelihatan sukses secara materi maupun politis, hanyalah sukses menjulang tanpa fondasi, dalam waktu dekat akan roboh, dan menimbun dirinya dengan reruntuhan nasibnya sendiri.
  2. Aktivitas orang yang tidak ikhlas, tidak memiliki manfaat kepada orang lain, berarti juga tidak menyelamatkan dirinya. Banyak orang beralibi, “Kita dulu, keluarga kita dulu, baru orang lain kita fikirkan…” ini adalah kalimat yang muncul dari orang yang tidak ikhlas dalam berbuat. Karena ia tidak percaya kepada allah yang menjamin dirinya dan keluarganya, ketika hidupnya untuk allah melalui penyelamatan ummat.
  3. Orang yang tidak ikhlas, biasanya bersifat over acting, karena over confident, atau karena keinginan berlebihan agar dipandang yang lain. Padahal sikap ini menunjukan ketidakpercayaan pada diri sendiri dan rasa kehilangan yakin pada Allah Ta’ala. Siapapun, manusia mana pun, akan muak dengan sikap-sikap tersebut, kapan bisa sukses manusia seperti ini?
  4. Aktivitas yang bukan untuk kepentingan allah, akan menyeret aktifisnya pada sikap terasing dan kesepian pada diri sendiri, lalu memunculkan sikap untuk melampiaskanya pada hal-hal negative, untuk membuang rasa sunyi dan kering yang merontangkan jiwanya.
  5. Orang yang tidak ikhlas, melahirkan kepingan-kepingan buruk bagi penerusnya, karena jiwanya berbau busuk, dan setiap orang yang mengingatnya ingin membuang dirinya.
  6. Tidak ada yang lebih merdeka dibanding orang yang ikhlas padaNya, karena ketidak ikhlasan berarti perbudakan kepada selain Allah Ta’ala. Kenapa orang yang ikhlas dihantar sukses besar? Karena:
  7. Orang yang ikhlas dunia akheratnya, akan membaca cahaya bagi yang lain, dan menumbuhkan kesejukan dan ketentraman pada yang lain pula. harapan dan ketentraman adalah sebuah bangunan luhur yang menjulang, kokoh dan bermartabat.
  8. Orang akan jernih akal sehatnya, karena hatinya bening, bersih dari campur tangan kotoran kemakhluqan. Lalu ia bisa mengambil keputusan dengan benar, bijak, dan berdimensi manfaat kepada manusia lainya. Ia mengambil keputusan tanpa beban karena beban dan rasa berat adalah tumpukan nafsu yang menimbun, apapun alasanya.
  9. Sukses kaum mukhlisin tidak membuat dirinya alpa, bangga dan egois, karena ia meraih apa yang diinginkan, sesungguhnya bukan karena ikhtiarnya, tetapi karena blue print Illahi yang berjalan. Ketika ia tidak meraih apa yang diinginkan, maka keterhambatan itulah hakikat pemberian yang sesunggguhnya. Sukses dan terhambat, sama-sama dari Allah Ta’ala, dan jiwa orang itu sudah mendahului menuju kepada Allah Ta’ala.
  10. Ikhlas adalah pilar utama menata batin. Jika sukses muncul dalam kondisi batin yang tidak tertata, ia hanya menimbulkan istidraj (covernya sukses, tapi dalamnya bencana kegagalan). Seluruh konflik individu maupun social, semata karena diawalioleh tarik menarik batin ruhani yang tidak tertata, dan ujungnya sampah belaka.
  11. Orang-orang mukhlis senantiasa memberikan keteladanan, bukan pada sukses yang diraih, atau gagal yang menimpa. Tetapi keteladanan yang lebih luhur dibanding sukses dan gagal, yaitu kesuksesan dirinya dalam keteguhan istiqomah hatinya bersama Allah Ta’ala. Nilai-nilai Allah Ta’ala, dan anugrah-anugrah yang memberkah kepada penerusnya.
  12. Orang yang ikhlas diberi usia panjang secara ruhani, ia senantiasa hidup, walau abad-abad menggulungnya. Ia sukses begitu lama dan panjang, bukan hanya di zaman duniawi, tetapi sampai zaman ukhrawi pun ia serasa hadir sebagai rahasia Illahi.
  13. Apakah masih ada yang lebih sukses dibanding orang yang telah mencapai puncak “sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah Ta’ala”? apakah ada cerita tentang kebangkrutan duniawi dan ukhrawi orang-orang yang ikhlas seperti itu? Apakah ada yang lebih bisa menentramkan jiwa dibanding orang-orang yang serba ilahiyah batinya?

Penghambat ikhlas:
  1. Melihat dan mengingat-ingat amal baik kita, bahkan kagum pada perbuatan dan ibadah kita.
  2. Keinginan untuk minta balas budi, pahala dan ganjaran kepada Allah Ta’ala. Karena keinginan seperti itu, sebagai pertanda anda tidak yaqin kepada Allah Ta’ala.
  3. Puas terhadap amal ibadah, padahal dibalik amal ibadah itu masih terselip tipu daya (Ghurur) yang dianggapnya prestasi ibadah.

  3. SYUKUR
Tidak ada rasa yang bisa meliputi sekujur tubuh kita, bahkan serasa semesta ikut menikmatinya, kecuali rasa syukur. Tetapi didunia ini, kaum bersyukur masuk golongan minoritas, sampai allah menyebutkan, “Tetapi mayoritas manusia tidak bersyukur”atau “sedikit sekali kalian bersyukur”
Filosofi syukur dibawah ini bisa menghantar anda untuk tidak punya alasan lagi, untuk tidak mengeluh lagi, untuk tidak kufur lagi, unuk tidak membuka hati lagi.
  1. Syukur itu adalah wahana yang mengembangkan wadah, bagi limpahan nikmat-nikmat allah ta’ala. Semakin bertambah syukurnya, semakin luas wadah bagi limpahan nikmatNya itu. Sedangkan kufur nikmat (tidak bersyukur) berarti anda telah menutup dan menyempitkan wadah tersebut, lalu terasa sesak didada, menyiksa jantung ruhani anda, dan itulah siksaan pedihnya di dunia, apalagi kelak di akhirat.
  2. Syukur adalah harapan abadi yang terus menanti dihadapan anda, lalu tidak ada su’udzon kepada takdir allah, apalagi sakit hati, karena harapan telah membuka cakrawala positif tanpa henti, peluang anda terbuka dimana-mana, tak henti-hentinya anda memujiNya, tak henti-hentinya Allah melimpahkan nikmatNya. Tak terdengar lagi aduh..keluh, sesal peluh, bahkan syukur anda bisa anda rasakan tidak sebanding dengan nikmat-Nya.
  3. Bersyukur terhadap nikmat-nikmat Allah Ta’ala itu biasa, tetapi menjadi luar biasa kalau anda bisa bersyukur terhadap cobaan – cobaan Allah. Karena kepahitan dan kegetiran baginya adalah obat untuk kesehatan orang yang mulia. Sebagaimana orang yang bersabar terhadap cobaan itu biasa, tetapi luar biasa kalau ia bisa bersabar terhadap nikmat-nikmatNya, karena bersabar pada nikmat berarti menghapus segala istidroj dan kealpaan diri.
  4. Syukur itu sendiri sudah merupakan sukses besar, karena ia sudah selamat dari cobaan atas bencana ruhani, berupa pengabaian terhadap nikmat Allah (kufur nikmat). Hal-hal yang tampak secara fisik, sesunggguhnya hanya akibat dari hal-hal yang bersifat batin.
  5. Syukur itu adalah hati yang mengembang dengan senyuman jiwa, tak habis-habisnya anda mengucapkan terima kasih kepadaNya dan memujiNya. Tapi jagalah senyuman itu dengan kesabaran, agar senyuman jiwa tidak berubah menjadi tawa yang berbahak, sampai melupakan dirimu atas nikmat itu, apalagi semakin menjauhkan dirimu dari-Nya.

SANAD THORIQOH SYADZILIYYAH
(PONDOK PETA)
Ilaahadlroti Syeikhina wa Mursyidina wa Murobbirrukhina Syeikh Charir Muhammad Sholachuddin Al-Ayyubi Bin Syeikh Abdul Djalil Bin SYeikh Mustaqim Qoddasallohu Sirrohu Al-Faatihah...
  1. Hadlrotusy Syeikh Charir Muhammad Sholachuddin Al-Ayyubi bin Syeikh Abdul Djalil Mustaqim, dari
  2. Syeikh Abdul Djalil Mustaqim, dari 
  3. Syeikh Mustaqim bin Husain, dari 
  4. Syeikh Abdur Rozaq bin Abdulloh At Termasi, dari 
  5. Syeikh Ahmad, Ngadirejo, Solo/Klaten, dari 
  6. Sayyidisy Syeikh Ahmad Nahrowi Muhtarom Al Jawi Tsummal Makky, dari 
  7. Sayyidisy Syeikh Muhammad Sholih Al Mufti Al Hanafi Al Makky, dari 
  8. Sayyidisy Syeikh Muhammad 'Ali bin Thohir Al Watri Al Hanafi Al Madani, dari 
  9. Sayyidisy Syeikh Al 'Allamah asy Syihab Ahmad Minnatulloh Al 'Adawi asy Syabasi al Azhary Al Mishry Al Maliky, dari 
  10. Sayyidisy Syeikh Al 'Arif Billah Muhammad Al Bahiti, dari 
  11. Sayyidisy Syekh Yusuf Asy Syabasi Adh-Dhoriri, dari 
  12. Sayyidisy Syeikh Asy Syihab Ahmad bin Mushtofa Al Iskandary Asy Syahir bish Shobagh, dari 
  13. Sayyidisy Syeikh Al 'Allamah Sayyid Muhammad bin Abdul Baqi' Az Zurqoni Al Maliky, dari 
  14. Sayyidisy Syeikh An-Nur 'Ali bin Abdurrohman Al Ajhuri Al Mishry Al Maliky, dari 
  15. Sayyidisy Syeikh Al 'Allamah Nuruddin 'Ali bin Abi Bakri Al Qorofi, dari 
  16. Sayyidisy Syeikh Al Hafidh Al Burhan Jamaluddin Ibrohim bin 'Ali bin Ahmad Al Qurosyi Asy-Syafi'i Al Qolqosyandi, dari 
  17. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Al 'Allamah Asy-Syihab Taqiyyuddin Abil Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar Al Muqdisi Asy-Syahir bil Wasithi, dari 
  18. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Al 'Allamah Shodruddin Abil Fatkhi Muhammad bin Muhammad bin Ibrohim Al Maidumi Al Bakry Al Mishry, dari 
  19. Al Quthbuz Zaman Sayyidisy Syeikh Abul Abbas Ahmad bin 'Umar Al Anshori Al Mursi, dari 
  20. Quthbul Muhaqqiqin Sulthonul Auliyai Sayyidisy Syeikh Al Imam Abil Hasan Ali asy Syadzily, dari 
  21. Quthubul Aqthob Sayyidisy Syeikh Asy Syarif Abu Muhammad Abdus Salam bin Masyisy, dari 
  22. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Asy Syarif Abdurrahman Al Aththor Az Zayyat Al Hasani Al Madani, dari 
  23. Quthbil Auliya'is Sayyidisy Syeikh Taqiyyuddin Al Fuqoyr Ash Shufy, dari 
  24. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Fakhruddin, dari 
  25. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Nuruddin Abil Hasan Ali, dari 
  26. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Muhammad Tajuddin, dari 
  27. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Muhammad Syamsuddin, dari 
  28. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Zainuddin Al Qozwiniy, dari 
  29. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Abi Ishaq Ibrohim Al Bashri, dari 
  30. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Abil Qosim Ahmad Al Marwani, dari 
  31. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Abu Muhammad Said, dari 
  32. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Sa'ad, dari 
  33. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Abi Muhammad Fatkhus Su'udi, dari 
  34. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Muhammad Said Al Ghozwaniy, dari 
  35. Al Quthub Sayyidisy Syeikh Abi Muhammad Jabir, dari 
  36. Al Quthub Sayyidinaa Hasan bin Sayyidinaa 'Ali, dari 
  37. Sayyidinaa 'Ali bin Abi Tholib, karromallohu wajhah, dari 
  38. Sayyidinaa wa Habibinaa wa Syafi'inaa wa Maulanaa Muhammadin, shollallohu 'alaihi wa aalihi wasallam, dari 
  39. Sayyidinaa Jibril, 'alaihis salam, dari 
  40. Robbul 'izzati Robbul 'alamin.