Beberapa Hal Yang Asy Syekh Sampaikan Secara Lisan
Seperti yang sudah penulis sampaikan di atas bahwa asy Syekh dalam menyampaikan da’wah beliau kepada para murid, beliau lebih mengutamakan da’wah bil khaal (dengan perbuatan). Namun, ‘Garis-garis Besar Program Pendidikan (GBPP)’ asy Syekh kadang-kadang pula beliau sampaikan dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Pesan-pesan asy Syekh dalam bentuk tutur kata beliau yang berhasil penulis himpun, secara acak antara lain:
1. Pernah pada suatu malam, asy Syekh sedang duduk bersama penulis di ruang tamu ndalem beliau. Ketika kami sedang jagongan, dari arah musholla pondok terdengar suara orang orang yang tengah khushushiyah Syadziliyah sedang melantunkan dzikir Syadziliyah. Pada saat itu asy Syekh berkata, “Aku kalau mendengar suara dzikir seperti itu, dalam satu kata ilallooh ’hatiku langsung mengiringi dengan ucapan ‘laa maqshuuda, laa ma ’buda, laa maujuuda .
2. Asy Syekh pemah berwasiat kepada penulis tentang hal yang harus dilakukan ketika menjalani aurod (wirid). Beliau berkata, “Kalau kamu sedang berwirid, tanamkan dalam hatimu 4 hal, yaitu :
- YAQIN, meskipun sedikit, syukur kalau banyak,
- IKHLAS, meskipun sedikit, syukur kalau banyak,
- PASRAH, meskipun sedikit, syukur kalau banyak, dan
- ISTIQOMAH.”
Asy Syekh tidak menguraikan secara terinci tentang 4 hal yang beliau sampaikan. Beliau hanya memberikan penekanan Pada kata YAQIN. Asy Syekh mengatakan bahwa YAQIN adalah, Wa’bud robbaka khatta ya’tiyakal yaqiin. (Q.S. Al-Hijr 99)
Artinya : "dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).
3. Asy Syekh pemah berkata, “Biasakan hatimu untuk secepatnya kembali pasrah dan yaqin kepada Alloh dalam keadaan apapun. Kembali kepada Alloh itu seperti memantulnya buah atau pemukul (Jawa, gaco) karambol ketika diribon (Jawa, ngeban), cethak. cethak.. ” Maksud asy Syekh, seorang mu’min itu setiap saat harus senantiasa dalam keadaan yaqin dan pasrah kepada Alloh Ta’ ala, baik ketika dalam keadaan suka maupun duka.
Ketika pada suatu saat seorang mu’min sempat mengalami lalai karena suatu keadaan, maka dia harus langsung kembali kepada Alloh Ta’ala. Kecepatan kembalinya seseorang kepada Alloh itu oleh asy Syekh diibaratkan seperti memantulnya sebuah gaco atau buah karambol ketika diribon.
4. Masih berhubungan dengan ‘kembali kepada Alloh SWT’, asy Syekh pemah mengatakan, “Dalam keadaan apa pun, hatiku selalu aku teruskan (Jawa, bablasne) menuju Alloh Ta’ala.”
5. Asy Syekh pernah berkata, “Aku selalu berdoa agar aku dijadikan Alloh menjadi orang biasa saja. ” Artinya, sebenarnya amal ibadah dan riyadloh yang asy Syekh jalani serta berbagai ilmu Hikmah yang asy Syekh miliki sejak muda, hal itu bisa saja menghantarkan asy Syekh memperoleh kemuliaan (karamah) dan menjadi orang yang ‘luar biasa’, sehingga beliau tidak perlu bersusah payah dalam menghadapi berbagai permasalahan sehari-hari. Namun, hal seperti itu tidak pernah beliau inginkan.
Asy Syekh tetap ingin menjadi orang seperti pada umumnya. Kata asy Syekh, “Wayahe mumet yo mumet, tapi sedilut ae.” (Waktunya pusing ya pusing, tapi sebentar saja). Yang beliau maksud ‘mumet’ atau ‘pusing’ adalah ‘pusingnya hati seseorang ketika menghadapi suatu masalah’. Hal itu asy Syekh inginkan, karena beliau ingin tetap menjadi orang yang sabar dan tawakal.
6. Asy Syekh pernah berkata, “Aku adalah orang yang kaya raya. Bagaimana tidak, ayahku (mbah Kyai Mustaqim) mewarisi aku beberapa perusahaan besar, sawah berpuluh-puluh hektar, dan kebun yang sangat luas. Namun, semua itu tetap utuh, tidak pernah aku kurangi (Jawa, kelongi) sedikit pun. Sementara itu, aku sendiri sedari muda sudah rajin bekerja dan hidup hemat, sehingga tabungan dan depositoku pun bertumpuk-tumpuk.”
Yang dimaksud asy Syekh ‘warisan’ Syekh Mustaqim adalah barokah dari amal sholih Syekh Mustaqim yang tidak pemah beliau ‘hambur-hamburkan’. Syekh Mustaqim dalam kehidupan beliau adalah seorang ahli riyadloh dan ahli ibadah yang istiqomah, namun meskipun begitu, beliau tetap menjadi ‘orang biasa’. Seperti diceritakan dalam manaqib Syekh Mustaqim*) Perjalanan Sang Pendekar, Pondok PETA, 2016, hal. 60.
Bahwa semasa hidup beliau, mbah Kyai Mustaqim oleh para ahli ma’rifat billah dinilai sebagai seorang wali mastur (tersembunyi). Karomah yang dikaruniakan Alloh SWT. kepada beliau adalah berupa istiqomah dan akhlaqul karimah. Sementara itu, yang asy Syekh maksudkan beliau ‘sejak muda sudah rajin bekerja dan hidup hemat’ adalah bahwa sudah sejak puluhan tahun asy Syekh menjalani riyadloh dan istiqomah dalam beribadah, namun selama itu pula asy Syekh tetap istiqomah dan sabar untuk tetap menjadi ‘orang biasa’. Sebenarnya, kalau mau, asy Syekh bisa saja menjadi ‘orang yang luar biasa’ dengan menampakkan karomah-karomah beliau yang khowaruqul 'adah, namun hal itu tidak asy Syekh lakukan. Oleh karena itulah asy Syekh berkata bahwa sesungguhnya beliau adalah orang yang ‘sangat kaya raya’.
7. Asy Syekh pernah berkata bahwa beliau sering minta untuk ditemani orang-orang dekat beliau. Kata beliau, hal itu bisa membantu beliau untuk ‘menjaga stabilitas’ ruhani beliau. Asy Syekh mengatakan bahwa kalau beliau terlalu lama dalam keadaan sendiri, beliau khawatir kalau beliau akan ‘tenggelam’ dan hal itu akan berakibat fatal yaitu beliau akan meninggalkan murid-murid beliau. Oleh karena asy Syekh merasa bahwa beliau memiliki tanggung jawab besar terhadap umat, maka beliau berusaha untuk agar senantiasa dalam keadaan ‘tersadar’ dan tidak sampai ‘tenggelam’. Salah satu cara beliau untuk mengalihkan perhatian (Jawa, nylimur) supaya tidak ‘tenggelam’ adalah dengan jagongan bersama orang-orang yang beliau anggap bisa menghibur beliau.
Pada suatu malam, penulis pernah mendapati asy Syekh sedang dalam keadaan ‘tenggelam’. Ketika itu asy Syekh sedang jagongan bersama penulis. Materi pembicaraan beliau sebenarnya hal yang ringan-ringan saja. Namun, tiba-tiba beliau bertingkah yang tidak seperti biasanya. Beliau bertingkah seperti orang yang sedang gelisah. Tubuh, kaki, dan tangan beliau bergerak-gerak tidak beraturan. Asy Syekh sepertinya tidak mengenal penulis lagi. Sarung dan kopiah yang beliau kenakan pun menjadi tidak rapi lagi. Melihat seperti itu, penulis hanya bisa tertunduk diam. Tetapi hal itu hanya berlangsung sekitar 5 menit saja. Setelah 'keadaan’ itu berlalu, asy Syekh pun kembali merapikan posisi duduk, sarung, dan kopiah beliau. Asy Syekh pun kemudian meminum kopi dan kembali merokok“). Asy Syekh sejak muda adalah seorang perokok berat. Beliau baru berhenti total merokok sejak tahun I998 yaitu sejak beliau mengalami sakit.
Setelah itu asy Syekh kembali berbicara seperti semula.
8. Tentang kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya, asy Syekh pernah mengatakan kepada penulis begini, “Kewajiban seorang ayahh kepada anaknya ada 4, yaitu:
- MEMBERIKAN NAFKAH (Jawa, ngopeni),
- MENDIDIK.
- MENDOAKAN, dan
- PASRAH.”
Beliau sedikit mcmberikan penjelasan tentang kewajiban MENDIDIK. Kata beliau, seorang anak yang terpenting dididik dan diberi contoh agar menjadi anak yang MENGERTI (Jawa, mbeneh). Demikian pula dalam hal kewajiban MENDOAKAN. Beliau berkata, “Banyak orang tua yang sering lupa mendoakan anak-anaknya. Kalau mendoakan anak tidak usah yang macam macam. Cukup dimintakan kepada Alloh agar anak-anaknya dijadikan anak-anak yang SHOLIH dan SHOLIKHAH, titik. Tidak usah minta anaknya dijadikan anak yang pintar, karena bisa jadi di kemudian hari anaknya akan memintari (Jawa, minteri) orang tuanya.”
Sedangkan, pengertian PASRAH menurut beliau adalah, “Orang tua harus ingat bahwa sebenamya anak hanyalah TITIPAN Alloh SWT semata. Mereka sudah memiliki garis hidup sendiri yang sudah menjadi ketentuan Alloh Ta’ala. Oleh karena itu, sejak kita MEMBERI NAFKAH, MENDIDIK, dan MENDOAKAN mereka, kita harus sepenuhnya sudah PASRAH kepada Alloh SWT. Orang tua hanya sekedar (Jawa, sak dermo) berikhtiar mencarikan nafkah, mendidik, menasehati, mengarahkan, memberikan contoh yang baik, dan mendoakan.”
9. Pada suatu hari asy Syekh menyuruh penulis untuk mengantarkan beliau ke rumah ayahanda penulis di kota Blitar dengan mengendarai mobil. Di tengah perjalanan, asy Syekh bertanya kepada penulis, “Nang, apa sebabnya jalan ini kok bersih, sedangkan di sisi kanan dan kiri jalan itu kok kotor? Padahal, tanah di samping jalan dan di pekarangan (halaman) orang. orang itu hampir setiap pagi dan sore disapu dan dibersihkan tetapi kenapa kok masih tetap saja kotor?” Penulis pun menjawab, “Nyuwun pangapunten (mohon maag), Yai, saya tidak tahu.”
Beliau pun berkata, “Jalan ini selalu bersih karena setiap saat selalu kelewatan kendaraan. Demikian pula dengan hati. Hati seseorang akan bersih dengan sendirinya apabila selalu dilewati dzikir, sholawat, dan istighfar.” Subkhaanallooh....
10. Asy Syekh mengatakan bahwa ketika seseorang menjalani wirid, maka dia akan menemui hal-hal yang dia sukai atau hal-hal yang tidak dia sukai.
11. “Kalau berdzikir itu di sini, lho.... (asy Syekh menunjuk ke arah dada beliau), jangan di sini... (menunjuk ke dahi beliau).”
12. “Yang berbunyi itu lubuk hati (Jawa, telenge ati), fit ’adil qolb. ”
13. “Sayangnya orang-orang itu kalau wiridan seperti orang yang sedang menyanyi, tidak sampai ke hati.”
14. Ada orang yang mempertanyakan kenapa murid-murid thoriqot Syadziliyah itu juga disuruh mengamalkan khizib khizib. Padahal, khizib itu gunanyakan untuk perang atau untuk menyerang orang lain? Orang yang bertanya itu adalah pengikut thoriqot lain. Asy Syekh dengan bijaksana kemudian menjelaskan,
“Lho... pak, bukankah setiap hari kita itu selalu berperang? Perang melawan hawa nafsu kita sendiri. Orang-orang Syadziliyah membaca khizib itu tujuannya agar bisa memenangkan peperangan itu. Supaya bisa menundukkan hawa nafsunya, seperti sombong, iri, dengki, khawatir, pelit, egois, dan lain sebagainya. Bukan untuk mengalahkan orang lain.”
15. Masih berkaitan dengan khizib, di lain waktu asy Syekh pernah menjelaskan, begini, “Hati kita itu ibarat sebuah hutan belantara yang di situ akan kita dirikan sebuah istana. Karena sebelumnya masih berupa hutan belantara yang di situ terdapat bermacam-macam binatang buas seperti harimau, kera, banteng, buaya, serta berbagai dedemit dan raksasa (Jawa, buto) yang jahat, maka sebaiknya semua itu bisa kita tundukkan terlebih dahulu agar proses pembangunan istana itu nantinya bisa berjalan dengan lancar dan aman. Binatang-binatang buas serta dedemit dan raksasa itu merupakan gambaran nafsu manusia. Dengan membaca khizib, maka kita berharap bisa menundukkan nafsu kita itu.
Nah, setelah keadaan aman, berikutnya segera kita dirikan bangunan istana di situ. Bangunan istana yang megah itu mempakan gambaran sebuah thoriqot. Di dalam istana itu terdapat berbagai perhiasan seperti berlian dan mutiara yang sangat indah dan bernilai tinggi. Perhiasan-perhiasan itu perumpamaan dan istighfar, sholawat, dan dzikir.
Karena di dalam istana itu terdapat berbagai perhiasan, maka tentunya hal itu akan menjadi incaran para pencuri dan rampok. Nah, agar kita selamat dari gangguan para penjahat, maka di sekeliling istana itu perlu kita buatkan tembok yang kokoh sebagai bentengnya. Selain itu, perlu dijaga pula oleh bala tentara bersenjata lengkap. Benteng dan bala tentara itulah gambaran dari khizib. Jadi, sebelum dan sesudah berdirinya istana yang berisikan berbagai perhiasan itu, kita perlu dikawal ‘bala tentara‘ yang disebut sebagai khizib. Oleh karena itulah, insya Alloh orang-orang Syadziliyah akan bisa berhasil membangun sebuah istana, lalu mengisinya dengan perhiasan-perhiasan, serta bisa menjaga dan menyelamatkan isinya, itu adalah berkat bantuan para bala tentara.”
16. Sejak muda asy Syekh gemar berziarah ke makam para auliya ’ulloh dan ba ’dus sholihin. Asy Syekh pernah berkata bahwa kalau berziarah cukup sebentar saja. Penulis sendiri pemah mengikuti beliau berziarah ke makam Syekh Abdur Rozaq (Termas, Pacitan), habib Abubakar bin Muhammad Assegaf (Gresik), dan Sunan Giri. Memang prosesi ziarah yang langsung beliau pimpin di makam-makam tersebut tidak terlalu lama.
17. “Aku menginginkan semua santri pondok PETA itu benar benar bisa menjadi Abdullah (abdinya Alloh/Jawa, kawulane AIloh).”
18. “Shodaqoh itu tidak usah menunggu kaya. Mati itu pasti. Kalau punya uang, pengin shodaqoh ya shodaqoh saja. Pengin beli apa ya beli saja, meskipun barangnya hanya biasa. Tidak usah banyak perhitungan. Jangan terlalu mencintai dunia (Jawa, kedonyan).”
19. “Jodoh, rezeki, dan ajal itu semua rahasia Alloh SWT.”
20. “Bekal di dunia kurang bisa hutang, tetapi bekal akhirat kurang tak akan bisa hutang. Maka, menabunglah sebanyak-banyaknya untuk dituai di akhirat nanti.”
21. “Seribu satu jalan menuju Roma, satu juta satu jalan menuju Alloh.”
22. “Mengobati orang yang terkena santet itu lebih mudah dari pada mengobati orang yang tergoda perempuan.”
23. Sing bener kuwi awake dewe sing manut Gusti Alloh, opo Gusti Alloh manut awake dewe ?"(Yang benar itu kita menurut kepuda Alluh apa Allah menurut kepada kita?)
24. “Aku itu tidak bisa dalam keadaaan junub terlalu lama. Bagiku. 5 menit itu sudah terlalu lama. Aku segera mandi besar karena aku merasa berada selalu di dalam masjid.”
25. “Seandainya berdoa itu tidak diwajibkan, maka aku tidak akan berdoa."
26. “Pandai pandailah membagi cinta."
27. “Islam akan jaya bila pemimpinnya didampingi oleh para ulama yang tidak terlihat.” Maksud asy Syekh ‘ulama yang tidak terlihat adalah para sholihin dan kekasih Alloh yang mastur.
28. “Menata hati itu sulit, lebih mudah menata batu bata.”
29. “Orang Syadziliyah itu tidak boleh mendoakan jelek orang lain.”