Bukti Kekuasaan Alloh
١٥ - مِمَّا يَدُلُّكَ عَلَى وُجُودِ قَهْرِهِ سُبْحَانَهُ أَنْ حَجَبَكَ عَنْهُ بِمَا لَيْسَ بِمَوْجُوْدٍ مَعَهُ
15. "Di antara bukti-bukti yang menunjukkan adanya kekuasaan Alloh yang luar biasa, ialah dapat menghijab engkau dari pada melihat kepada-Nya dengan hijab tanpa wujud di sisi Alloh."
Sepakat para orang-orang arif, bahwa segala sesuatu selain Alloh tidak ada artinya, tidak dapat disamakan adanya sebagaimana adanya Allah, sebab adanya alam terserah kepada karunia Alloh, bagaikan adanya bayangan yang tergantung selalu kepada benda yang membayanginya. Maka barangsiapa yang melihat bayangan dan tidak melihat kepada yang membayanginya, maka di sinilah terhijabnya. Alloh berfirman: "segala sesuatu rusak binasa kecuali dzat Alloh." Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam membenarkan ucapan seorang penyair yang berkata: ''Camkanlah! Bahwa segala sesuatu selain Alloh itu palsu belaka. Dan tiap nikmat kesenangan dunia, pasti akan binasa."
١٦ - كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ الَّذِي أَظْهَرَ كُلَّ شَيْءٍ
16. "Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab (dibatasi tirai) oleh sesuatu padahal Alloh yang menampakkan [mendhohirkan] segala sesuatu."
١٧ - كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ الَّذِي ظَهَرَ بِكُلِّ شَيْءٍ
17. "Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Alloh) yang tampak (dhohir) pada segala sesuatu."
١٨ - كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ الَّذِي ظَهَرَ فِي كُلِّ شَيءٍ
18. "Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Alloh) yang terlihat dalam tiap sesuatu."
١٩ - كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ الَّذِي ظَهَرَ لِكُلِّ شَيءٍ، كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ الظّاهِرُ قَبْلَ وُجودِ كُلِّ شَيءٍ
19. "Bagaimana akan dapat ditutupi oleh sesuatu, padahal Dia (Alloh) yang tampak pada tiap sesuatu. Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Alloh) yang ada dhohir sebelum adanya sesuatu."
٢٠ - كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ أَظْهَرُ مِنْ كُلِّ شَيءٍ
20. "Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Alloh) lebih jelas dari segala sesuatu."
٢١ - كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ الوَاحِدُ الَّذِي لَيْسَ مَعَهُ شَيْءٌ
21. "Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Alloh) yang tunggal yang tidak ada di samping-Nya sesuatu apapun."
٢٢ - كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَحْجُبَهُ شَيْءٌ وَهُوَ أَقْرَبُ إلَيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
22. "Bagaimana akan dihijab oleh sesuatu, padahal Dia (Alloh) lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu."
٢٣ - كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يُحْجَبَهُ شَيْءٌ وَلَوْلَاهُ مَاكَانَ وُجُوْدُ كُلِّ شَيْءٍ
23. "Bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu, padahal seandainya tidak ada Alloh, niscaya tidak akan ada segala sesuatu."
- Alloh itu dzat yang mendhohirkan segala sesuatu, bagaimana mungkin sesuatu itu bisa menutupi/menghijab-Nya.
- Alloh itu dzat yang nyata pada segala sesuatu, bagaimana bisa Dia tertutupi,
- Alloh itu dzat yang maha Esa, tidak ada sesuatu yang bersama-Nya, bagaimana mungkin Dia dihijab oleh sesuatu yang tidak wujud disamping-Nya.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Allah Ta’ala menampakkan segala sesuatu dengan cahaya wujud dari gelapnya ketiadaan. Dengan kemunculan cahaya-Nya dalam segala sesuatu, semuanya menjadi tampak. Jika wujud segala sesuatu bergantung pada cahaya-Nya, mustahil sesuatu itu menutupi-Nya sehingga membuat-Nya terselubung dan tidak tampak. Tindakan “menampakkan” meniscayakan penampakan Dzat yg melakukannya. Allah Ta’ala lah yg menampakkan segala sesuatu agar orang² yg berakal menjadikannya sebagai bukti keberadaan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda² (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur‘an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS. Fushshilat [41]: 53)
Menurut ahli syuhud, Allah Ta’ala tampak pada segala sesuatu dengan penampakan Dzat-Nya. Sementara itu, menurut ahli hijab, Dia tampak pada segala sesuatu dengan penampakan sifat dan asma-Nya. Segala sesuatu hanyalah objek penampakan dari makna² asma‘ dan sifat-Nya. Pada benda atau orang yg mulia, tampaklah sifat Maha Mulia (‘Aziz) milik-Nya dan pada benda atau orang yg hina, terlihatlah sifat Maha Menghinakan (Mudzill) milik-Nya.
Pada setiap makhluk hidup tampak jelas sifat Maha Menghidupkan (Muhyi) milik-Nya. Saat Allah Ta’ala mencabut nyawa, tampaklah sifat Maha Mematikan (Mumit). Saat memberi, terlihatlah sifat Maha Memberi (Mu‘thi). Saat menahan pemberian, terlihat sifat Maha Menahan (Mani). Saat memberi karunia, tampak sifat Maha Memberi Karunia (Karim). Saat mengabulkan doa, tampak sifat Maha Pengabul Doa (Mujib). Saat menimpakan bahaya atau mendatangkan manfaat, tampaklah sifat Maha Pemberi Bahaya (Dharr) dan Maha Pemberi Manfaat (Nafi’), dan sebagainya.
Bagaimana bisa Allah Ta’ala terhalangi sesuatu, padahal Dia muncul atau tampak pada segala sesuatu sehingga bisa dikenali. Karena itulah, seluruh semesta alam bersujud dan bertasbih kepada-Nya, tetapi kita tidak mendengar dan memahami tasbih mereka. Semua makhluk di alam ini, baik itu yg bernyawa maupun yg tidak, mengenali Allah Ta’ala, namun itu bergantung pada kadar penampakan Allah Ta’ala yg dilihatnya. Jika ada makhluk yg tidak mengagungkan Allah Ta’ala sesuai kadar keagungan-Nya, maka hal itu disebabkan oleh lemahnya makrifat (pengenalan) tentang-Nya, bukan karena ketiadaan makrifat sama sekali.
Bagaimana mungkin Tuhan terhalangi sesuatu, sedangkan Dia Dzahir sebelum wujud segala sesuatu? Karena asma-Nya sudah tampak sejak azali. Kemunculan Allah Ta’ala sendiri sudah merupakan sifat asli-Nya (Dzahir), tidak didapat dari luar, tidak beralasan, dan tidak diserap dari mana saja. Sementara itu, kemunculan alam semesta adalah akibat kemunculan Allah di sana dengan sifat Dzahir -Nya. Jika demikian, bagaimana mungkin semesta dapat menghalangi-Nya?
Bagaimana bisa Allah Ta’ala terhalangi sesuatu, padahal Dia lebih tampak daripada segala sesuatu? Karena dalam setiap kondisi, wujud (keberadaan) lebih tampak daripada ‘adam (ketiadaan), juga karena kemunculan substansial lebih kuat daripada kemunculan aksidental. Kemunculan yg bersumber dari diri sendiri lebih kuat daripada kemunculan yg di akibatkan faktor luar. Kemunculan mutlak lebih kuat daripada kemunculan relatif. Kemunculan yg abadi lebih kuat daripada kemunculan yg fana.
Wujud Tuhan tidak diketahui akal karena kemunculan-Nya amat dahsyat. Kemunculan dahsyat itu tak akan bisa diketahui oleh orang² lemah. Seperti halnya seekor kelelawar yg hanya mampu melihat di kegelapan malam, sedangkan di siang hari ia tidak mampu melihat apa². Hal itu dikarenakan kuatnya kemunculan siang. Sementara itu, penglihatan mata kelelawar amat lemah. Ia tak sanggup melawan pancaran cahaya matahari. Kuatnya kemunculan siang dan lemahnya penglihatan itulah yg menjadi sebab kelelawar tak mampu melihat di siang hari.
Seperti itulah akal, ia amat lemah di hadapan kemunculan Ilahi yg sinar dan cahaya-Nya menyilaukan. Kuatnya kemunculan Ilahi inilah yg menjadi sebab ketersembunyian-Nya dari segala sesuatu.
Bagaimana mungkin sesuatu akan menghalangi Allah Ta’ala, padahal Dia Yang Esa dan tak ada sesuatu pun yg bersama-Nya? Karena segala sesuatu selain Allah Ta’ala tidak ada dan tidak berwujud. Dengan demikian, tak ada sesuatu pun yg dapat menghalangi-Nya karena semua wujud hakiki hanya milik Allah Ta’ala, bukan milik selain-Nya.
Bagaimana mungkin Allah Ta’ala terhalangi sesuatu, padahal Dia lebih dekat kepadamu dari segala sesuatu? Karena Dia mampu meliputi dan mengaturmu. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖ وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yg dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf [50]: 16)
Menurut ahli syuhud, Dzat Allah Ta’ala amat dekat kepada kita. Adapun menurut ahli hijab, Tuhan dekat kepada kita dalam pengertian dekat ilmu, kekuasaan, dan sifat²Nya yg lain.
Bagaimana bisa Allah Ta’ala terhalangi sesuatu, padahal tanpa Dia, segala sesuatu tidak akan ada? Sampai² para musyahidun (yg merasa menyaksikan Allah Ta’ala) menjadikan Allah Ta’ala sebagai dalil untuk membuktikan keberadaan segala sesuatu.
Allah Ta’ala berfirman:
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda² (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (QS. Fushshilat [41]: 53)
٢٤ - يَاعَجَبَا كَيْفَ يَظْهَرُ الْوُجُوْدُ فِي الْعَدَمِ، أَمْ كَيْفَ يَثْبُتُ الْحَادِثُ مَعَ مَنْ لَهُ وَصْفُ الْقِدَمِ
24. "Sungguh sangat ajaib, Bagaimana tampak wujud dalam ketiadaan, atau bagaimana dapat bertahan sesuatu yang hancur itu, di samping Dzat yang bersifat qidam."
Yakni, sesuatu yang hakikatnya tidak ada bagaimana dapat tampak ada wujudnya. Hakikat ‘adam [tidak ada] itu gelap, sedangkan wujud itu bagaikan cahaya terang. Demikian pula bathil dan haq. Bathil itu harus rusak dan binasa, sedangkan yang haq itulah yang harus tetap kuat bertahan.
Kata KAYFA yang jumlahnya ada sepuluh, semua isim Istifham, tapi yang dimaksudkan menggunakkan arti Ta’ajjub (heran), dan arti menafikan (tidak mungkin). Ta’ajjub itu karena syuhudnya kepada Alloh, jika hamba sudah syuhud kepada Alloh semua wujud selain Alloh itu hilang dari pandangan mata hatinya, semua selain Alloh itu sama sekali tidak ada wujudnya.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Sungguh aneh, bagaimana mungkin wujud (keberadaan) tidak tampak dalam ‘adam (ketiadaan)? ‘Adam adalah kegelapan, sedangkan wujud adalah cahaya. Keduanya mudah dibedakan.
Bagaimana bisa sesuatu yg baru (hadits) bersanding dengan Yang Maha Dahulu (qadim)? Bagaimana mungkin sesuatu yg baru muncul bersamaan dengan yg memiliki sifat qidam. Yg baru itu bathil, sedangkan Allah Ta’ala itu Haq (Maha Benar). Kebathilan akan sirna dengan adanya kebenaran.
Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلْ جَاۤءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۖ اِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا
“Dan katakanlah, “Kebenaran telah datang dan yg bathil telah lenyap.” Sungguh, yg batil itu pasti lenyap.” (QS. Al-Isra [17]: 81)
Sosok yg lahir (tampak) dan tsabit (tetap) itulah Tuhan Yang Maha Haq, Allah Ta’ala, bukan alam semesta. Tak ada yg berwujud, kecuali Allah Ta’ala karena Dia yg tampak dan menampakkan, yg mawjud dan berbeda dari segala penampakan lainnya.
Pertanyaan² yg bernada keheranan dalam hikmah ini pasti akan diajukan oleh mereka yg pernah merasakan pengalaman syuhud. Oleh karena itu, semakin kuat pengalaman syuhud yg dirasakan seseorang maka semakin sirnalah alam semesta ini dari pandangannya. Wallaahu a’lam