20.11.22

Devinisi Dan Arti Thoriqoh.

 Secara bahasa thariqat (thoriqoh) dapat berarti jalan, metode, sistem, cara, perjalanan, aturan hidup, lintasan, garis, pemimpin sebuah suku dan sarana.
Thoriqoh dalam arti jalan, dapat kita temukan di dalam beberapa ayat Al-Qur'an, di antaranya adalah wahyu Alloh berikut:

ูˆَุฃَู†ْ ู„َูˆِ ุงุณْุชَู‚َุงู…ُูˆْุง ุนَู„َู‰ ุงู„ุทَّุฑِูŠْู‚َุฉِ َู„ุฃَุณْู‚َูŠْู†َุงู‡ُู…ْ ู…َุขุกً ุบَุฏَู‚ًุง
"Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)" (Al-Jin, 72:16)

ูˆَุฃَู†َّุง ู…ِู†َّุง ุงู„ุตَّุงู„ِุญُูˆْู†َ ูˆَู…ِู†َّุง ุฏُูˆْู†َ ุฐู„ِูƒَ ูƒُู†َّุง ุทَุฑَุงุฆِู‚َ ู‚ِุฏَุฏًุง
"Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang sholeh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda". (Al-Jin, 72:11)

ู†َุญْู†ُ ุฃَุนْู„َู…ُ ุจِู…َุง ูŠَู‚ُูˆْู„ُูˆْู†َ ุฅِุฐْ ูŠَู‚ُูˆْู„ُ ุฃَู…ْุซَู„ُู‡ُู…ْ ุทَุฑِูŠْู‚َุฉً ุฅِู†ْ ู„َุจِุซْุชُู…ْ ุฅِู„ุงَّ ูŠَูˆْู…ًุง
"Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka: "Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja". (Thoha, 20:104)

ูˆَู„َู‚َุฏْ ุฎَู„َู‚ْู†َุง ูَูˆْู‚َูƒُู…ْ ุณَุจْุนَ ุทَุฑَุงุฆِู‚َ ูˆَู…َุง ูƒُู†َّุง ุนَู†ِ ุงู„ْุฎَู„ْู‚ِ ุบَุงูِู„ِูŠْู†َ
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit). dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami)".
(Al-Mukminรปn, 23:17)

Menurut 'Abdurrozzaq Al-Kasyani, thoriqoh adalah jalan khusus yang di tempuh oleh para Salik dalam perjalanan mereka menuju Alloh, yaitu dengan melewati jenjang-jenjang tertentu dan meningkat dari satu maqom ke maqom yang lain.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Kibritul Ahmar wal Iksirul Akbar Habib Abdulloh bin Abu Bakar Al-Aidarus rodhiyallohu 'anhu menyebutkan:
Menurut para sufi, syariat adalah ibarat sebuah kapal, tarekat (thoriqoh) adalah lautnya dan hakikat (haqiqoh) adalah permata yang berada di dalamnya. Barang siapa menginginkan permata, maka dia harus naik kapal kemudian menyelam lautan, hingga memperoleh permata tersebut.

Kewajiban pertama penuntut ilmu adalah mempelajari syariat. Yang dimaksud dengan syariat adalah semua perintah Alloh dan Rosul-Nya shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wasallam, seperti wudhu, sholat, puasa, zakat, haji, mencari yang halal, meninggalkan yang haram dan berbagai perintah serta larangan lainnya. Seyogyanya seorang hamba menghiasi lahirnya dengan pakaian syariat hingga cahaya syariat tersebut bersinar dalam hatinya dan kegelapan insaniyyah sirna dari hatinya. Akhirnya dia dapat menempuh tarekat (thoriqoh) dan cahaya tersebut dapat selalu bersemayam dalam hatinya.

Tarekat (thoriqoh) adalah pelaksanaan takwa dan segala sesuatu yang dapat mendekatkanmu kepada Alloh, seperti usaha untuk melewati berbagai jenjang dan maqom. Setiap maqom memiliki tarekat tersendiri.
Setiap guru sufi memiliki tarekat yang berbeda. Setiap guru akan menetapkan tarekatnya sesuai maqom dan hal-nya masing-masing. Di antara mereka ada yang tarekatnya duduk mendidik masyarakat. Ada yang tarekatnya banyak membaca wirid dan mengerjakan sholat sunah, puasa sunah dan berbagai ibadah lainnya. Ada yang tarekatnya (thoriqoh)nya melayani masyarakat, seperti memikul kayu bakar atau rumput serta menjualnya ke pasar dan kemudian hasilnya ia dermakan. Setiap guru memilih tarekatnya sendiri.

Adapun hakikat adalah sampainya seseorang ke tujuan dan penyaksian cahaya tajalli, sebagaimana ucapan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wasallam kepada Haritsah, “Setiap kebenaran ada hakikatnya, lalu apakah hakikat keimananmu?”
Haritsah menjawab, “Aku palingkan diriku dari dunia sehingga batu dan lumpur, emas maupun perak, sama saja bagiku. Di siang hari aku berpuasa, sedangkan di malam hari aku bergadang (shalat malam).”
Keteguhan Haritsah dalam memegang agama Alloh serta menjalankan perintah-Nya adalah syariat. Kehati-hatian dan semangatnya untuk beribadah (bergadang) di malam hari, haus di siang hari dan berpaling dari segala keinginan nafsu adalah tarekat. Sedangkan tersingkapnya berbagai keadaan akhirat kepada Haritsah adalah hakikat.

Dalam sebuah kajian di kota Solo, Jawa Tengah, Habib ‘Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz, telah menjelaskan sejarah terbentuknya thariqah tersebut. Berikut saduran ceramah ilmiah beliau:
Jika berbicara tentang thariqah berarti kita sedang membicarakan inti sari dan ruh Islam serta tujuan akhir seorang Muslim di dalam hubungannya dengan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
Sebelum membahas lebih jauh permasalahan ini, pertama-tama kita harus mengetahui bahwa wahyu yang di turunkan Alloh kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wasallam berisi hukum-hukum yang berhubungan dengan jasmani dan hukum-hukum yang berhubungan dengan permasalahan hati, bagaimana kondisi hatinya terhadap Alloh di saat dia beramal.
Hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan anggota tubuh ini selanjutnya dikenal dengan nama fiqih atau fiqhudh dhohir. Sedangkan hukum-hukum yang berhubungan dengan sifat-sifat hati, selanjutnya disebut fiqhul Bathin, yang oleh sebagian besar umat Islam dikenal dengan nama tasawuf.
Ayat-ayat yang membahas perbuatan anggota tubuh melahirkan beberapa madzhab dalam ilmu fiqih. Sedangkan ayat-ayat yang membahas berbagai permasalahan hati serta metode penyucian hati, melahirkan sejumlah thariqah dalam tasawuf.
Sebenarnya dalil atau landasan pendirian madzhab dan thariqah tersebut sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wasallam.
Pada saat itu, para sahabat menerima seruan dakwah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wasallam dengan hati yang suci dari gejolak nafsu, bersih dari berbagai keinginan duniawi, serta kosong dari tujuan-tujuan yang tidak benar dan berbagai sifat tercela.

Setiap saat mereka berusaha memperkuat pondasi tauhid yang terdapat di dalam hatinya dengan mengerjakan berbagai ibadah, seperti sholat, doa dan berbagai amal sholeh lain yang di ajarkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wasallam. Kita pun menyaksikan bagaimana mereka berijtihad di hadapan Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wasallam tentang sebuah persoalan dan Rosul membenarkan kedua ijtihad tersebut. Kita juga melihat, ada sahabat yang menjadikan puasa sunah sebagai ibadah pokoknya, ada pula yang menjadikan sholat malam sebagai ibadah pokoknya dan ada pula yang berlama-lama ketika sujud dengan memperbanyak doa yang diajarkan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shahbihi wasallam diberbagai kesempatan sebagai ibadah pokoknya. Kondisi-kondisi semacam inilah yang menjadi landasan munculnya berbagai madzhab dalam fiqih dan thariqah dalam tasawuf.
Setelah agama Alloh (Islam) tersebar luas di bumi Alloh, sebagaimana telah di janjikan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wasallam, maka tersebar pula ilmu-ilmu fiqih yang menjelaskan berbagai hukum dhohir dan ilmu-ilmu tasawuf yang menjelaskan metode mengolah hati menjadi ihsan, yaitu senantiasa memperhatikan bagaiman hubungan hati dengan Alloh yang Maha Penyayang dan Maha Mulia. Dalam kondisi semacam ini di tengah-tengah masyarakat tumbuh berbagai madzhab dan thariqah tersebut.
Dari pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa thariqah adalah sebuah metode atau sistem khusus yang di gunakan oleh seseorang dalam menempuh jalan menuju Alloh.
Wallohu a'lam