Jangan Minta Di Pindah Dari Satu Maqom Ke Maqom Lain
٢٧ - لَاتَطْلُبْ مِنْهُ اَنْ يُخْرِجَكَ مِنْ حَالَةٍ لِيَسْتَعمِلَكَ فِيْمَا سِوَاهَا فَلَوْ اَرَادَكَ لَاسْتَعْمَلَكَ مِنْ غَيْرِ اِخْرَاجٍ
27. "Jangan engkau meminta kepada Alloh supaya dipindahkan dari suatu masalah kepada masalah yang lain, sebab sekiranya Alloh menghendakinya tentu telah memindahkanmu, tanpa merubah keadaan yang terdahulu."
Dalam suatu hikayat: Ada seorang yang salik, dia bekerja mencari nafkah dan beribadat dengan tekun, lalu ia berkata dalam hatinya: Andaikata aku bisa mendapatkan untuk tiap hari, dua potong roti, niscaya aku tidak susah bekerja dan melulu beribadat. Tiba-tiba ia tanpa ada masalah tiba-tiba ia ditangkap dan dipenjara, dan tiap hari ia menerima dua potong roti, kemudian setelah beberapa lama ia merasa menderita dalam penjara, ia berpikir: Bagaimana sampai terjadi demikian ini? Tiba-tiba ia mendengar suara yang berkata: Engkau minta dua potong roti, dan tidak minta keselamatan, maka Kami (Alloh) menerima dan memberi apa yang engkau minta. Setelah itu ia memohon ampun dan membaca istighfar, maka seketika itu pula pintu penjara terbuka dan ia dibebaskan dari penjara. Sebab Alloh menjadikan manusia dengan segala kebutuhannya, sehingga tidak perlu manusia merasa khawatir, ragu dan jemu terhadap sesuatu pemberian Alloh, walaupun berbentuk penderitaan pada lahirnya, sebab hakikatnya nikmat besar bagi siapa yang mengetahui hakikatnya, sebab tidak ada sesuatu yang tidak muncul dari rahmat, karunia dan hikmah Alloh subhanahu wata'ala.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Jika kau mengira bahwa keberadaanmu di satu kondisi telah menghambatmu untuk mendekatkan diri kepada-Nya, jangan meminta-Nya mengeluarkanmu dari kondisi itu karena jika Allah Ta’ala mencintaimu dan kau termasuk ahli iradah (yg dikehendaki Allah Ta’ala), Allah Ta’ala akan mempekerjakanmu dengan penuh kasih sayang, membimbingmu untuk melakukan amal² shaleh, dan menyibukkan hatimu dengan-Nya, tanpa harus mengeluarkanmu dari kondisi lamamu.
Jika seorang murid berada dalam satu kondisi yg tidak sesuai dengan tujuannya (namun dari sudut pandang syari’at, kondisi itu tidak terlarang), tak layak baginya untuk menghendaki keluar dari kondisi itu dan menentang “hukum waktu” —sebagaimana dijelaskan dalam hikmah di atas. Ia juga tidak layak meminta Tuhannya untuk segera mengeluarkannya dari sana agar bisa dipekerjakan-Nya pada kondisi lain karena kondisi itu adalah pilihan Allah Ta’ala dan ia tidak perlu bingung dalam hal ini.
Yg patut dilakukannya adalah tetap menjaga etika dan kesopanannya terhadap Tuhannya serta mendahulukan kehendak-Nya atas pilihannya sendiri. Jika Tuhannya melihat sikap baiknya ini, Dia akan mempekerjakannya tanpa perlu mengeluarkannya dari kondisi tersebut. Dengan demikian, ia pun beramal sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala, bukan berdasarkan kehendaknya sendiri. Tentu, itu lebih baik baginya daripada mengedepankan pilihannya sendiri. Akan lebih baik lagi baginya bila ia juga meyakini bahwa ia akan mencapai tujuannya tanpa harus keluar dari kondisi tersebut.
Lain lagi halnya jika ia berada dalam kondisi yg tidak sesuai dengan syara’. Dalam hal ini, ia harus segera keluar dari kondisi tersebut dan meminta Tuhannya agar memindahkannya ke kondisi yg lebih diridhai-Nya. Wallaahu a’lam