Kelahiran, Silsilah dan Masa Kecil Syeikh Mustaqim.
Syekh Mustaqim dilahirkan pada tahun 1901 (1319 H.) di desa Kepatihan, kecamatan Tulungagung, kabupaten Tulungagung dari rahim seorang perempuan shalihah yang bernama Mbah Nyai Mursini. Beliau berasal dari desa Kedungwaru, kecamatan Kedungwaru, kabupaten Tulungagung.
Dari rahim Mbah Nyai Mursini ini lahir 2 orang putera Mbah Husein yaitu :
- Mbah Mustamir.
- Mbah Mustaqim.
Kakak Mbah Mustaqim, Mbah Mustamir, juga dilahirkan di kota Tulungagung.
Sedangkan, putera-puteri Mbah Husein lainnya, lahir dari rahim isteri beliau yang lain yang bernama Mbah Nyai Murtijah. Semua putera putri dari Mbah Nyai Murtijah ini dilahirkan di dusun Cangkring, desa Banjaranyar, kecamatan Kras, kabupaten Kediri.
Berdasarkan silsilah yang ada, Syekh Mustaqim merupakan keturunan ke 18 dari Prabu Sanghyang Cakradewa (Sayyid Muhammad bin Umar) ayahanda Prabu Sanghyang Borosngora (Sayyid Ali bin Muhammad bin Umar) atau Mbah Panjalu. Jadi, apabila dirunut dari Mbah Panjalu, beliau merupakan keturunan ke 17 dari Mbah Panjalu.
Asy Syekh Romo Kyai Abdul Djalil pernah mengatakan bahwa pada usia 4 sampai 6 tahun, Syekh Mustaqim berkawan akrab dengan Bung Karno. Beliau berdua berusia sebaya karena sama-sama dilahirkan tahun 1901 .
Soekarno yang sebelumnya bernama Koesno itu diasuh kakek beliau yang bernama Raden Hardjodikromo yang bertempat tinggal di desa Kepatihan kota Tulungagung. Kedua 'anak kecil' yang bertetangga dan bersahabat kaarib itu di kemudian hari sama-sama menjadi 'orang besar'. Dan, ndilalah kewafatan beliau berdua pun hanya terpaut 3 bulan. Di kala usia balita itu, beliau berdua sering bermain-main di halaman rumah Mbah Hardjodikromo bersama teman-teman beliau yang lain.
Di rumah yang sekarang terletak di jalan Mayjen. Suprapto No. 81 itu pula nama Sang Proklamator dan Presiden Pertama RI itu berganti nama dari Kusno menjadi Karno atau Sukarno. Pergantian nama ini dikarenakan pada masa kecil itu beliau sering mengalami sakit-sakitan. Oleh karena itu, dalam kepercayaan Jawa, beliau perlu ditirahkan ke rumah kakek beliau sekaligus berganti nama.
Di rumah kakek beliau itu, Bung Karno (BK) diasuh oleh seorang perempuan bernama Sarinah. Di mata BK, sosok seorang Sarinah merupakan sosok yang sangat luar biasa. Bahkan, BK pernah menulis sebuah buku tentang bagaimana seharusnya menjadi perempuan Indonesia. Buku tersebut beliau beri judul "Sarinah". Begitu pula sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta yang merupakan Shoping center terbesar pertama di Indonesia yang beliau resmikan tahun 1964 juga beliau namai "Sarinah".
Mbok Sarinah inilah yang menanamkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap rakyat kecil ke dalam kalbu Soekarno. Setiap pagi, sebelum perut Karno terisi nasi, mbok Sarinah terlebih dahulu mengisi jiwa si Karno kecil dengan kata-kata, "Karno, hal pertama kamu harus mencintai ibumu, lalu cintailah rakyat jelata, serta cintai manusia pada umumnya."
Setelah mbok Sarinah wafat, beliau dimakamkan di TPU Kepatihan. Di kala Romo Kyai Abdul Djalil masih sugeng, beliau sering menyuruh santri-santri beliau, antara lain pak Wahono, pak Ahsin, pak H. Muhajirin, dan kang Zein untuk berziarah ke makam mbok Sarinah, terutama pada hari Jumat pagi. Bahkan, juru kunci makam umum itu juga sering diberi uang oleh Romo Kyai dan dipesankan agar selalu merawat makam mbok Sarinah.