Masa Remaja Syeikh Mustaqim
Ketika Syekh Mustaqim berumur sekitar 12 tahun, oleh ayahanda beliau, beliau diserahkan kepada Mbah Kyai Zarkasyi di Kauman, Tulungagung, untuk agar mendapatkan pendidikan berbagai ilmu agama. Lokasi rumah Mbah Kyai Zarkasyi itu terletak tepat di sebelah Selatan Pondok PETA sekarang.
Mbah Kyai Zarkasyi termasuk di antara ulama Tulungagung yang pada waktu itu sering saling bersilaturahmi dengan Hadlrotusy Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari, Jombang. Ulama Tulungagung lainnya yang acapkali juga saling bersilaturahmi dengan Mbah Kyai Hasyim Asy'ari yaitu Mbah Kyai Qomaruddin, Mbah Kyai Raden Abdul Fattah, Mangunsari, dan Mbah Kyai Muhammad Syarif, Majan.
Di rumah Mbah Kyai Zarkasyi ini Syekh Mustaqim mendapatkan pelajaran berbagai ilmu agama, seperti ilmu tentang Al Qur'an, Hadits, Fiqih, Akhlaq Tauhid, dan lain-lainnya. Di situ Syekh Mustaqim tidak hanya tholabul ilmi saja, tetapi beliau juga ngawula kepada keluarga Mbah Kyai Zarkasyi. Disamping itu beliau juga bertugas memelihara kebersihan musholla milik Mbah Kyai Zarkasyi, seperti menyapu, mengepel, dan menimba untuk , kebutuhan rumah dan musholla.
Ketika nderek di ndalem Mbah Kyai Zarkasyi, Syekh Mustaqim mengalami kejadian yang sangat luar biasa. Hati beliau, tanpa adanya ikhtiar, selalu berbunyi dan menyebut dzikir ismu dzat, Allooh..,Allooh..,Alloh.
Hal itu terjadi secara terus menerus tanpa henti, siang maupun malam. Bahkan, dalam keadaan berbicara atau tidur sekalipun, dzikir ismu dzat itu tetap berbunyi di dalam hati beliau, Allooh..., Allooh..., Allooh.
Beliau sering mencoba untuk menghentikannya, tapi ternyata upaya itu sia-sia belaka.
Kejadian luar biasa itu tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Berkat hati beliau terus menerus membunyikan asma'-asma' Alloh Yang Maha Suci, maka hati beliau pun menjadi bersih dari sifat-sifat madzmumah (tercela) seperti sombong, riya ', ujub, iri, dengki, thoma ', dan lain-lainnya. Bahkan, sifat-sifat makhmudah (terpuji) seperti sabar, ikhlas, qona 'ah, tawadlu ', dan tawakal pun kemudian menghiasi akhlaq dan prilaku beliau.
Lebih dari itu, mata hati Mbah Mustaqim pun kemudian menjadi terbuka atau mukasyafah. Beliau menjadi bisa tahu dan mendengar kata hati (Jawa, krentek) orang lain. Pada waktu melewati atau berada di komplek pemakaman, beliau juga sering tahu dan mendengar suara orang yang sedang mengalami siksa kubur. Selain itu masih banyak lagi pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan alam Jabarut dan alam Malakut yang beliau alami.
Dalam situasi yang seperti itu, Syekh Mustaqim yang ketika itu masih berumur belasan tahun, kemudian sering berdiskusi dengan paman tiri beliau (adik Mbah Husein beda ibu) yang bertempat tinggal di desa Banjarsari, kecamatan Ngantru yang bernama Mbah Kyai Muhammad Sholeh bin Abdul Jalil. Mbah Kyai Sholeh sendiri di kala itu terkenal sebagai seorang ulama yang sekaligus juga di gdaya.
Singkat cerita, sekitar tahun 1916, atau pada saat Syekh Mustaqim berumur 15 tahun, beliau kemudian diantarkan Mbah Kyai Sholeh ke Malangbong, kabupaten Garut, Jawa Barat untuk berguru tentang ilmu rohani kepada Syekh Khudlori (1882 - 1964). Ajengan Khudlori terhitung masih saudara sepupu Mbah Kyai Sholeh atau paman Syekh Mustaqim. Ajengan Khudlori adalah putera Mbah Kyai Muhammad Hasan yang merupakan adik kandung Mbah Abdul Jalil (kakek Mbah Mustaqim).
Di Malangbong itu Syekh Mustaqim menerima ijazah dan talqin thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah dan thoriqot Naqsyabandiyah dari Syekh Khudlori bin Muhammad Hasan. Selain itu. beliau juga menerima ijazah berbagai khizib seperti khizib Autad (Kaji), khizib Yamarobil, khizib Salamah, khizib Mubarok, Asma' Baladiyah, Asma'Jaljalut, dan lain-lain. Syekh Mustaqim juga mempelajari berbagai jurus silat ala Sunda.