Sekelumit Tentang Syekh Ahmad Kadirejo, Klaten
Guru Syekh Abdur Rozaq, asy Syekh Ahmad, atau lebih dikenal masyarakat setempat dengan nama Mbah Kyai Ahmad, berasal dari Solo. Beliau masih terhitung sebagai kerabat Kasunanan Surakarta Beliau menikah dengan seorang perempuan dari desa Kadirejo, kecamatan Karanganom, Klaten.
Pernikahan beliau berdua tidak dikaruniai seorang anak pun.
Di desa Kadirejo itu beliau mendirikan sebuah masjid yang dinamakan masjid 'Al Mujahidin'. Pada bagian lain masjid tersebut juga beliau gunakan sebagai zawiyah atau tempat pesulukan bagi murid-murid beliau. Di sebelah Utara masjid itu juga terdapat sebuah kolam yang tidak seberapa besar.
Beliau digambarkan sebagai orang yang sangat sabar. Beliau sangat menyayangi anak-anak kecil. Dikisahkan, bahwa beliau sering ikut bermain-main bersama anak-anak kecil, seperti membuat masak-masakan dari tanah yang dicampur air lalu dibungkus dengan daun pisang.
Selain itu, beliau juga seorang yang berjiwa tegas dan disiplin. Beliau membuat sebuah 'peraturan' tentang pemukulan bedug dan kentongan yang ada di masjid Al Mujahidin. Irama pemukulan bedug dan kentongan itu berbeda-beda iramanya setiap sholat 5 waktu. Apabila orang yang memukul bedug dan kentongan itu melakukan kesalahan dalam ketukan iramanya, maka yang bersangkutan akan dikenai hukuman dengan cara diceburkan ke dalam kolam.
Pada suatu sore, saat masuk waktu sholat Ashar, para santri yang tengah menjalani suluk sedang rebahan di salah satu ruangan masjid, tiba-tiba mereka mendengar irama beduk dan kentongan yang salah ketukannya. Demi mendengar ketukan yang salah itu, spontan para santri itu berhamburan mencari orang yang barusan menabuh bedug dan kentongan. Orang itu mereka cari untuk kemudian, sesuai dengan 'undang-undang', akan mereka lemparkan beramai-ramai ke dalam kolam.
Setelah dicari di dalam masjid tidak ada, temyata dari arah kolam tampak ada seseorang yang berendam di dalam kolam sambil berteriak-teriak seraya melambai lambaikan tangannya, “Hey.…, hey.., tadi yang nabuh beduk dan kentongan aku sendiri ...... ” Dan, ternyata orang tersebut adalah asy Syekh Ahmad, rohimahulloh.
Asy Syekh Ahmad meninggal dunia pada tahun 1932 dan dimakamkan di belakang masjid Al Mujahidin. Makam beliau terletak di dalam cungkup di komplek pemakaman itu pada deretan paling Timur dengan kijingan berwarna hitam.
Syekh Ahmad mengambil berkah ijazah thoriqot Syadziliyah dari asy Syekh Ahmad Nahrowi Muhtarom al Jawi tsummal Makky, rokhimahulloh. Beliau berasal dari kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Oleh karena itu, ada pula yang mencantumkan nama al Banyumasi di belakang nama beliau. Namun, kehidupan beliau lebih banyak dihabiskan di kota Mekah. Beliau dikenal sebagai ulama Mekah yang disegani pada zamannya. Beliau meninggal dunia pada tahun 1926 dan di makamkan di pemakaman Mala, kota Makkah al Mukarramah.
Hampir semua mursyid thoriqot Syadziliyah yang berkembang di Jawa khususnya, mengambil ijazahnya dari Syekh Nahrowi ini. Ada 6 orang murid beliau yang mengambil ijazah dan sekaligus diangkat sebagai khalifah atau guru mursyid thoriqot Syadziliyah di Jawa. Beliau-beliau itu adalah:
- Asy Syekh as Sayyid Abdul Malik bin Ilyas, Purwokerto (guru asy Syekh al Habib Muhammad Luthfi Bin Yahya, Pekalongan),
- Asy Syekh Muhammad Dalhar bin Abdur Rohman, Watucongol, Muntilan,
- Asy Syekh as Sayyid Ahmad, Kadirejo, Karanganom, Klaten,
- Asy Syekh Ahmad Siroj, Payaman, Magelang,
- Asy Syekh Abdullah bin Abdul Muthalib, Kaliwungu, Kendal,
- Asy Syekh as Sayyid Abdur Rohman bin Ibrohim al Jilani al Hasani (Syekh Abdul Kaafi ) Sumolangu, Kebumen.
Ada lagi seorang masyayikh thoriqot Syadziliyah di Jawa yang mengambil berkah ijazah langsung dari guru Syekh Nahrowi yaitu asy Syekh Muhammad Sholih al Hanafi al Makky, beliau adalah Mbah Kyai Idris bin Za'id, Jamsaren, Solo. Jadi, bisa dikatakan, bahwa asy Syekh Mbah Kyai Idris adalah saudara seperguruan Syekh Ahmad Nahrowi.
Walloohu a'lam bish-showab.