23.11.22

U z l a h

١٢ - مَانَفَعَ الْقَلْبَ شَيْءٌ مِثْلُ عُزْلَةٍ يَدْخُلُ بِهَا مَيْدَانَ فِكْرَةٍ

12. "Tidak ada sesuatu yang sangat berguna bagi hati [jiwa], sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan tafakur."

Seorang murid/salik kalau benar-benar ingin wushul kepada Alloh, pastilah ia berusaha bagaimana supaya hatinya tidak lupa pada Alloh, bisa selalu mendekatkan diri kepada Alloh. Dalam usaha ini tidak ada yang lebih bermanfaat kecuali uzlah (menyendiri dari pergaulan umum), dan dalam kondisi uzlah murid mau Tafakkur (berfikir tentang makhluknya Alloh, kekuasaan Alloh, keagungan Alloh, keadilan Alloh dan belas kasih nya Alloh) yang bisa menjadikan Hati timbul rasa takdhim kepada Alloh. Menambah keyaqinan dan ketaqwaan kepada Alloh.

Adapun bahayanya murid yang tidak uzlah itu banyak sekali, 
Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan seorang sahabat yang tidak baik, bagaikan pandai besi yang membakar besi, jika kamu tidak terkena oleh percikan apinya, maka kamu terkena bau busuknya."

Alloh Ta'ala mewahyukan kepada Nabi Musa alaihissalam: "Wahai putra Imran! Waspadalah selalu dan pilihlah untuk dirimu seorang sahabat [teman], dan sahabatmu yang tidak membantumu untuk membuat taat kepada-Ku, maka ia adalah musuhmu."

Dan juga Alloh mewahyukan kepada Nabi Dawud alaihissalam: "Wahai Dawud! Mengapakah engkau menyendiri? Jawab Dawud: Aku menjauhkan diri dari makhluk untuk mendekat kepada-Mu. Maka Alloh berfirman: Wahai Dawud! Waspadalah selalu, dan pilihlah untukmu sahabat, dan tiap sahabat yang tidak membantu untuk taat kepada-Ku, maka itu adalah musuhmu, dan akan menyebabkan membeku hatimu serta jauh dari-Ku."

Nabi Isa alaihissalam bersabda: "Jangan berteman dengan orang-orang yang mati, niscaya hatimu akan mati. Ketika ditanya: Siapakah orang-orang yang mati itu? Nabi Isa memjawab: Mereka yang rakus kepada dunia.”

Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Yang paling aku khawatirkan pada umatku, ialah lemahnya iman dan keyakinan."

Nabi Isa alaihissalam bersabda: "Berbahagialah orang yang perkataanya dzikir, diamnya tafakur dan pandangannya tertunduk. Sesungguhnya orang yang sempurna akal ialah yang selalu mengoreksi dirinya, dan selalu menyiapkan bekal untuk menghadapi hari setelah mati."

Sahl at-Tustary radhiallahu 'anhu berkata: "Kebaikan itu terhimpun dalam empat macam, dan dengan itu tercapai derajat wali [di samping melakukan semua kewajiban-kewajiban agama], yaitu:
  1. Lapar. 
  2. Diam. 
  3. Menyendiri 
  4. Bangun tengah malam [sholat tahajjud].

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
‘Uzlah (menyendiri) merupakan cara terbaik bagi seorang murid untuk membersihkan hati dari segala kelalaian dan mendekatkan diri kepada Tuhannya. Tafakkur itu umpama sebuah lapangan. Di sana, hati berputar-putar seperti seekor kuda yg berpacu di sebuah arena pacuan. Bila seorang murid terlalu banyak bergaul dengan manusia, pandangan dan hatinya akan tertuju pada keduniaan sehingga yg kemudian tampak jelas di hadapannya hanyalah hal² yg bersifat materi dan fana. Tidak demikian jika ia ber’uzlah menjauhi pergaulan dengan manusia, hatinya akan disibukkan dengan hal² ghaib.

Dalam sebuah khabar disebutkan, “Bertafakkur sesaat lebih baik daripada ibadah tujuh puluh tahun.”

Ada seseorang yg bertanya kepada Ummu Ad-Darda’, “Amalan apa yg paling diutamakan Abu Darda’?”

Ummu Ad-Darda’ menjawab, “Tafakkur.” Dengan bertafakkur, seseorang bisa mendalami hakikat, mengagungkan Allah Ta’ala, dan mengutamakan segala hal yg diridhai-Nya. Dengan bertafakkur, ia bisa menganggap hina semua hal yg dibenci Allah Ta’ala sehingga terdorong untuk meninggalkannya. Dengan bertafakkur, seseorang bisa mengetahui keburukan² jiwa yg terselubung, kejahatan musuh, dan tipuan dunia. Ia juga bisa mengenali segala muslihat sehingga bisa dengan mudah menghindarinya dan selamat dari bahaya² yg ditimbulkannya.

Dengan menyendiri dan merenung, seorang murid melatih diri untuk berkhalwat, salah satu dari empat rukun tarekat (tiga rukun lainnya adalah bersikap diam, berlapar-lapar, dan bangun tengah malam). Ini, bagi murid  yg menempuh jalan tarekat sendirian.

Adapun bagi murid yg berada di bawah bimbingan Guru, tentu ia harus banyak bergaul dengan Gurunya, juga dengan saudara² yg turut membantunya dalam menempuh jalan tarekat. Jika ia telah menjadi ‘arif, tak masalah baginya untuk bergaul dengan manusia mana pun karena saat itu di matanya hanya Allah Ta’ala yg terlihat. Perlu dicamkan bahwa yg menjadi tujuan utama adalah tafakkur, sedangkan ‘uzlah (menyendiri) hanya sebagai media atau faktor pendukung. Wallaahu a’lam