Resiko Hati Yang Keruh
١٣ - كَيْفَ يُشْرِقُ قَلْبٌ صُوَرُالْأَكْوَانِ مُنْطَبِعَةٌ فِى مِرْاَتِهِ؟ اَمْ كَيْفَ يَرْحَلُ اِلَى اللهِ وَهُوَ مُكَبَّلٌ بِشَهْوَاتِهِ؟ اَمْ كَيْفَ يَطْمَعُ اَنْ يَدْخُلَ حَضْرَةَ اللهِ وَهُوَ لَمْ يَتَطَهَّرْ مِنْ جَنَابَةِ غَفَلَاتِهِ؟ اَمْ كَيْفَ يَرْجُوْ اَنْ يَفْهَمَ دَقَائِقَ الْأَسْرَارِ وَهُوَ لَمْ يَتُبْ مِنْ هَفَوَاتِهِ؟
13. "Bagaimana akan dapat bercahaya hati seseorang yang gambar dunia ini terlukis dalam cermin hatinya. Bagaimana berangkat menuju kepada Allah, padahal ia masih terbelenggu oleh nafsu syahwat. Bagaimana akan dapat masuk menjumpai Allah, padahal ia belum bersih dari kelalaian. Bagaimana ia berharap akan mengerti rahasia yang halus dan tersembunyi, padahal ia belum taubat dari kekeliruannya."
Dalam hikmah ke 13 ini menjadi kelanjutan hikmah sebelumnya (12) yang menerangkan tentang pentingnya Uzlah, sedang hikmah 13 memperingatkan Uzlah jasad (tubuh) saja tidak akan ada artinya jika hatinya tidak ikut ber-Uzlah, hatinya masih bebas dan dipenuhi empat perkara :
- Gambaran, ingatan, keinginan terhadap benda(dunia), seperti harta, wanita,pangkat jabatan dll.
- Syahwat,keinginan yang melupakan Alloh.
- Kelalaian dari dzikir kepada Alloh.
- Dosa-dosa yang tidah di basuh dengan Taubat.
Jadi seorang murid yang ingin wushul kepada Alloh harus membersihkan dari empat perkara tersebut.
Karena Berkumpulnya dua hal yang berlawanan pada saat besamaan dalam satu tempat dan waktu itu mustahil [tidak mungkin], sebagaimana berkumpulnya antara diam dan gerak, antara cahaya terang dan gelap. Demikian pula cahaya iman berlawanan dengan gelap yang disebabkan karena selalu masih berharap kepada sesuatu selain Alloh. Demikian pula mengembara menuju kepada Alloh harus bebas dari belenggu hawa nafsu supaya dapat sampai kepada Alloh azza wajalla. Alloh berfirman: "Bertakwalah kepada Alloh dan Alloh akan mengajarkan kepadamu segala kebutuhanmu."
Rosulullah shollallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya pengetahuan yang belum diketahui."
Imam Ahmad bin Hambal rodhiallohu 'anhu bertemu dengan Ahmad bin Abi Hawari dan berkata: Ceritakanlah kepada kami apa-apa yang pernah engkau dapat dari gurumu Abu Sulaiman. Jawab Ahmad bin Abi Hawari: Bacalah Subhanallah tapi tanpa rasa kekaguman. Setelah dibaca oleh Ahmad bin Hambal: "Subhanallah". Maka Ibnu Hawari berkata: Aku telah mendengar Abu Sulaiman berkata: Apabila hati (jiwa) manusia benar-benar berjanji akan meninggalkan semua dosa, niscaya akan terbang ke alam malakut, kemudian kembali membawa berbagai ilmu yang penuh hikmah tanpa memerlukan lagi guru. Ahmad bin Hambal setelah mendengar keterangan itu langsung ia berdiri dan duduk ditempatnya berulang-ulang sampai tiga kali, lalu berkata: Belum pernah aku mendengar keterangan serupa ini sejak aku masuk Islam. Ia sungguh merasa puas dan sangat gembira menerima keterangan itu,
lalu ia membaca hadits: "Man amila bima alima warrotsahullohu ilma maa lam ya'lam." Barangsiapa yang mengamalkan apa yang telah diketahui, maka Alloh akan mewariskan kepadanya pengetahuan yang belum diketahui.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Bagaimana mungkin qalbu akan bersinar terang, sedangkan anasir keduniaan masih menyelimutinya dan dianggap bisa mendatangkan manfaat dan bahaya? Bahkan, anasir keduniaan itu begitu di andalkannya!
Jika hati masih terbelenggu nafsu, bagaimana mungkin bisa berjalan menuju Allah Ta’ala? Orang yg dibelenggu tentu tidak akan mampu berjalan. Bagaimana pula hati bisa melihat Allah Ta’ala, sedangkan ia masih belum suci dari junub kelalaiannya?
Di sini, Syaikh Ibnu Atha’illah mengumpamakan kelalaian dengan junub. Dan seorang yg sedang junub tidak diperbolehkan memasuki masjid. Seperti itu pula orang yg dikuasai kelalaian, ia tidak akan di izinkan menemui Allah Ta’ala.
Bagaimana mungkin hati akan mewarisi ilmu kaum ‘arif, sedangkan ia belum bertaubat dari kesalahan atau maksiat yg tidak disengaja dilakukannya?
Dalam hikmah di atas, Syaikh Ibnu Atha’illah mengungkapkan kejanggalan yg dilihatnya. Menurutnya, bagaimana mungkin seseorang bisa meraih sesuatu yg di inginkannya, sedangkan ia masih melakukan hal² yg justru merintangi pencapaiannya. Hati yg bercahaya hanya dapat diraih dengan cahaya iman dan keyakinan, bukan dengan harta dan hal² lain yg bersifat duniawi. Keduniaan justru akan membuat hati menjadi gelap.
Perjalanan menuju Allah Ta’ala hanya bisa dilakukan dengan memutus belenggu nafsu dan syahwat, bukan dengan menuruti nafsu dan syahwat. Pertemuan dengan Allah Ta’ala hanya bisa terjadi bila hati telah suci. Hati yg masih belum suci atau masih dikotori oleh kelalaian akan menghalangi pertemuan dengan Allah Ta’ala. Kemampuan menguasai ilmu dan mengetahui detail² rahasia hanya bisa didapat melalui ketakwaan, bukan dengan keinginan yg besar untuk selalu melakukan maksiat.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 282)
Dalam sebuah khabar disebutkan, “Siapa yg beramal dengan ilmunya, maka Allah akan mewarisinya ilmu yg tidak diketahuinya.”
Keempat hal di atas sebenarnya saling mempengaruhi satu sama lain. Tampilnya gambaran keduniaan di dalam cermin hati menjadi sebab terbelenggunya hati oleh syahwat. Keterbelengguan hati dapat menyebabkan kelalaian. Kelalaian menjadi sebab segala kekeliruan, dan kekeliruan menjadi sebab butanya hati. Wallaahu a’lam