Hak Yang Bisa Dipenuhi Dan Yang Tidak Bisa Dipenuhi
حُقُوْقٌ فِي الْأَوْقَاتِ يُمْكِنُ قَضَاؤُهَا، وَحُقُوْقُ الْأَوْقَاتِ لَايُمْكِنُ قَضَاؤُهَا، إِذْمَا مِنْ وَقْتٍ يَرِدُ إِلَّا وَلِلهِ عَلَيْكَ فِيْهِ حَقٌّ جَدِيْدٌ وَأَمْرٌ أَكِيْدٌ، فَكَيْفَ تَقْضِي فِيْهِ حَقَّ غَيْرِهِ وَأَنْتَ لَمْ تَقْضِ حَقَّ اللهِ فِيْهِ؟
“Berbagai kewajiban yg dikerjakan pada sejumlah waktu dapat diganti. Namun, kewajiban terhadap sejumlah waktu (keadaan) tidak dapat diganti. Pasalnya, tidaklah satu waktu tiba, kecuali membawa kewajiban baru dan perintah penting dari Allah yg harus kau tunaikan. Bagaimana mungkin kau menunaikan hak yg lain, sedangkan di dalamnya hak Allah tidak kau tunaikan?”
Hak² (kewajiban yg ada dalam waktu) yaitu: ibadah² seperti shalat, puasa, zakat, dan lainnya, bila tidak bisa dikerjakan pada waktunya, bisa di qodho’ pada waktu lainnya. Tetapi hak² waktu itu sendiri yakni apa yg disediakan diberikan Allah Ta’ala untuk hamba waktu itu, jika tidak dilaksanakan hak²nya tidaklah mungkin bisa di qodho’nya.
Syaikh Abul Abbas al-Mursyi qs. berkata: Waktu² yang diberikan kepada hamba itu ada empat:
- Nikmat,
- Bala’,
- Taat,
- Maksiat.
Dan Allah Ta’ala mewajibkan kepadamu pada tiap² waktu itu ada bagian ibadah yg harus kamu penuhi dengan hukum²nya Tuhan. Barang siapa di dalam waktu taat, maka hak/kewajiban yg harus dipenuhi yaitu memandang anugerah dari Allah Ta’ala, apabila dalam waktu mendapat kenikmatan, maka dengan bersyukur, yaitu: senangnya hati karena Allah Ta’ala, apabila dalam waktu maksiat, maka yg harus dipenuhi yaitu taubat dan minta ampun, apabila waktu mengalami bala’ ujian, maka harus bersabar dan ridha.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Siapa yg diberi lalu bersyukur, dan di uji lalu bersabar, dan di aniaya lalu memaafkan dan berdosa lalu minta ampun.” Rasulullah Saw. kemudian diam sejenak. Sahabat bertanya: “Kemudian apakah ya Rasulullah untuknya?”
Rasulullah Saw. menjawab: “Mereka orang yg pasti mendapat kesejahteraan (di akhirat), dan merekalah orang yg mendapat petunjuk/hidayah (di dunia).”
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Kewajiban² pada waktu² tertentu, berupa shalat, puasa, dan sebagainya, bisa diganti di lain waktu apabila waktu yg telah ditetapkan untuknya terlewatkan. Akan tetapi, kewajiban terhadap waktu ialah ahwal yang didapat seorang hamba dari Tuhannya. Waktu seorang hamba adalah ahwal (keadaan) yg dialaminya. Ada empat waktu yg biasa dialami seorang hamba, yaitu nikmat, ujian (petaka), ketaatan, dan maksiat. Semuanya disebut “waktu” karena ia datang pada waktu² tertentu; hak² waktu yg wajib kau tunaikan adalah sikap² batin yg dibutuhkan oleh ahwal tersebut.
Bila waktu itu berupa kenikmatan, haknya atau kewajiban yg harus kau tunaikan untuknya adalah, kau harus memuji Allah Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat itu. Bila berupa ujian, kau harus bersabar dan ridha. Jika berupa ketaatan, kau harus tetap melihat karunia-Nya. Namun, bila berbentuk maksiat, kau harus beristighfar dan bertaubat.
Oleh sebab itu, orang² berkata, “Seorang yg miskin selalu menjadi anak waktunya.” Dengan kata lain, ia selalu berlaku sopan terhadap waktunya dan selalu menunaikan haknya, sebagaimana seorang anak yg berlaku sopan terhadap bapaknya.
Hak² waktu itu tidak bisa diganti jika terlewatkan karena tak ada waktu atau keadaan lain yg datang, kecuali di dalamnya Allah Ta’ala memiliki kewajiban dan perintah baru atasmu yg harus kau kerjakan. Oleh karena itu, tak ada hal lain bagimu, kecuali kau harus menunaikan hak² waktumu agar tak ada kewajiban yg kau lewatkan.
Oleh sebab itu, Syaikh Ibnu Atha’illah berkata, “Bagaimana kau menunaikan hak lain yg telah kau lewatkan, sedangkan kau belum menunaikan hak Allah di dalamnya.” Maksudnya adalah hak yg berhubungan dengan waktu itu. Sekiranya Syaikh Ibnu Atha’illah berkata, “Sedangkan kau belum menunaikan hak waktu itu?” mungkin akan lebih tepat dan jelas lagi. Saat itu, kau wajib mengawasi hatimu agar ia menjaga hak² itu yg tak mungkin digantikan jika terlewatkan. Jangan kau sibukkan waktumu dengan syahwat² dirimu dan kekerasan jiwa kemanusiaanmu sehingga kau menyia-nyiakan hak² Allah Ta’ala yg wajib kau tunaikan dan tak ada gantinya jika terlewatkan.
مَافَاتَ مِنْ عُمْرِكَ لَاعِوَضَ لَهُ، وَمَا حَصَلَ لَكَ مِنْهُ لَاقِيْمَةَ لَهُ
“Usiamu yg berlalu tidak dapat digantikan dan apa yg kau raih darinya tidak ternilai harganya.”
Umur seorang mukmin itu sebagai pokok hartanya, dengan harta itu bisa beruntung bisa juga rugi, barang siapa bersungguh-sungguh maka dia akan beruntung, dan siapa yg menyia-nyiakan pasti akan merugi. Apabila waktu umurnya terlewatkan selain untuk taat kepada Allah Ta’ala, maka tidak ada gantinya, dan apabila telah pergi maka tidak akan kembali selamanya.
Rasulullah Saw. bersabda: “Setiap waktu yg telah lewat dari (umur) hamba, yg tidak untuk berdzikir kepada Allah pada waktu itu, besok di hari kiamat pasti menyesal dan merugi.”
Sayyidina Ali kw. berkata kepada Sayyidah Fatimah ra.: “Ketika membuat makanan, buatlah yg halus dan lunak (tidak keras), karena makanan yg lunak dan yg keras itu lima puluh kali tasbih bandingannya.”
Maka dari itu para Ulama’ Salafusshaleh sangat memperhatikan dan menjaga nafasnya, dan cepat² mencari keuntungan pada setiap masa dan waktu. Mereka tidak menyia-nyiakan waktunya sedikitpun.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Usiamu yg berlalu tidak akan pernah kembali lagi. Jika kau tidak melakukan amal shaleh di sepanjang usiamu, kau akan kehilangan kebahagiaan sebesar usiamu itu dan kau tidak akan mendapatkannya lagi.
Apa yg kau raih selama usiamu tak ternilai harganya dan tak bisa diukur dengan apa pun. Jika kau sibuk dengan hak² Allah Ta’ala selama usiamu, kau akan meraih kerajaan besar di akhirat, kemuliaan agung yg tidak akan fana. Oleh karena itu, para salafusshaleh amat memperhatikan setiap desah napas dan setiap detik waktu mereka dengan segera menggunakan kesempatan dan waktunya. Mereka senantiasa tidak puas dengan apa yg telah mereka lakukan untuk Tuhannya.
Dalam hadits disebutkan, “Waktu yg tidak dimanfaatkan seorang hamba untuk mengingat Allah akan menjadi waktu penyesalan baginya.”
Ada yg berkata, “Di hari kiamat, akan diperlihatkan kepada setiap hamba hari² yg telah dilaluinya dalam bentuk simpanan yg diletakkan berbaris-baris di dalam dua puluh lemari. Di setiap lemari, terdapat satu kenikmatan atas amal shaleh yg telah dilakukannya di dunia. Jika suatu ketika ia tidak melakukan amal shaleh, lemari itu terlihat kosong. la pun akan menyesalinya. Namun, saat itu penyesalan sudah tidak lagi berguna.” Wallaahu a’lam