12.4.23

Hari Rayanya Murid

وُرُوْدُ الْفَاقَاتِ أَعْيَادُا لْمُرِيْدِيْنَ

“Datangnya beragam kesukaran merupakan hari raya bagi para murid.”

Seorang murid itu ketika kedatangan kesulitan, kefakiran, bala’, sehingga merasa rendah diri dihadapan Allah, itu adalah saat yg terbaik untuk mendapat belas kasih Allah, dan mempercepat tercapainya tujuan yaitu taqarrub kepada Allah. Sebagaimana diterangkan pada hikmah yg lalu bahwa dengan kefakiran, nafsu tidak dapat bagian apa², yakni dengan kefakiran itu sebagai kemenangan melawan hawa nafsu, sehingga saat yg demikian itu sebagai hari raya yg sangat menggembirakan, sebab tunduknya hawa nafsu, hilangnya rasa kesombongan, ujub atau besar diri.

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:

Hari raya adalah hari di saat kebahagiaan meliputi seluruh orang. Bagi para murid, kesukaran adalah hari raya yg mendatangkan kebahagiaan. Para murid merasa bahagia dengan kesukaran karena kesukaran dapat mempercepat sampainya mereka kepada tujuan. Selain itu, di dalam kesukaran terkandung penghinaan dan pembatasan hawa nafsu. Orang² awam amat senang dengan kedatangan hari raya karena mereka bisa mendapatkan keinginan hawa nafsunya, berupa makanan lezat, pakaian baru, dan lain sebagainya.

رُبَّمَا وَجَدْتَ مِنَ الْمَزِيْدِ فِي الْفَاقَاتِ مَا لَا تَجْدُهُ فِي الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ

“Barangkali, pada saat sulit, kau mendapatkan tambahan karunia yg tidak kau temukan dalam puasa dan shalat.”

Itu bisa terjadi sebab puasa dan shalat terkadang karena kesenangan dan kepentingan hawa nafsu, sehingga ibadahnya tidak bisa selamat dari afatnya ibadah seperti riya’, takabbur, ujub dan lain². Berbeda ketika dalam kondisi fakir, akan hilang kesenangan dan kepentingan hawa nafsu. Dan lagi hikmah ini bisa di artikan bahwa datangnya kefakiran, bala’ itu sebagai nikmat batin (samar).

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:

Wahai murid, barangkali saat kau mengalami kesulitan, kau mendapatkan tambahan karunia berupa kesucian batin, cahaya, dan makrifat yg tidak kau dapatkan pada puasa dan shalat karena bisa jadi puasa dan shalat yg kau lakukan lebih didasari keinginan nafsumu dan keuntungannya.

Ibadah seperti ini adalah ibadah yg tidak terbebas dari kekurangan sehingga tidak bisa digunakan untuk menyucikan hati. Di saat sulit, hawa nafsu dan syahwat tertahan. Oleh karena itu, saat sulit, karunia yg didapat seorang hamba lebih banyak daripada yg didapatnya dalam puasa dan shalat.

اَلْفَاقَاتُ بُسْطُ الْمَوَاهِبِ

“Ragam ujian merupakan hamparan anugerah.”

Dengan datangnya kefakiran, hakikatnya Allah mendudukkan kamu di hadapan-Nya, dan cukuplah bagi kamu apa yg ada dari macam² anugerah dari Allah.

Dan lagi apabila Allah akan memberi anugerah yg besar kepada hamba, akan tetapi amal ibadah lahiriahnya tidak mencukupi sebagai tebusan karunia Allah, maka Allah menguji padanya dengan bala’ sebagai tebusan berbagai dosa, kemudian diberikannya anugerah karunia dari Allah.

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:

Ragam ujian seumpama hamparan permadani yg dipenuhi karunia dan pemberian Ilahi bagi yg duduk di atasnya. Sebagaimana halnya orang yg duduk di atas permadani raja, ia tentu akan mendapatkan kenikmatan yg diberikan raja kepadanya.

Ujian yg berupa kesulitan membuatmu selalu hadir bersama Tuhanmu dan mendudukkanmu di permadani ketulusan. Pada saat hadir itulah, kau akan diberi karunia Rabbani dan hembusan kasih sayang-Nya.

إِذَا أَرَدْتَ وُرُوْدَ الْمَوَاهِبِ عَلَيْكَ، صَحِّحِ الْفَقْرَ وَالْفَاقَةَ لَدَيْكَ. إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ

“Jika kau mengharapkan datangnya karunia, luruskan rasa papa dan butuh pada dirimu karena “Sedekah hanya diberikan kepada mereka yg fakir (butuh).”

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:

Jika kau ingin mendapatkan karunia Allah, luruskan rasa miskin dan butuh pada dirimu. Caranya adalah dengan mewujudkan keduanya pada dirimu secara total sehingga kau tidak lagi membutuhkan selain-Nya dengan cara apa pun. Saat itulah, karunia Ilahi akan datang kepadamu. Ini sesuai dengan firman Allah, “Sesungguhnya zakat² itu hanyalah untuk orang² fakir…, ” (QS. At-Taubah [9]: 60)

تَحَقَّقْ بِأَوْصَافِكَ يُمِدُّكَ بِأَوْصَافِهِ، تَحَقَّقْ بِذُلِّكَ يُمِدَّكَ بِعِزِّهِ. تَحَقَّقْ بِعَجْزِكَ يُمِدَّكَ بِقُدْرَتِهِ، تَحَقَّقْ بِضَعْفِكَ يُمُدُّكَ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ

“Tampakkan sifat²mu, niscaya Dia akan membantumu dengan sifat²Nya. Tampakkan kehinaanmu, niscaya Dia membantu dengan kemuliaan-Nya. Tampakkan kelemahanmu, niscaya Dia membantu dengan kekuasaan-Nya. Tanpakkan ketidakberdayaanmu, niscaya Dia membantu dengan daya dan kekuatan-Nya.”

Hikmah ini mengajarkan kepada kita supaya menempati posisi kita yg semestinya, yaitu sebagai hamba, yg mempunyai sifat asli yaitu: fakir, kurang, lemah, hina, dan bodoh. Apabila kita mengakui dan memposisikan diri sebagai hamba, niscaya Allah akan menolong kita, memberi kemudahan dan karunia-Nya kepada kita. Dan ketika Allah memberikan kekayaan, kemuliaan, kekuasaan dan kekuatan, kita akan sadar dan merasa bahwa itu semua dari Allah, bukan dari diri sendiri, dan bukan dari selain Allah. Itulah tauhid yg murni, yg tidak ada tuhan, tidak ada daya kekuatan, melainkan Allah, dan semata-mata bantuan dan pertolongan-Nya, tanpa ada perantara dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Sebaliknya apabila kita tidak mau menempati kedudukan kita sebagai hamba, dan lupa akan sifat kehambaan, yg akan menjadikan murka Allah, dan menyaingi sifat² Allah.

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:

Tunjukkan sifat²mu, niscaya Dia akan membantumu dengan sifat²Nya. Wujudkan sifat kehinaanmu, niscaya Dia akan memberimu kemuliaan-Nya sehingga kau akan menjadi mulia, bukan dengan dirimu sendiri. Wujudkan sifat kelemahanmu, niscaya Dia akan membantumu dengan kekuatan-Nya sehingga kau mampu berbuat apa saja, bukan dengan dirimu sendiri. Tampakkan ketidakberdayaanmu, niscaya Dia membantumu dengan kekuatan dan daya-Nya sehingga kau menjadi kuat dengan kekuatan-Nya, bukan dengan kekuatan dirimu sendiri.

Demikian pula jika kau tampakkan kebutuhan dan kemiskinanmu, Dia akan membantumu dengan kekayaan-Nya. Seandainya kau duduk di permadani kehinaan, lalu kau katakan, “Wahai Yang Maha Mulia, siapa lagi yg memberi kemuliaan kepada yg hina selain diri-Mu?” kau duduk di permadani kelemahan, lalu kau katakan, “Wahai Yang Maha Kuasa, siapa yg memberi kuasa kepada yg lemah selain diri-Mu?” kau duduk di atas permadani ketidakberdayaan, lalu kau katakan, “Wahai Yang Maha Kuat, siapa yg memberi kekuatan kepada yg lemah selain Diri-Mu?” kau duduk di permadani kemiskinan dan kesulitan sambil berkata, “Wahai Yang Maha Kaya, siapa yg memberi kekayaan kepada orang yg miskin selain diri-Mu?” niscaya kau akan mendapatkan jawaban seakan jawaban itu datang berdasarkan kehendak dan keinginanmu. Wallaahu a’lam