Lebih Utama Mana Antara Berdo’a Atau Tidak
رُبَّمَا دَلَّهُمُ الْأَدَبُ عَلَى تَرْكِ الطَّلَبِ، اِعْتِمَادًا عَلَى قِسْمَتِهِ، وَاشْتِغَالًا بِذِكْرِهِ عَنْ مَسْئَلَتِهِ
“Terkadang, adab membuat orang² ‘Arif tidak meminta karena mereka telah bersandar kepada pembagian-Nya dan sibuk berdzikir mengingat-Nya sehingga lupa meminta kepada-Nya.”
Ada sebagian ‘Arifin yg mereka terkadang terpaksa untuk tidak meminta, dan menyerah pada Allah dan hanya mengandalkan pembagian yg sudah ditetapkan Allah di zaman ‘azal.
Para ulama ada yg berbeda pendapat tentang lebih utama mana antara meminta/berdoa atau diam/tidak meminta.
Ada yg berpendapat: lebih utama berdoa, karena berdoa itu bagian dari ibadah, dan mengerjakan perkara yg disebut ibadah itu lebih utama daripada meninggalkannya.
Sebagian berpendapat: diam dan tidak berdoa dan merasa puas dan ridha dengan berlakunya hukum (qadha) itu lebih sempurna dan diridhai, karena sesuatu yg sudah dipilihkan Allah untuk kita itu lebih utama daripada pilihan kita.
Dan ada yg berpendapat: waktu itu berbeda-beda, adakalanya lebih utama berdoa dan adakalanya lebih baik diam, sebagaimana yg dikatakan Syaikh Abul Qasim Al-Qusyairi ra.
Apabila hati lebih condong kepada doa, maka lebih baik berdoa, dan apabila hati lebih condong diam, maka diam dan tidak berdoa lebih baik. Apabila hati lebih condong kepada ridha, dan puas dengan pembagian dan pilihan dari Allah, dan lebih memperbanyak dzikir itulah adab tata krama yg utama.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Maksudnya, orang ‘arif terkadang diliputi sikap pasrah dan tawakkal sehingga tidak mau meminta kepada Allah karena merasa cukup dengan pembagian dan ketetapan azali. Di antara orang yg kita lihat benar² meraih maqam ini adalah Syaikh Mushthafa Afandi At-Turki Al-Qasthimuni Al-Jarkasi.
Orang² berbeda pendapat, manakah yg lebih utama: berdoa kepada Allah ataukah hanya diam dan rela dengan pembagian-Nya? Di antara mereka ada yg berkata, “Doa lebih utama karena di dalam doa terkandung ibadah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw., ‘Doa adalah inti ibadah.’ Melaksanakan sesuatu yg mengandung unsur ibadah lebih utama daripada meninggalkannya.”
Ada pula yg berpendapat bahwa diam dan pasrah terhadap hukum dan ketetapan Allah lebih utama dan lebih sempurna karena hal yg sudah dipilihkan Allah untukmu lebih baik daripada pilihanmu sendiri. Dalam hadits qudsi disebutkan, “Siapa yg dzikirnya kepada-Ku membuatnya sibuk sehingga tidak meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya yg lebih baik daripada yg Ku berikan kepada orang yg meminta.”
Sebagian orang berkata, “Waktu itu bermacam-macam. Jika seseorang merasakan dorongan untuk berdoa di hatinya, seperti kelapangan dan kekhusyukan, doa baginya lebih utama. Namun, jika ia merasakan di hatinya dorongan untuk diam, seperti tidak khusyuk atau gelisah, diam baginya lebih baik. Apabila ia tidak mendapati dorongan apa pun di hatinya, berdoa ataupun tidak berdoa sama saja baginya. Namun, jika yg mendominasi kala itu adalah makrifat, diam lebih baik.”
Syaikh Ibnu Atha’illah menegaskan ucapannya tentang adab di atas dengan menyatakan bahwa terkadang adab itu terpelihara pada saat seseorang tidak meminta.
إِ نَّمَا يُذَكَّرُ مَنْ يَجُوْزُ لَهُ الْإِغْفَالُ، وَإِنَّمَا يُنَبَّهُ مَنْ يُمْكِنُ مِنْهُ الْإِهْمَالُ
“Yg perlu di ingatkan adalah yg bisa lupa dan yg perlu ditegur adalah yg mungkin teledor.”
Apakah mungkin Allah itu lupa? Kok harus di ingatkan dengan meminta. Dan apakah mungkin Allah itu teledor, sehingga tidak memperhatikan hamba-Nya? Itu tidak mungkin, dan itu muhal bagi Allah. Maka bagi para ‘Arif, meninggalkan meminta itu bagian dari adab tata krama kepada Allah.
Syaikh Abu Bakar Al-Wasithi ra. ketika diminta mendoakan muridnya, lalu ia berkata: ‘Aku khawatir jika aku berdoa, lalu ditanyakan kepadaku begini: ‘Jika engkau meminta kepada-Ku apa yg menjadi hakmu, berarti engkau curiga kepada-Ku, dan bila engkau meminta apa yg bukan menjadi hakmu, berarti engkau telah menyalahgunakan kewajibanmu untuk memuji kepada-Ku, dan bila kau ridha maka Aku akan menjalankan padamu apa yg sudah Aku tetapkan pada masa yg sudah lalu (zaman ‘Azal).’
Syaikh Abdullah bin Munazil berkata: ‘Sejak lima puluh tahun saya tidak pernah berdoa meminta kepada Allah, juga tidak ingin di doakan oleh orang lain. Sebab segala sesuatu berjalan menurut apa yg telah ditetapkan oleh Allah di zaman ‘azal, dan saya sudah merasa puas dengan itu.’
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Yg perlu di ingatkan dengan doa dan permintaan adalah yg bisa lupa dan tidak menyadari ada yg meminta. Yg perlu ditegur adalah yg mungkin teledor dan tidak teliti. Sifat lupa dan teledor ini amat mustahil bagi Allah. Oleh sebab itu, tidak meminta kepada Allah, menurut orang² ‘arif, adalah adab karena tanpa diminta dan di ingatkan pun Allah tidak akan lupa dan teledor. Wallaahu a’lam