Karunia Ilahi Yang Di Ilhamkan Ke Dalam Hati Akan Menyalahi Kebiasaan
مَتَى وَرَدَتِ الْوَارِدَاتُ اْلإِلَهِيَّةُ إِلَيْكَ هَدَمَتِ الْعَوَائِدَ عَلَيْكَ. إِنَّ الْمُلُوْكَ إِذَا دَخَلُوْ اقَرْيَةً أَفْسَدُوْهَا
Ketika berbagai limpahan karunia Ilahi datang kepadamu, lenyaplah semua kebiasaan burukmu karena, “Sesungguhnya raja² apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakan negeri itu dan membuat penduduknya yg mulia menjadi hina.” (QS. An-Naml [27]: 34)
Yg dimaksud al-Waridatul Ilahiyyah dalam hikmah ini yaitu: rasa cinta dan rindu yg sangat, yg diberikan Allah Ta’ala ke dalam hati hamba-Nya, atau juga rasa ketakutan yg sangat, sehingga bisa menghancurkan dan mengeluarkan kebiasaan dan kesenangan hawa nafsu, dan bergegas menuju makrifat dan ridho-Nya.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
“Limpahan karunia Ilahi” dalam hikmah tersebut adalah manifestasi Allah Ta’ala atau ahwal. Ketika semua itu masuk ke dalam hatimu dan menciptakan ahwal, ia akan melenyapkan kebiasaan² dan perkara² buruk jiwamu. Karunia Ilahi memiliki kekuatan besar. Jika meresap ke dalam hati yg banyak berisi keburukan dan kekotoran, ia akan membersihkannya dan menggantinya dengan ahwal yg berisi sifat² yg diridhai-Nya.
Biasanya, para raja dengan bala tentaranya, jika masuk ke sebuah negeri, akan memusnahkan negeri itu dan menghancurkan semua kenikmatan yg biasa didapat oleh penduduknya. Demikian pula karunia Ilahi, ia di umpamakan dengan bala tentara raja. Jika ia memasuki hati, ia akan memusnahkan semua yg ada di dalamnya.
Ini adalah jawaban dari ungkapan yg menyatakan bahwa kebiasaan adalah sesuatu yg selalu dilakukan oleh watak dan tabiat sehingga sulit untuk dihilangkan meski oleh limpahan karunia Ilahi. Namun, limpahan karunia Ilahi itu memiliki sifat menghancurkan dan memusnahkan, seperti halnya bala tentara raja². Dengan demikian, ia mampu menghapus kebiasaan² buruk dalam hati.
الْوَارِدُ يَأْتِي مِنْ حَضْرَةِ قَهَّارٍ، لِأَجْلِ ذٰلِكَ لَايُصَادِمُهُ شَيْءٌ إِلَّا دَمَغَهُ. بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ
Limpahan karunia datang dari sisi Dzat Yang Maha Mengalahkan (Al-Qahhar). Oleh karena itu, semua yg berbenturan dengannya pasti hancur. “Sebenarnya Kami melemparkan yg haq kepada yg bathil, lalu yg haq itu menghancurkannya. Maka dengan serta-merta yg bathil itu lenyap.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 18)
Dalam hikmah ini dijelaskan tentang warid yg datang ke dalam hati hamba dari asma’ Allah Al-Qahhar (Maha Perkasa), maka semua yg ada dari hawa nafsu, aghyar (semua selain Allah Ta’ala) yg ada dalam hati akan dimusnahkan dengan keperkasaan-Nya. Sehingga hamba yg diberi warid itu semuanya menjadi haq. Yg dimaksud al-Bathil yaitu segala sesuatu selain Allah Ta’ala.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Limpahan karunia datang dari Dzat Yang Memiliki kemampuan untuk mengalahkan dan menguasai karena ia datang dari Dzat Yang Maha Mengalahkan dan tak bisa dikalahkan. Oleh sebab itu, semua sifat buruk yg berbenturan dengan-Nya akan hancur. Selain itu, karunia Ilahi adalah kebenaran yg datang melawan kebathilan. Kebathilan takkan ada jika dihancurkan oleh kebenaran.
Allah Ta’ala berfirman, “Sebenarnya Kami melemparkan yg haq kepada yg bathil, lalu yg haq itu menghancurkannya. Maka dengan serta-merta yg bathil itu lenyap.” (QS. Al-Anbiya’ [21]: 18).
كَيْفَ يَحْتَجِبُ الحَقُّ بِشَيْءٍ والَّذِى يَحْتَجِبُ بِهِ هُوَ فِيهِ ظَاهِرٌ وَمَوجُودٌ حَاضِرٌ
“Bagaimana mungkin Allah terhijab oleh sesuatu, sedangkan Dia tampak, ada, dan hadir pada sesuatu yg dijadikan hijab.”
Bagaimanakah Allah Ta’ala akan terhijab dengan sesuatu, padahal sesuatu yg terlihat itu semata-mata nur Ilahi, dan pada segala tempat Allah Ta’ala berada dan hadir, tidak pernah ghaib. Karena itu disebut dalam hadits qudsi: “Hijab Allah ialah nur yg apabila dibuka niscaya dapat membakar apa saja yg diperlihatkannya, janganlah manusia akan dapat bertahan sedang bukit hancur, dan Nabi Musa pingsan sebelum melihat langsung.” Demikianlah rahmat Allah Ta’ala menghijab kita untuk keselamatan kita sendiri menurut hikmah-Nya.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Bagaimana mungkin Allah Ta’ala terhijab oleh sesuatu, sedangkan pada sesuatu yg menjadi hijab itu, Allah Ta’ala tampak dan hadir serta bisa disaksikan oleh para pemilik mata batin.
Bagaimana mungkin sesuatu yg menjadi objek penampakan Allah Ta’ala menjadi hijab bagi-Nya. Keterhalangan Allah Ta’ala hanya terjadi bagi orang² yg dibutakan mata hatinya sehingga tidak bisa melihat-Nya pada segala sesuatu.
لَاتَيْأَسْ مِنْ قَبُوْلِ عَمَلٍ لَمْ تَجِدْ فِيهِ وُجُوْدَ اْلحُضُوْرِ، فَرُبَّمَا قَبِلَ مِنَ الْعَمَلِ مَالَمْ تُدْرِكْ ثَمْرَتَهُ عَاجِلًا
“Jangan putus asa terhadap amal yg kau kerjakan dengan tidak khusyuk; apakah diterima atau tidak. Bisa jadi, Dia menerima amal yg buahnya tidak kau dapatkan secara langsung.”
Sudah diterangkan dalam hikmah² terdahulu, bahwa buahnya amal (yakni: merasakan manis dan enaknya amal dalam hati ketika mengerjakan amal), itu bagian tanda diterimanya amal tersebut.
Walaupun demikian terkadang Allah Ta’ala itu menerima amal yg belum bisa merasakan buahnya, yg terpenting kau selalu berusaha taqwa kepada Allah Ta’ala lahir dan batin, ikhlas Lillah dalam beramal, dan kau jangan putus asa karena buahnya amal itu hanya sebagian alamat/tanda diterimanya amal, sedangkan tanda itu tidaklah pasti terjadi.
Dan jangan kau meninggalkan amal sebab belum bisa hadirnya hati kepada Allah Ta’ala, atau belum bisa merasakan buahnya, tapi kewajiban bagimu yaitu dawam/selalu mengerjakan amal itu sampai bisa mendapatkan buahnya amal, barang siapa yg mau selalu mengetuk pintu, pastilah dia akan masuk ke pintu tersebut.
Adalah seorang ‘Abid yg selama empat puluh tahun berada di Makkah, dan selalu berdoa: Labbaika Allahumma Labbaik, lalu ada hatif yg mengatakan: ‘Tidak, kamu tidak hadir dan tidak beruntung, dan hajimu ditolak (tidak diterima)’, dan ‘Abid tersebut selalu mengerjakan amalan tersebut, dan tidak meninggalkannya, suatu hari ada seorang laki² datang kepadanya dan memanggilnya: ‘Ya ‘abid labbaik (kesini)’, lalu ada jawaban hatif: ‘La Labbaik’, lalu lelaki tersebut berdiri dan terbesit dalam hatinya: ‘Orang ini ditolak.’ Lalu ‘Abid memanggil tuannya, ‘Hai tuanku, engkau mengatakan Labbaik, dan ada jawaban La labbaik’, si ‘Abid menerangkan: ‘Ini yg terjadi padaku selama empat puluh tahun, aku selalu mendengar perkataan tersebut, tetapi aku selalu bertahan di depan pintu-Nya, walaupun aku ditolak seribu kali aku tidak akan meninggalkan pintu tersebut, sampai Allah menerimaku.’ Maka ketika ‘Abid mengatakan Labbaik, lalu ada jawaban dari Allah: ‘Labbaika, wa sa’daika.’
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Jangan putus asa terhadap diterimanya sebuah amal yg kau kerjakan dan saat mengerjakannya hatimu tidak merasakan kehadiran Allah Ta’ala atau tidak merasa seakan melihat Allah Ta’ala. Bisa jadi, hal itu merupakan bukti bahwa amalmu diterima karena ketiadaan bukti tidak mesti meniadakan yg dibuktikan.
Oleh sebab itu, Syaikh Ibnu Atha’illah berkata, “Bisa jadi, Dia menerima amal yg buahnya tidak kau rasakan secara langsung.” Maksudnya, buah penerimaan atau bukti²nya tidak kau sadari secara langsung saat kau melakukannya. Di antara bukti amalmu diterima adalah adanya rasa manis dan nikmat hati saat kau melakukan sebuah amal.
لاتُزَكِّيْنَ وَارِدًا لَاتَعْلَمُ ثَمْرَتُهُ فَلَيْسَ الْمُرَادُ مِنَ السَّحَابَةِ وُجُوْدَ الْاِمْطَارِ اِنَّمَا الْمُرَادُ وُجُوْدُ الاَثْمَارِ
“Jangan membanggakan datangnya warid yg buahnya tidak kau ketahui karena tujuan bergumpalnya awan bukanlah turunnya hujan, melainkan tumbuhnya buah-buahan.”
Apabila warid datang dari Allah Ta’ala ke dalam hatimu, akan tetapi tidak menjadikanmu cinta kepada Tuhanmu, semangat melaksanakan taat kepada-Nya dengan memenuhi hak²Nya, jangan kamu merasa bangga/senang dengan warid seperti ini, karena buah dari pada warid dalam hati itu bisa merubah sifat² hati yg jelek menjadi terpuji, seperti keterangan hikmah yg terdahulu.
Sebagaimana isyarah dari Syaikh Ibnu Atha’illah tentang datangnya awan, tujuan utamanya bukan sekedar hujan, tapi hasilnya bumi setelah datangnya hujan yakni berupa buah dari tanaman. Begitu juga dengan datangnya warid/ahwal bukan sekedar amal yg hudhur, tapi yg lebih utama hasilnya yaitu ridha, syukur, dan masuk ke dalam An-Nur, dan kemuliaan berjumpa Allah Al-Ghafur (Yang Maha Pengampun).
Ingatlah!! terkadang warid/ahwal itu bisa menjadi hijab, bagi orang yg berhenti dan bangga pada warid tersebut. Sebagian ulama mengatakan: Takutlah kamu dengan rasa manis/enaknya taat, karena itu bagaikan racun yg membunuh, bagi orang yg berhenti pada rasa tersebut, janganlah kamu menjadi hambanya hal/warid, tapi jadilah hambanya yg memberi hal/warid (yakni Allah Ta’ala).
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Jangan kau senang dengan datangnya warid jika buah dari warid itu tidak kau ketahui. Jangan kau bangga dengan datangnya warid jika hatimu tidak terdorong untuk lebih dekat, taat, dan melaksanakan semua hak rububiyah-Nya. Buah sesungguhnya dari warid ialah terpengaruhnya hatimu oleh warid itu sehingga sifat² burukmu berubah menjadi terpuji. Jika hal ini tidak kau alami, jangan kau senang dan bangga terlebih dahulu dengan datangnya warid. Bisa jadi, kau tertipu olehnya.
Ketahuilah, awan mendung datang untuk menumbuhkan buah-buahan, bukan untuk menurunkan hujan. Demikian pula warid, yg penting adalah buahnya karena banyak orang yg mendapatkan warid atau mengalami ahwal, namun justru mereka tertipu sehingga meninggalkan amalan² lahir. Wallaahu a’lam