14.4.23

Seorang Salik Tidak Layak Berharap Langgengnya Karamah

لَاتَطْلُبَنَّ بَقَاءَ الوَرِدَاتِ بعدَ اَنْ بَسَطَتْ اَنْوَارَهَا وَاَوْدَعَتْ اَسْرَارَهَا فَلَكَ فِى اللهِ غِنًى عَنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَيْسَ يُغْنِيْكَ عَنْهُ شَيْءٌ

“Jangan sekali-kali mengharapkan kekalnya warid yg telah selesai membentangkan cahayanya dan menyingkapkan seluruh rahasianya. Semua yg kau butuhkan ada pada Allah dan kau tidak memerlukan yg lain.”

Maksud dari mendapatkan anwar/nurnya warid yaitu: rusak dan hancurnya kebiasaan hawa nafsumu, sehingga hati menjadi bersih dari syahwat jasmaniyyah dan kebiasaan nafsu sehingga lahir dan batinnya hanya menghamba kepada Allah Ta’ala. Maksud dari: setelah tertangkap rahasia² warid, yaitu adanya yaqin, thuma’ninah dan makrifat dalam hatimu, dan adanya zuhud, ridha, dan taslim, dan munculnya rasa khusyuk, tawadhu’ dan hinanya diri dalam hati. Itu semua sebagai tanda Al-Warid Al-Ilahiyyah.

Dan ketahuilah bahwa semua warid, adanya anwar (cahaya²), tingkat² maqam kewalian, dll, itu semua semata-mata anugerah dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, karena itu hamba tidak boleh bergantung kepada semua itu, tapi cukuplah bergantung pada Allah Ta’ala, dan mengabdi kepada-Nya.

Syaikh Abu Sulaiman ad-Darani qs. ditanya apakah paling utamanya perkara yg bisa mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah? Beliau menjawab: “Supaya Allah mengetahui bahwa dalam hatimu tidak mengharapkan sesuatu kecuali hanya Allah, baik itu di dunia maupun di akhirat.”

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Jangan sekali-kali mengharapkan kekalnya ahwal qalbu yg telah selesai membentangkan cahayanya kepadamu, yakni dengan mengajari lahir dan batinmu cara² beribadah dan melaksanakan ‘ubudiyah atau yg telah selesai menyingkapkan rahasia²nya kepadamu, yaitu berupa keagungan² rububiyah yg tampak jelas di hadapan hatimu. Sekalipun kau telah merasakan faedah yg diberikan warid itu, hendaknya kau jangan sekali-kali berharap warid itu kekal bercokol dalam dirimu, lalu kau bersedih bila ia pergi meninggalkanmu karena yg sebenarnya kau butuhkan adalah Allah Ta’ala, bukan yg lain.

Seseorang berkata, “Setiap hal yg hilang darimu akan ada gantinya. Akan tetapi, jika Allah hilang darimu, takkan ada pengganti-Nya.”

Allah Ta’ala menempatkanmu ke dalam satu keadaan batin agar kau mengambil manfaat yg berupa perkenalan dengan-Nya. Jika manfaat tersebut telah sampai ke tanganmu, jangan kau harap ia tetap ada padamu, sebagaimana keberadaan seorang Rasul tidak lagi diperlukan setelah risalahnya tersampaikan. Keberadaan seorang penjaga amanat tidak lagi dibutuhkan setelah amanatnya terlaksana. Jika kau meminta agar Rasul dan penjaga amanat itu tetap ada, berarti kau menjadi budak mereka.

تَطَلُّعُكَ اِلٰى بَقَاءِ غَيْرِهِ دَلِيْلٌ عَلٰى عَدَمِ وِجْدَانِكَ لهُ وَاسْتِحْيَاشُكَ لِفِقْدَانِ مَاسِوَاهُ دَلِيْلٌ عَلٰى عَدَمِ وُصْلَتِكَ بِهِ

“Keinginanmu terhadap kekalnya sesuatu selain Allah menjadi bukti bahwa kau belum bertemu dengan-Nya. Kerisauanmu lantaran kehilangan sesuatu selain Allah menjadi bukti bahwa kau belum sampai kepada-Nya.”

Mengharap tetapnya sesuatu itu berarti cinta pada sesuatu tersebut, dan barang siapa mencintai sesuatu pasti dia menjadi hamba sesuatu yg dicintai, begitu juga mengharap tetapnya warid, maqam, dan lain² itu menunjukkan kalau dia belum menemukan Allah Ta’ala, dan barang siapa masih berhajat kepada selain Allah Ta’ala itu berarti ia belum makrifat kepada Allah Ta’ala, dan barang siapa masih risau/susah sebab kehilangan ahwal atau warid atau lainnya, itu berarti ia belum sampai/wushul kepada Allah Ta’ala.

Karena orang yg sudah sampai itu tidak akan merasa risau/susah sebab kehilangan sesuatu selain Allah Ta’ala. Dan itulah bukti ia telah mencapai derajat yg tinggi, akan tetapi selama masih menginginkan tetapnya sesuatu atau susah dengan hilang/tidak adanya sesuatu, maka itu suatu bukti bahwa ia belum mencapai derajat hakikat.

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Keinginanmu terhadap kekalnya sesuatu selain Allah, seperti kekalnya warid yg berupa karunia Ilahi dalam bentuk cahaya, maqam, dan kenikmatan lahir dan batin, adalah bukti bahwa kau ada bukan untuk-Nya dan kau belum menemukan-Nya. Jika kau menemukan Allah Ta’ala di hatimu dan seluruh batinmu berkumpul untuk-Nya, kau tidak akan menginginkan kekekalan segala sesuatu selain-Nya.

Kerisauanmu lantaran kehilangan sesuatu selain-Nya, seperti karunia² di atas, adalah bukti bahwa kau belum terhubung dengan-Nya dan belum sampai kepada-Nya. Jika kau telah sampai kepada-Nya, niscaya kau akan melupakan segala sesuatu selain-Nya dan tidak risau saat kehilangan sesuatu selain-Nya.

Jika hati seorang salik telah mendapatkan warid, lalu ia mengaku telah sampai kepada Allah Ta’ala, namun masih mencari dan menghendaki suatu benda yg dicintai atau resah karena kehilangannya, itu adalah bukti bahwa ia belum mendapatkan maqam mulia seperti itu.

Syaikh Abul Qasim Junaid al-Baghdadi qs. berkata, “Kau tidak akan menjadi hamba Allah yg sejati sebelum kau memerdekakan diri dari segala sesuatu selain-Nya. Kau pun tidak akan mendapatkan kemerdekaan sejati sebelum kau menjadi hamba-Nya.”

النَّعِيْمُ وَإِنْ تَنَوَّعَتْ مَظَاهِرُهُ إِنَّمَا هُوَ بِشُهُوْدِهِ وَاقْتِرَابِهِ، وَالْعَذَابُ وَإِنْ تَنَوَّعَتْ مَظَاهِرُهُ إِنَّمَا هُوَ بِوُجُوْدِ حِجَابِهِ، فَسَبَبُ الْعَذَابِ وُجُوْدُ الْحِجَابِ وَإِتْمَامُ النَّعِيْمِ بِالنَّظَرِ إِلَى وَجْهِهِ الْكَرِ يْمِ

“Walaupun bentuknya beragam, nikmat terwujud lantaran penyaksian dan kedekatan dengan Allah. Sebaliknya, meski bentuknya beragam, siksa terwujud lantaran keberadaan hijab-Nya. Jadi, sebab siksa adalah keberadaan hijab dan sebab kesempurnaan nikmat adalah dengan memandang wajah-Nya yg mulia.”

Nikmat dekat Allah Ta’ala, lebih² melihat kepada Allah Ta’ala itu memang tiada bandingannya, sehingga apabila manusia di surga ditanya oleh Allah Ta’ala: “Apakah yg kamu rasa kurang, dan yg akan kamu minta?” Jawab mereka: “Kami cukup puas dan tidak ada hasrat untuk minta apa² lagi, sebab sudah cukup puas.” Tiba² dibukakan oleh Allah Ta’ala hijab untuk melihat wajah (Dzat) Allah Ta’ala, maka di situlah mereka merasa tidak ada nikmat yg lebih besar daripada melihat kepada Dzat Allah Ta’ala.

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Walaupun nikmat dunia dan akhirat bermacam-macam bentuknya, entah berupa pakaian, makanan, bidadari, ataupun surga, kenikmatan saat menikmati semua itu terwujud lantaran kita menyaksikan Allah Ta’ala dan merasakan kedekatan-Nya. Maksudnya, semua kenikmatan itu akan menjadi nikmat yg sesungguhnya apabila saat mendapatkannya, kau tetap merasa menyaksikan Allah Ta’ala dan hadir bersama-Nya.

Jika tidak, semuanya bukanlah kenikmatan hakiki, melainkan derita dan azab karena derita dan azab, walaupun bentuknya beragam, bisa berupa siksaan fisik, neraka, atau rantai belenggu. Semuanya adalah akibat keberadaan hijab yg menghalangimu dari-Nya sehingga Dia tak tampak di hadapanmu. Jika kau menyaksikan-Nya, yg kau rasa bukan lagi azab sebenarnya, melainkan kenikmatan. Azab terasa akibat adanya hijab dan kesempurnaan kenikmatan terasa dengan melihat wajah-Nya Yang Mulia atau menyaksikan-Nya dengan mata batin di akhirat.

Kesimpulannya, kenikmatan sejati hanya dapat kita rasakan saat melihat Tuhan. Sementara itu, penderitaan yg sesungguhnya, terjadi ketika kita terhalang dari-Nya. Adapun sesuatu yg secara lahir dinikmati seseorang atau menjadi azab baginya, sesungguhnya itu bukanlah kenikmatan jika ia tidak melihat-Nya, bukan azab hakiki jika ia melihat-Nya.

مَا تَجِدُ الْقُلُوْبُ مِنَ الْهُمُوْمِ وَالْأَحْزَانِ فَلِأَجْلِ مَا مُنِعَتْ مِنْ وُجُوْدِ الْعِيَانِ

“Bila hati masih merasa risau dan sedih berarti masih terhalang untuk menyaksikan-Nya.”

Firman Allah menceritakan ketika Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq ra. bersama Rasulullah Saw. di gua Tsur, dimana Sayyidina Abu Bakar ra. risau dan sedih hati, langsung oleh Rasulullah Saw. di ingatkan: “Jangan bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.”

Syaikh Abu Bakar asy-Syibli qs. berkata: “Siapa yg benar² mengenal Allah tidak akan risau atau berduka cita untuk selama-lamanya.”

Firman Allah Ta’ala: “Ingatlah, sesungguhnya para waliyullah itu tidak merasa takut dan tidak merasa duka cita.”

Dan sabda Rasulullah Saw. kepada Sayyidina Abu Bakar ra. ketika di gua Tsur: “Ya Abu Bakar, ma dhannuka bi isnain allahu tsalitsu huma.” (Bagaimanakah perasaanmu hai Abu Bakar terhadap dua orang yg disertai/dilindungi oleh Allah.)

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Bila hati masih merasakan sedih dan risau terhadap hal² yg bersifat duniawi, berarti hati tersebut masih terhalang dari melihat Allah Ta’ala dengan mata batinnya. Jika tidak, tentu ia tidak akan merasakan risau dan sedih atas hilangnya sesuatu dari dunia ini.

Perasaan risau dan sedih tersebut adalah akibat dari sikap memandang diri sendiri dan mengedepankan maslahat pribadi. Sekiranya seseorang tidak melihat dirinya sendiri dan hanya menyaksikan Tuhannya, tentu ia akan selalu senang dan bahagia. Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah kau bersedih. Sesungguhnya Allah senantiasa bersama kita.”

Siapa yg hatinya bersinar dengan cahaya makrifat, ia tidak akan bersedih selamanya. Akan tetapi, jika orang yg mencapai maqam ini masih merasakan kesedihan dan kerisauan yg tak tertahankan, ketahuilah bahwa di dalam kesedihan dan kerisauan itu masih ada faedah yg mulia. Kesedihan dan kerisauan dapat menjernihkan hati dan memadamkan hawa nafsu serta mengurangi kesenangan dunia.

Kerisauan selalu berhubungan dengan sesuatu yg akan datang dan kesedihan berhubungan dengan sesuatu yg sudah lampau. Keduanya bisa terjadi terhadap perkara² ukhrawi.

Seorang ahli neraka tidak mengalami kerisauan dan kesedihan, kecuali ia tidak bisa menyaksikan Tuhannya. Jika ia sudah melihat Tuhannya, ia tidak lagi mengalami dua perasaan itu. Azab akan terasa manis dan nikmat dalam pandangannya. Wallaahu a’lam