Belajar Berdzikir
Dalam proses berdzikrulloh, barangkali asy Syekh tidaklah Seberuntung' ayahanda beliau. Sebagaimana diceritakan dalam manaqib asy Syekh al Mukarrom mbah Kyai Mustaqim, rokhimahulloh, hati beliau dikaruniai bisa berdzikir sendiri sejak Usia beliau masih belum baligh. Sejak usia sekitar 12 tahun, hati beliau selalu berbunyi Alloh. .. Alloh. .. Alloh. .. tanpa beliau harus berikhtiar. Bahkan, berkali-kali beliau berusaha meng hentikannya pun tidak pernah bisa berhasil*).
Namun, tidak demikian halnya yang dialami asy Syekh Abdul
Djalil Mustaqim. Sejak beliau berumur sekitar 5 tahun beliau sudah diajari oleh ayahanda beliau untuk berdzikrulloh. Oleh karena itu, beliau harus berikhtiar 'membunyikan' hati beliau dengan dzikir ismu dzat, Alloh. . . Alloh. . . Alloh. . .
Sebagaimana manusia pada umumnya, kadangkala beliau bisa tapi kadangkala pula untuk beberapa saat hal itu terlalaikan. Namun, asy Syekh adalah orang yang memiliki himmah (semangat) yang sangat tinggi. Asy Syekh pernah bercerita bahwa salah satu upaya beliau agar beliau tetap bisa berdzikir yaitu dengan cara menonton bioskop sampai 3 kali pertunjukan dalam semalam.
Pada waktu itu (dekade tahun 1960), dalam semalam di sebuah gedung bioskop di gelar3 kali pertunjukan, yaitu: pukul 18.00 -20.00, pukul 20.00 -22.00, dan pukul 22.00 -24.00. Nah, di 3 kali pertunjukan itulah asy Syekh 'keluar masuk' gedung bioskop. Selesai pertunjukan pertama (pukul 20.00) asy Syekh langsung membeli tiket lagi untuk pertunjukan ke dua. Demikian pula untuk pertunjukan yang ke tiga. Padahal, film yang diputar ya tetap satu itu saja.
Asy Syekh mengatakan, “Ketika aku mengikuti pertunjukan film, mataku mengarah ke layar untuk melihat gambar yang terpampang di layar sambil membaca teks yang tertulis di layar, telingaku mendengarkan suara (audio)-nya, otak dan pikiranku berusaha memahami jalannya cerita sesuai dengan gambar dan teks ceritanya, sementara hatiku tetap berbunyi Alloh. .. Alloh ....Alloh. . .”
Demikian pula asy Syekh pernah belajar agar hatinya berbunyi Alloh... Alloh... dengan cara beliau membunyikan Alloh... Alloh… dalam hati beliau seiring dengan langkah kaki beliau. Sehingga, ketika beliau merasa dalam langkahnya itu tidak disertai Alloh... Alloh… sebanyak kira-kira 10 langkah, maka beliau akan berjalan mundur sebanyak 10 langkah pula, lalu berjalan maju lagi untuk mengganti 10 langkah yang tidak disertai Alloh. . . Alloh. . . tadi.
Hal tersebut pernah beliau jalani sampai beliau mondok di ponpes Al Falah, Ploso, Kediri. Mengetahui hal seperti itu, para santri Ploso sampai mengatakan kalau beliau itu 'orang gila'. Mereka mengatakan, “Lihat itu, ada orang gila sedang berjalan maju mundur. . .” Namun, beliau tidak mempedulikannya.