20.11.22

Berada Di Mesir Dan Mengerjakan Haji Ke Mekah.

 Beberapa waktu kemudian, setelah peristiwa-peristiwa yang menghebohkan masyarakat negeri itu mulai mereda, terbetik dalam hati asy Syekh untuk kembali menunaikan ibadah haji. Beliau lalu menyerukan kepada para murid dan pengikutnya agar mereka, untuk sementara waktu, hijrah atau berpindah ke negeri sebelah timur, sambil menunggu datangnya musim haji yang pada waktu itu masih kurang beberapa bulan lagi. Maka, segera bersiap-siaplah beliau dengan para pengikutnya untuk melakukan perjalanan jauh menuju ke negeri Mesir.

Ketika rombongan itu tengah mempersiapkan diri untuk mulai berangkat, berbondong-bondong penduduk Tunis mendatangi asy Syekh untuk sekedar menyampaikan ucapan selamat jalan. Berita tentang hijrahnya asy Syekh dan sebagian murid- murid beliau dengan cepat tersebar luas ke seluruh pelosok penjuru negeri. Bahkan, berita itu sampai pula masuk ke istana dan terdengar oleh Sultan Abu Zakariyya. Demi mendengar berita itu, maka timbullah rasa cemas di hati Sultan. Beliau merasa khawatir kalau-kalau kepergian asy Syekh meninggalkan Tunis adalah untuk selama-lamanya dan tidak akan pernah mau kembali lagi ke Tunis. Sultan menduga, jangan-jangan istilah 'sementara waktu' itu hanya sebagai alasan saja.

Hati Sultan pun semakin diliputi kegelisahan dan rasa gundah yang kian mendalam. Beliau mengira kalau asy Syekh marah dan kecewa karena merasa diperlakukan tidak adil oleh Sultan. Agar persoalan yang mencemaskan itu menjadi jelas, kemudian Sultan mengirim utusan dengan maksud untuk mendapat keterangan langsung dari asy Syekh. Selain itu, juga untuk menyampaikan permintaan beliau agar asy Syekh berkenan untuk menetap di negeri Tunis saja sekembalinya dari mengerj akan haji nanti.

Setelah utusan itu sampai ke hadapan asy Syekh dan menyampaikan pesan Sultan, maka asy Syekh pun menjawab, “Wahai saudaraku, terlebih dahulu nanti haturkan salamku kepada Sultan. Kemudian, sampaikan kepada beliau, bahwa kami meninggalkan negeri ini tidak lain hanyalah untuk melakukan ibadah haji. Apabila semua itu telah selesai, insya Allah, kami pun akan kembali lagi ke sini.” Sesampainya kembali ke istana, disampaikanlah oleh utusan itu jawaban asy Syekh kepada Sultan. Mendengar jawaban dan pernyataan asy Syekh itu, maka legalah hati sang Sultan. Perasaan was-was pun sirna seketika.

Setelah semua persiapan selesai, maka berankatlah rombongan itu menuju ke negeri Mesir, sampai akhirnya tiba kota Iskandaria. Namun, sungguh di luar dugaan. Pada saat asy Syekh baru menginjakkan kaki di kota lskandaria, ternyata Ibnul Baro' telah terlebih dahulu melayangkan surat kepada Sultan Mesir yang berkedudukan di kota Kairo yang isinya, lagi-lagi, berupa hasutan dan fitnah yang amat keji.

lbnul Baro', dalam suratnya itu, memberikan keterangan kepada Sultan Mesir, bahwa asy Syekh pada waktu di Tunis telah membuat kekacauan terhadap negara dan pernah berusaha untuk menggulingkan singgasana Sultan Abu Zakariyya. “Dan, kami yakin kalau dia pasti juga akan berbuat hal yang sama di negeri Tuan,” sambung Ibnul Baro' dalam suratnya. ,

Seusai membaca surat itu, maka seketika merah padamlah wajah sang Sultan. Serta merta beliau mengeluarkan perintah kepada panglimanya untuk menangkap asy Syekh dan para pengikutnya, yang pada saat itu sudah sampai di kota lskandaria, Mesir. Dan suatu kebetulan, ketika tentara kesultanan Mesir tiba di lskandaria ternyata asy Syekh dan rombongannya sudah meninggalkan kota itu. Kejadian yang sebenarnya hanya kebetulan itu justru menjadikan semakin kuat keyakinan Sultan atas kebenaran surat Ibnul Baro'. Sultan menduga bahwa asy Syekh telah mengetahui kalau dirinya sedang dicari-cari tentara kerajaan, dan kepergian asy Syekh dari Iskandaria adalah upaya untuk menghindari penangkapan. Padahal semua itu tidak benar.

Asy Syekh, sejak semula, sebenarnya berkeinginan singgah dan bermukim di kota Iskandaria ini untuk jangka waktu yang agak lama. Namun, ketika baru tiba di kota yang indah ini, asy Syekh didatangi para kafilah setempat yang memang sudah sejak lama menunggu-nunggu kedatangan beliau. Para kafilah itu mengadukan persoalan mereka, yaitu mengenai harta benda mereka yang dirampas dan disita oleh aparat negara. Mereka meminta agar asy Syekh bersedia membantu untuk mengurus dan menyampaikan masalah itu kepada Sultan. Asy Syekh pun menjawab, “Insya Alloh, besok kami akan berangkat ke Kairo untuk membicarakan masalah kalian dengan Sultan.” Oleh karena atas desakan para kafilah itulah, maka asy Syekh akhirnya berada di Iskandaria hanya beberapa hari saja.

Keesokan harinya asy Syekh berangkat menuju ke kota Kairo yang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan kesultanan Mesir. Menjelang masuk kota Kairo terdapat sebuah pintu gerbang kota yang bernama As Sidroh. Pada saat itu, gerbang as Sidroh, atas perintah Sultan Mesir, dijaga oleh banyak tentara untuk memeriksa setiap orang yang lalu-lalang keluarmasuk kota Kairo. Bahkan, Walikota Kairo pun juga ikut serta terjun langsung melakukan 'sweeping'. Setiap orang tidak luput dari pemeriksaan yang benar-benar amat ketat itu. Hal ini memang diperintahkan oleh Sultan untuk menangkap asy Syekh yang dianggap telah lolos dari penangkapan di lskandaria. Tetapi, sungguh aneh. Sewaktu rombongan asy Syekh melewati gerbang itu, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahuinya. Dan, rombongan asy Syekh pun berlalu tanpa diperiksa sama sekali.

Begitu sampai di Kairo, asy Syekh langsung menuju ke istana guna menghadap Sultan Ketika asy Syekh sudah berada di hadapan Sultan, maka Sultan pun menjadi terheran-heran. Beliau tidak habis pikir, bagaimana asy Syekh dan rombongannya itu bisa lolos dari pemeriksaan para tentaranya. Pada waktu menemui asy Syekh, sang Sultan didampingi oleh segenap pangeran, para kadi, dan petinggi-petinggi kerajaan, serta di bawah pengawalan yang amat ketat dari para hulubalang istana.

“Hai anak muda, apa maksud kedatanganmu ke negeri ini dan hal apa yang akan engkau sampaikan kepadaku?”

Sultan mulai membuka pembicaraan dengan suara bergetar karena menahan gelora amarah serta perasaan yang telah diliputi kecurigaan dan kebencian. Di dalam hati dan pikiran beliau sudah tertanam kuat-kuat keyakinan bahwa pemuda yang sedang ada di hadapannya itulah yang bakal mengacaukan negerinya dan akan menggulingkan singgasana dan kedudukannya.

“Baginda Sultan yang mulia, kami sengaja datang ke negeri Tuan hanya sekedar untuk berkunjung sambil menunggu datangnya musim haji. Kami tidak akan tinggal terlalu lama dan Sama sekali tidak pula bermaksud untuk menetap di negeri Tuan ini. Insya Alloh, tidak lama lagi kami akan segera berlalu meninggalkan negeri ini untuk melanjutkan perjalanan ke Baitullah,“ asy Syekh menjawab pertanyaan Sultan dengan tenang dan penuh kewibawaan.

“Di samping itu, wahai Tuan Sultan, perlu kiranya baginda ketahui, hal yang terpenting sehingga kami memerlukan datang ke hadapan Tuan hari ini. Kami bermaksud untuk meminta pertolongan sehubungan dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh saudaxa-saudara kami para kafilah di lskandaria. Mereka, beberapa hari yang lalu, sewaktu kami berada di sana, telah datang“ kepada kami untuk menyampaikan segala penderitaan dan keluh-kesah mereka.” Selanjutnya asy Syekh menguraikan secara panjang lebar permasalahan permasalahan yang dihadapi para kafilah tersebut. Beliau menjelaskan, bahwa telah terjadi ketidak sepakatan antara Walikota lskandaria dan para kafilah menyangkut tuntutan Walikota yang tidak dapat diterima oleh para kafilah. Karena merasa ditentang, maka kemudian Walikota berlaku sewenang-wenang dan mempergunakan tangan besinya. Walikota memerintahkan para aparatnya untuk merampas dan menyita harta benda para kafilah. .

Setelah asy Syekh selesai memaparkan semuanya sebagai jawaban atas pertanyaan Sultan, selanjutnya Sultan berkata, “Hai, anak muda! Mengapa engkau harus menolong orang lain, sedangkan dirimu sendiri pada saat ini sebenarnya sedang dalam kesulitan dan memerlukan pertolongan? Telah sampai kepadaku sepucuk surat dari, sahabatku, Ibnul Baro' yang menceritakan secara jelas dan panjang lebar tentang siapa sebenarnya dirimu.”

Mendengar penuturan sang Sultan, maka kini asy Syekh pun menjadi mafhum apa sebenarnya yang tengah terjadi. Mulai adanya pemeriksaan yang ketat di gerbang kota, sampai tampak tidak bersahabatnya sang Sultan, semuanya itu gara-gara ulah lbnul Baro'. Selain itu, asy Syekh menilai bahwa apa yang telah disampaikan Sultan sudah tidak sesuai dan menyimpang dari permasalahan yang telah beliau ajukan. Dalam pandangan asy Syekh, Sultan kelihatan sekali sudah termakan fitnah yang dilancarkan Ibnul Baro', tanpa mau meneliti kebenarannya terlebih dahulu. Maka. menghadapi orang yang sedang terbakar api kemarahan im asy Syekh pun kemudian berdiri dari tempat duduknya lalu mengatakan, “Wahai Tuan Sultan yang Saya hormati, ketahuilah bahwa diriku dan diri baginda serta diri Para kafilah sebenarnya berada dalam genggaman Alloh SWT.” Setelah itu kemudian asy Syekh lalu berjalan untuk meninggalkan ruang pertemuan.

Belum sampai kira-kira dua puluh langkah asy Syekh berjalan, tiba-tiba tampak badan sang Sultan menjadi kaku. Dia duduk terpaku di singgasananya tanpa dapat menggerakkan tubuhnya sedikitpun. Lidahnya tampak kelu tidak bisa mengeluarkan kalimat sepatah kata pun. Melihat Sultan dalam keadaan seperti itu, para pangeran dan pembesar-pembesar negara pun menjadi terkejut dan kebingungan. Mereka menghampiri Sultan dan berusaha untuk menolongnya, tapi ternyata sia-sia.

Akhirnya, mereka tersadar dan yakin kalau apa yang terjadi pada diri Sultan itu adalah akibat karena terkena “tuah” asy Syekh (Jawa, kuwalat). Kemudian, serta-merta mereka pun berbondong-bondong mengejar dan memanggil-manggil asy Syekh yang belum begitu jauh meninggalkan istana. Setelah asy Syekh berhasil mereka dapatkan, maka berebutlah mereka menciumi tangan asy Syekh seraya meminta maaf dan memohon agar asy Syekh berkenan kembali ke istana untuk menyembuhkan sang Sultan.

Dan, subhanallah, karena kebesaran jiwa dan kehalusan budi pekerti beliaulah, akhirnya beliau bersedia kembali ke dalam istana. Ketika sudah berada kembali di hadapan Sultan, lalu asy Syekh memberi isyarat agar Sultan menggerakkan tangan dan tubuhnya. Seketika itu juga keadaan Sultan pun menjadi pulih seperti sediakala. Selang beberapa saat kemudian, perlahan-lahan Sultan lalu turun dari singgasananya untuk menghampiri asy Syekh. Setelah sampai, maka Sultan pun sembari menangis langsung memeluk asy Syekh erat-erat seraya memohon maaf dan meminta agar didoakan selamat dunia dan akhirat. Asy Syekh pun menimpalinya dengan membuka lebar-lebar pintu maafnya dan memberikan doa seperti yang diminta Sultan.

Setelah itu, mereka semua duduk dan berbincang-bincang serta saling memperkenalkan diri. Tampak sekali suasana persaudaraan dan keakraban di antara mereka. Ketika itu, akhirnya terungkaplah bahwa sebenarnya Sultan dan para pembesar-pembesar istana itu telah lama mendengar keharuman nama asy Syekh. Oleh karena itu mereka menganggap pertemuan mereka dengan asy Syekh pada hari itu adalah merupakan
anugerah Tuhan yang tiada terkira bagi mereka.

Beberapa waktu kemudian, Sultan lalu menulis surat yang ditujukan kepada Walikota Iskandaria. Dalam suratnya, Sultan menitahkan agar Walikota segera mencabut tuntutannya kepada para kafilah serta mengembalikan seluruh harta benda yang telah dirampas dan disitanya.

Setelah kejadian itu, dalam waktu beberapa hari, asy Syekh berikut rombongannya dinyatakan oleh Sultan sebagai tamu negara. Berbagai fasilitas dan kehormatan diberikan kepada asy Syekh beserta seluruh pengikutnya. Sementara itu, di luar istana, berita tentang kedatangan asy Syekh di Mesir sampai kejadian yang menggemparkan istana itu, ramai menjadi bahan pembicaraan penduduk Mesir.

Namun, sebagaimana yang telah direncanakan, asy Syekh tinggal di Mesir hanya untuk beberapa bulan saja, sampai datangnya waktu musim haji. Setelah tiba pada saatnya asy Syekh pun mohon diri kepada Sultan untuk melanjutkan perjalanan menuju ke tanah suci Mekkah. Ringkas cerita, di sana beliau mengerjakan ibadah haji sampai secukupnya, lalu beliau melanjutkan perjalanan ke tanah suci Madinah guna untuk berziarah ke makam datuk beliau, Rosululloh SAW. Setelah semuanya itu selesai, maka kembalilah beliau beserta rombongan ke negeri Tunisia.

Diambil dari buku
“MANAQIB SANG QUTHUB AGUNG”
(SULTHONUL AULIYA' SYEKH ABUL HASAN ASY-SYADZILIY)
Penulis  : H. Purnawan Buchori ( Kaak Pur )
Penerbit : Pondok PETA Tulungagung.