Sewaktu asy Syekh kembali dari tanah suci, Sultan Abu Zakariyya al Hafsi beserta penduduk Tunis tampak bersuka-cita menyambut kedatangan beliau. Rasa gembira sulit mereka sembunyikan, karena asy Syekh yang mereka cintai dan mereka hormati kini telah kembali berkumpul bersama mereka lagi.
Namun suasana gembira ini tidak berlaku bagi Ibnul Baro'. Bagi dia, kembalinya asy Syekh berarti merupakan sebuah “malapetaka” dan pertanda dimulainya lagi sebuah “pertempuran besar”. Tetap seperti dulu. Dengan berbagai Cara dia selalu berusaha agar asy Syekh, yang merupakan musuh bebuyutannya itu, secepatnya lenyap dari muka bumi ini. Namun, alhamdulillah, semua upaya itu selalu menemui kegagalan.
Kemudian, setelah beberapa hari sejak kedatangan dari tanah suci, asy Syekh lalu melanjutkan tugasnya untuk mengajar dan berdakwah. Zawiyah atau pondok pesulukan, sebagai bengkel rohani yang beliau dirikan juga kian diminati para 'pejalan'. Dalam catatan sejarah, zawiyah pertama yang asy Syekh dirikan di Tunisia adalah pada tahun 625 H./ 1228 M., ketika beliau berusia sekitar 32 tahun. Di hari-hari berikutnya semakin banyak orang-orang yang mendatangi beliau, baik penduduk setempat maupun orang-orang yang datang dari luar negeri Tunisia.
Di antara murid-murid asy Syekh yang datang dari luar negeri Tunisia, terdapat seorang pemuda yang berasal darl daerah Marsiyah, negeri Marokko, tidak jauh dari daerah tempat kelahiran asy Syekh, yang bernama Abul Abbas al Marsi.Pertemuan asy Syekh dengan pemuda ini tampak benar-benar merupakan sebuah pertemuan yang amat istimewa, sampar sampai pada suatu hari asy Syekh berkata, “Aku tentu tidak akan ditakdirkan kembali ke negeri Tunisia, kecuali karena pemudi ini. Dialah yang akan menjadi Pendampingku dan dia pulalah yang kelak akan menjadi khalifah penggantiku.” Menurut sebuah catatan, pemuda al Marsi (al Mursi) ini ketika masih berada di Maroko, pernah pula, walaupun tidak terlalu lama, berguru secara langsung kepada asy Syekh Abdus Salam sampal meninggalnya beliau tahun 622 H./1225 M.
Kembalinya asy Syekh ke Tunis dari perjalanan hajinya, kali ini hanyalah semata mata untuk melanjutkan tugas mengajar dan berdakwah, seperti yang telah diperintahkan pada saat beliau di gunung Barbathoh dan di bukit Zaghwan. Semuanya itu beliau' ' jalani sambil menanti datangnya “perintah” selanjutnya untuk menapaki seperti apa yang telah dipetakan oleh asy Syekh Abdus' Salam bin Masyisy. Pada saat pemetaan, guru beliau itu mengatakan bahwa setelah bermukim di negeri Tunisia, yaitu setelah “dihajar” oleh penguasa negeri itu, maka beliau kemudian harus melanjutkan perjalanannya menuju ke arah timur.
Dalam hari-hari penantiannya itu, pada suatu malam asy Syekh bermimpi bertemu Rosululloh SAW. Waktu itu, Rosululloh berkata, “Ya Ali, sudah saatnya kini engkau meninggalkan negeri ini. Sekarang pergilah engkau ke negeri Mesir.” Kemudian Rosululloh melanjutkan, “Dan ketahuilah, wahai Ali, selama dalam perjalananmu menuju ke Mesir, Alloh akan menganugerahkan kepadamu tujuh puluh macam kemuliaan. Selain itu, di sana pula kelak engkau akan mendidik empat puluh orang dari golongan shiddiqin.”
Karena pada saat itu sedang terjadi musim panas yang sangat hebat, dan beliau dalam mimpinya itu teringat akan bagaimana nanti betapa sengsaranya para murid dan sahabat beliau yang turut mengiringkannya, maka beliau pun memberanikan diri untuk matur kepada datuk beliau itu dengan mengatakan, “Wahai Penghuluku, hari-hari ini sedang terjadi musim panas dan amat terik.” Rosululloh pun menjawab, “Engkau semua akan dipayungi oleh awan.” Asy Syekh mengatakan lagi, “Kami khawatir kalau nanti kami kehausan. Bagaimana, ya Rosul?” Rosululloh menjawab, “Setiap hari langit akan menurunkan hujan khusus buat engkau. ”
Jadi, apabila dicerrnati, ketika turunnya asy Syekh dari puncak gunung di padang Barbathoh, Maroko, yang merupakan 'langkah pertama', adalah karena atas perintah guru beliau, asy Syekh Abdus Salam. Kemudian, pada waktu turunnya beliau dari bukit Zaghwan di Syadzilah, sebagai 'langkah ke dua', adalah karena perintah Alloh SWT. Sedangkan, pada kali ini, keluarnya asy Syekh dari Tunisia menuju Mesir, sebagai 'langkah ke tiga' langkah yang terakhir, merupakan perintah baginda Rosululloh SAW.
Setelah pertemuannya dengan datuk beliau itu, yang mengisyaratkan bahwa perjalanan beliau selanjutnya sudah tiba waktunya, maka beliau dengan beberapa pengikutnya mulai berangkat meninggalkan negeri Tunisia, yang penuh kenangan itu, untuk menuju ke negeri Mesir.
Diambil dari buku
“MANAQIB SANG QUTHUB AGUNG”
(SULTHONUL AULIYA' SYEKH ABUL HASAN ASY-SYADZILIY)
Penulis : H. Purnawan Buchori ( Kaak Pur )
Penerbit : Pondok PETA Tulungagung.