Guru-guru Syekh Mustaqim
Sebagaimana yang sudah diceritakan di atas, Syekh Mustaqim mengambil berkah ilmu syariat, tauhid, akhlaq, ilmu tentang Al Qur'an, dan Hadist dari Mbah Kyai Zarkasyi, Kauman, Tulungagung. Sementara itu, beliau mengambil berkah ijazah thoriqot Naqsyabandiyah dan thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah dari Syekh Khudlori bin Muhammad Hasan ( l882-I964), Malangbong, Garut, Jawa Barat. Selain beliau menerima ijazah kedua thoriqot tersebut, di kemudian hari beliau juga mengemban sebagai mursyid kedua thoriqot tersebut dari asy Syekh Ajengan Khudlori.
Di samping beliau menerima ajaran thoriqot dan berbagai ijazah khizib dan sholawat dari Syekh Khudlori, beliau juga ngangsu kaweruh pelbagai ilmu syariat, fiqih, tasawwuf, dan tauhid. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, beliau juga belajar banyak tentang jurus-jurus silat ala Sunda.
Ketika beliau tholabul 'ilmi di Malangbong, Garut, Syekh Khudlori menilai bahwa murid beliau itu memiliki kecerdasan yang luar biasa. Beliau juga memuji akhlaq murid kesayangan beliau itu. Hal ini sebagaimana yang dituturkan oleh putera Syekh Khudlori sendiri yang bernama al Maghfurlah Ajengan Syatibi kepada penulis.
Pada perkembangan selanjutnya, Syekh Khudlori bin Hasan pada akhirnya juga berbaiat thoriqot Syadziliyah kepada Syekh Mustaqim. Syekh Mustaqim menerima ijazah muthlaqoh, bai'at, dan khirqah thoriqot Qodiriyah
wan Naqsyabandiyah dari al Mukarrom asy Syekh Ajengan Khudlori bin Muhammad Hasan bin Muhammad Arifan. Sedangkan, Syekh Khudlori menerima ijazah dan bai'at dari Syekh Muhammad Amin. Sanad dan silsilah selengkapnya thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah yang diterima Syekh Mustaqim adalah sebagai berikut:
Beliau, al Mukarrom asy Syekh Mustaqim bin Husein menerima ijazah, bai 'at, dan khirqah thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah dari:
- Syekh Khudlori bin Hasan, Malangbong, Garut, dari
- Syekh Muhammad Amin, dari
- Syekh Muhammad Arsyad bin Alwan al Bantani, dari
- Syekh Abdul Karim al Bantani, dari
- Syekh Ahmad Khothib as Sambasi bin Abdul Ghaffar, dari
- Syekh Syamsuddin al Makky, dari
- Syekh Muhammad Murod al Makky, dari
- Syekh Abdul Fattah, dari
- Syekh Utsman, dari
- Syekh Abdur Rohim, dari
- Syekh Abubakar, dari
- Syekh Yahya, dari
- Syekh Hisyamuddin, dari
- Syekh Waliyuddin, dari
- Syekh Nuruddin, dari
- Syekh Syarofuddin, dari
- Syekh Syamsuddin, dari .
- Syekh Muhammad al Hattak, dari
- Syekh Abdul 'Aziz, dari
- Sulthonul Auliya'i Sayyidinasy Syekh Muhyiddin Abdul Qodir al Jilani, qoddasallohu sirrohu,
- Syekh Abi Sa'id al Mubarok bin Ali al Makhzumi, dari
- Syekh Abul Hasan Ali bin Yusuf al Qirsyi al Hakkary, dari
- Syekh Abul Faroj at Thurthusy, dari
- Syekh Abul Fadhl Abdul Wahid at Tamimy, dari
- Syekh Abubakar asy Syibly, dari
- Syekh Abul Qosim Junady al Baghdady, dari
- Syekh Sirri as Saqothy, dari
- Syekh Ma'rufal Karkhy, dari
- Syekh al Imam Abul Hasan Ali ar Ridho bin Musa, dan'
- Syekh al Imam Musa al Kadhim bin Ja'far, dari
- Syekh al Imam Ja'far ash Shodiq bin Muhammad, dari
- Syekh al Imam Muhammad al Baqir bin Ali, dari
- Syekh al Imam Ali Zainal Abidin bin Husein, dari
- Syekh al Imam Husein bin Ali asy Syahid, dari
- Sayyidina al Imam Ali bin Abi Tholib, karromallohu wajhah, dari
- Sayyidina wa Maulana Muhammad SAW, dari
- Sayyidina Jibril, 'alaihis salam, dari
- Robbul 'Izzati Robbul 'Alamiin.
Setelah itu,beliau mengambil ijazah khizib al Asyfa' langsung dari Shohibul Asyfa ' yaitu Syekh Haji Abdul Qodir, Setono Gedong, Kediri.
Jadi, dua guru thoriqot beliau, yaitu Syekh Khudlori dan Syekh Abdur Rozaq, selain berkedudukan sebagai guru beliau, juga sekaligus sebagai murid beliau. Sejak dibangunnya sebuah surau kecil berlantai 2 yang berfungsi sebagai musholla dan zawiyah (tempat pesulukan) pada tahun 1952,
Syekh Khudlori dan Syekh Abdur Rozaq, dalam waktu yang tidak bersamaan, beberapa kali terlihat menjalani suluk di pondok Kauman.
Dahulu sempat beredar sebuah rumor bahwa Syekh Mustaqim pemah berguru thorqut Naqsyabandiyah kepada salah seorang Syekh atau kyai daerah yang tidak jauh dari Tulungagung. Cerita itu tidak dibantah oleh Romo Kyai Abdul Djalil Mustaqim. Beliau membenarkan hal itu, tetapi juga sekaligus meluruskan duduk permasalahan sebenarnya.
Beliau mengatakan bahwa memang benar Syekh Mustaqim sering datang ke pondok milik kyai dimaksud bersama paman tiri beliau, Mbah Kyai Sholeh bin Abdul Jalil. Kedatangan beliau berdua ke pondok kyai itu untuk berdiskusi tentang berbagai hal, terutama yang berkaitan dengan praktek ilmu thoriqot. Syekh Abdul Djalil juga membenarkan bahwa ayahanda beliau itu pernah pula menerima ijazah thoriqot Naqsyabandiyah dari kyai tersebut. Namun, pada akhirnya oleh Syekh Mustaqim ijazah thoriqot tersebut dikembalikan kepada kyai yang mengijazahi beliau itu. Ketika Syekh Mustaqim mengembalikan ijazah thoriqot itu beliau sekaligus menyampaikan permohonan maaf karena beliau merasa tidak mampu menjalaninya.
Hal yang Syekh Mustaqim merasa tidak mampu menjalani ajaran thoriqot dari kyai itu adalah terkait dengan praktek robithoh. Praktek robithoh itu dijalankan dengan cara selama si murid menjalankan wirid thoriqot itu, si murid harus selalu dalam keadaan membayangkan wajah sang guru. Berkali-kali Syekh Mustaqim mencobanya berkali-kali pula beliau mentok tidak berhasil. Beliau selalu gagal membayangkan wajah sang guru karena jiwa beliau sudah diliputi rasa mahabbah kepada Keagungan 'wajah' Yang Maha Mulia, Alloh Subkhanahu wa Ta 'ala.
Di lain cerita, pernah pula Syekh Mustaqim bermukim di pondok thoriqot tersebut selama beberapa hari. Keberadaan beliau selama beberapa hari di pondok itu oleh sebagian orang dianggap sedang menjalani suluk. Padahal, sebenarnya keberadaan beliau di situ adalah dalam rangka memenuhi permintaan sang kyai untuk memindahkan jin-jin yang berada di pondok itu supaya dipindah ke suatu tempat yang tidak jauh dari komplek pondok itu. Jin-jin itu sering mengganggu para santri pondok tersebut. Proses 'relokasi' jin-jin sakti itu ternyata membutuhkan waktu sampai beberapa hari.