26.11.22

Penamaan Pondok PETA

  Pada awalnya, pondok ini oleh Mbah Mustaqim memang sengaja tidak diberi nama. Para murid Mbah Mustaqim mengistilahkan tempat di mana mereka menuntut ilmu itu dengan sebutan PONDOK KAUMAN. Sebutan atau nama PONDOK PETA baru muncul pada tahun 1963 , yaitu pada saat Kota Tulungagung menjadi tuan rumah Muktamar Jam'iyah Ahlith Thoriqoh Al Mu'tabaroh (ATM) III pada tanggal 28 30 Juli 1963.

Pada Muktamar IATM III di kota Tulungagung itu, Pondok PETA dan santri santrinya mengambil peran yang cukup penting. Penyelenggaraan acaranya memang bertempat di Gedung Balai Rakyat, di sekolah MINO, dan di masjid Agung Al Munawwar yang semuanya terletak di dekat alun-alun Tulungagung, Namun, kantor kesekretariatan, pusat konsumsi, dan tempat peristirahatan sebagian muktamirin berada di Pondok PETA. Bahkan, Sekretaris Panitia Muktamar pada waktu itu adalah santri Pondok PETA yang bernama Mbah Diyaruddin. Sehari-harinya, Mbah Diyaruddin di Pondok PETA memiliki tugas sebagai Sekretaris dan penulis khot (khotthot).

Nama Pondok PETA merupakan singkatan dari PESULUKAN THORIQOT AGUNG yang mengandung arti sebuah pondok pesulukan yang mengajarkan 3 Thoriqot Agung sekaligus, yaitu:
  1. Thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah, 
  2. Thoriqot Naqsyabandiyah, dan 
  3. Thoriqot Syadziliyah. 
Selain itu, nama PETA juga merupakan singkatan dari Pembela Tanah Air yang mengandung arti bahwa di Pondok PETA juga diajarkan hal-hal yang bermanfaat kemanusiaan serta ditanamkan rasa patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.