26.11.22

Sejarah Khizib Asyfa'

  Beberapa bulan setelah Jepang menjajah bumi Nusantara ( 1942), Mbah Haji Abdul Qodir pernah mengalami pengalaman rohani yang sangat luar biasa. Ketika itu, Mbah Haji Abdul Qodir tengah dikejar-kejar tentara Jepang untuk ditangkap. Beliau, oleh pemerintah penjajahan Jepang, dinilai sebagai tokoh pemberontak yang sangat berbahaya. Hal itu karena beliau adalah seorang pendekar silat yang hebat dan memiliki banyak murid.

Pengejaran itu dilakukan mulai dari rumah beliau yang terletak di sebuah gang di pusat kota Kediri, tepatnya di perkampungan padat penduduk di Sebelah selatan masjid Setono Gedong, jl. Doho, Kota Kediri sampai di Suatu bukit yang di situ terdapat sebuah gua yang terkenal angker dan dihuni oleh ular dan binatang berbisa lainnya yang jumlahnya sangat banyak. Ketika di depan gua itu. Mbah Kaji Kadir, demikian beliau biasa disapa, tanpa berpikir panjang langsung masuk ke dalam gua itu. Aneh bin ajaib, ular dan binatang- binatang berbisa lainnya itu tidak satu pun yang mengusik Mbah Kaji Kadir.

Sementara itu, pada saat tentara Jepang sudah sampai di depan mulut gua tidak satu orang pun di antara mereka yang berani masuk ke dalam gua. Mereka berhenti dan hanya menunggu di luar mulut gua saja. Hal itu terjadi sampai waktu yang cukup lama.

Dalam persembunyiannya itu Mbah Kaji Kadir didatangi Nabiyulloh Khidlir, 'alaihis salam. Dalam pertemuan itu, Nabiyulloh Khidlir mengajarkan secara imla'(dikte) suatu bacaan atau doa yang di kemudian hari dikenal sebagai khizib al Asyfa'. Nabiyulloh Khidlir kemudian mengatakan bahwa setelah doa itu dibaca dalam jumlah tertentu, Mbah Kaji Kadir lalu disuruh keluar dari gua dengan tenang.

Mbah Kaji Kadir pun kemudian mengikuti apa yang dikatakan Nabiyulloh Khidlir. Setelah selesai Mbah Kaji Kadir membaca doa itu, lalu keluarlah beliau dari dalam gua. Ketika sampai di luar, beliau menyaksikan masih banyak tentara Jepang dengan menenteng senjata lengkap tengah bersiaga mulut gua. Dan, ternyata memang benar adanya. Dari sekian banyak tentara Jepang itu tidak satu pun yang melihat Mbah Kaji Kadir melintasi mereka. Bahkan, sampai-sampai Mbah Kaji Kadir melambai-lambaikan tangan di depan mata tentara Jepang itu pun, mereka tetap tidak tahu sama Mbah Kaji akhimya terus pulang ke rumah beliau di Kota Kediri.

Pasca kejadian itu, Mbah Kaji Kadir kemudian sowan kepada Mbah Mustaqim dan menceritakan semua peristiwa yang baru beliau alami kepada Mbah Mustaqim. Setelah selesai Mbah Kaji Kadir menuturkan peristiwa luar biasa itu, Mbah Mustaqim pun lalu meminta ijazah khizib Asyfa' itu kepada Mbah Kaji Kadir. Dalam kesempatan itu, sekaligus Mbah Mustaqim meminta izin kepada Mbah Kaji Kadir untuk nantinya khizib Asyfa' itu juga akan di ijazahkan murid-murid Pondok PETA.

Oleh karena itulah, dalam hadiyah Fatikhah khizbul Asyfa', oleh Mbah Mustaqim disematkan kata 'Syekh' di depan nama Mbah Haji Abdul Qodir selaku Shohibul Asyfa'. Syekh Mustaqim pun mengakui bahwa Mbah Kaji Kadir, selain merupakan murid beliau, juga sekaligus merupakan guru beliau. Romo KH. Abdul Djalil pernah menegaskan bahWa, ”Mbah Kaji Kadir kuwi muride Bapak (Mbah Mustaqim) tapi yo gurune Bapak. ” Mbah Kaji Kadir meskipun juga guru  Mbah Mustaqim, tapi beliau juga merupakan murid yang tasliman wa ta'dhiman kepada Mbah Mustaqim. Mbah Kaji Kadir juga seorang yang gemar dan kuat dalam menjalankan riyadloh dan  tirakat. Beliau sering berpuasa dengan hanya sebuah pisang dan secangkir  kopi untuk setiap sahur dan berbukanya. Mbah Kaji Kadir juga dikaruniai Alloh SWT beberapa kelebihan yang jarang dimiliki orang lain.

Terkait dengan khizib Asyfa', Syekh Mustaqim pernah menyatakan bahwa khizib Asyfa' itu bisa digunakan sebagai media wushul kepada Alloh SWT namun, meskipun begitu, dalam pelaksanaannya mutlak harus tetap di bawah bimbing-an seorang mursyid yang kamil mukamil, pen.).

Syekh Abdul Djalil Mustaqim juga beberapa kali mengatakan, "Sebenarnya, seseorang itu mempunyai wirid khizib Asya' saja, satu itu saja, sudah cukup. Asal dijalani dengan sungguh-sungguh dan istiqomah sampai mati, sudah gini.… (sambil mengacungkan ibu jari tangan kanan beliau)."