29.11.22

Masa Runtuhnya ORDE BARU (1998)

  Paska istighotsah kubro itu, tangis dan doa kaum Nahdliyin kepada Alloh SWT pun mulai terjawab. Kira-kira sejak bulan MeiJuni 1997, mulai terjadi krisis moneter (krismon). Nilai rupiah terhadap dollar AS pun merosot drastis. Harga-harga pun semakin melambung. Berbagai kerusuhan teljadi di sana-sini. Keresahan rakyat pun menjadi semakin bertambah dengan munculnya isu tentang adanya “Ninja” pada awal tahun 1998.

Puncak kegelisahan rakyat adalah ketika ribuan mahasiswa turun ke jalan dan menduduki gedung DPR/MPR yang dipicu terjadinya peristiwa kerusuhan massa tanggal 13-15 Mei 1998. Kemarahan rakyat dan mahasiswa itu berujung pengunduran diri presiden Suharto pada tanggal 21 Mei 1998. Pengunduran diri pak Harto itu tentu menyadarkan kepada kita bahwa hal itu bisa terjadi karena ada kekuatan yang maha dahsyat mengingat begitu besar kekuasaan dan kekuatan yang membentengi pak Harto.

Pada tanggal 4 Oktober 1997, atau 6 bulan sebelum pak Harto lengser keprabon, asy Syekh membuat sebuah tulisan tangan dalam bahasa Jawa yang pada intinya memberikan sebuah gambaran akan terjadinya sebuah peristiwa besar yang akan dialami bangsa Indonesia.

Terjemahan bebasnya:

INI ADALAH ZAMAN SENGSARA 

Orang jelek kumpul orang jelek.
Orang baik kumpul orang baik.
Bakal ditunjukkan aibnya dan kejelekannya orang.
Zaman sengsara mahal sandang dan mahal pangan.
Banyak orang saling menuding, bertengkar.
Pakaian dan prilakunya seperti pemimpin dan ulama.
Tindak-tanduknya murka.
Oleh karena itu, masih sangat beruntung orang yang ingat dan waspada.
Apalagi, punya pegangan ulama yang menuntun kepada AllahTuhannya serta Muhammad Nabi dan Rosulnya.

Ttd Abdul Djalil Mustaqim 
4 -10- 1997.

Terkait dengan peristiwa pengunduran diri pak Harto itu, ada cerita yang beredar liar di media massa bahwa sehari menjelang mundumya pak Harto, asy Syekh tiba-tiba muncul di kamar pribadi pak Harto. Hal ini disampaikan Oleh seorang tokoh dari Jombang. Dikisahkan bahwa ketika di kamar pak Harto itu asy Syekh menasehati pak Harto agar secara legowo mau mengundurkan diri. Dan, seketika itu pula pak Harto menangis. Ketika di kemudian hari hal itu dikonflrmasikan kepada beliau, asy Syekh menanggapi hanya dengan tersenyum.

Namun, ada satu peristiwa yang diceritakan asy Syekh kepada sdr. Koko Sudarsono (mas Koko, Surabaya) bahwa beberapa minggu menjelang mundumya pak Harto, asy Syekh pernah datang ke rumah pribadi pak Harto di jalan Cendana. Asy Syekh mengatakan, “Pak Harto dan bu Tien itu sudah lama sekali ingin bertemu dengan saya tapi saya selalu menghindar. Karena saya tahu pak Harto sudah mau lengser, maka saya mendatanginya. Saat itu pak Harto sedang duduk di ruang makan, sementara bu Tien sedang membuatkan teh untuk pak Harto di dapur. Melihat saya tiba-tiba datang, pak Harto sangat kaget.”

Sayangnya, cerita asy Syekh kepada mas Koko itu hanya berhenti sampai di situ saja. Beliau tidak menceritakan apa yang kemudian asy Syekh bicarakan dengan pak Harto. Namun, dari cerita asy Syekh itu bisa disimpulkan bahwa kedatangan asy Syekh menemui pak Harto itu tidak dengan cara yang normal. Bagaimana tidak, asy Syekh tiba-tiba sudah berada di dalam rumah pak Harto tanpa melalui SOP (Standard Operating Procedure) yang harus dilalui oleh seseorang yang akan bertemu dengan seorang presiden. Paling tidak, si ajudan harus melaporkan terlebih dahulu kepada sang bos kalau ada tamu yang akan menghadap. Tapi itu tidak. Oleh karena itulah, pak Harto sangat kaget.