Mbah Deri, Jeli, Karangrejo
Kapok Main Silat.
Mbah Deri adalah murid Mbah Mustaqim yang kemampuan silatnya sudah cukup lumayan. Waktu itu Mbah Deri matur kepada Mbah Mustaqim, bahwa kira-kira kurang 1 bulan lagi Mbah Deri berkeinginan untuk mengikuti suatu pertandingan silat yang akan di gelar di kecamatan Gondang, kabupaten Tulungagung. Sebenarnya, waktu itu, Mbah Mustaqim sudah melarang Mbah Deri untuk mengikuti pertandingan itu. Namun, tampaknya Mbah Deri sudah terlanjur ngebet dan bersemangat mengikuti pertandingan itu.
Dan, pada akhirnya, Mbah Mustaqim pun mengijinkan Mbah Deri mengikuti pertandingan itu. Kemudian, oleh Mbah Mustaqim, Mbah Deri diperintahkan untuk mengulangi meriyadlohi khizib Autad atau khizib Kafi selama 3 hari saja, dari yang seharusnya 9 hari. Ketika tiba pada hari H pertandingan di Gondang, oleh announcer atau MC-nya yang pertama dipanggil untuk naik ke atas ring adalah Mbah Deri. Maka, naiklah Mbah Deri ke atas ring dengan menampilkan gaya bak seorang 'flghter'. Tepuk tangan dan support penonton pun membahana.
Kemudian sang announcer pun memanggil nama berikutnya, yaitu orang yanh akan menjadi lawan Mbah Deri. Orang itu pun kemudian juga naik ke atas ring. Tepuk tangan dan siulan para supporter pun kembali bergemuruh calon lawan Mbah Deri ini memiliki postur tubuh yang tinggi besar. Jari- jari orang itupun, kalau orang Jawa bilang 'sak gedhang - gedhang' (masing- masing jarinya seukuran pisang).
Ketika orang itu sudah berada di atas ring, Mbah Deri tentu ingin tahu calon lawannya itu. Maka, beliau carilah calon lawannya itu. Pandangan Mbah Deri pun menyapu seluruh areal ring. Beberapa saat Mbah Deri celingukan mencari si calon lawan. Tidak tampak sama sekali. Padahal, sebagian penonton berulang-ulang meneriakkan nama calon lawan Mbah Deri itu. Jelas itu adalah suara para pendukungnya. Tapi, "Di mana dia?", batin beliau.
Setelah dicari-cari, akhirnya mata Mbah Deri pun tertuju ke salah satu sudut ring. Beliau melihat di sudut ring itu tampak si calon lawan sedang bergaya bak seorang jagoan, memukul dan menendang ke sana ke mari. Tapi....., Masyaa Allooh.…, orang itu besarnya hanya seukuran batang korek api. Melihat itu, Mbah Deri sangat terkejut. Tak henti-hentinya bibir beliau melafalkan kalimah-kalimah thoyyibah. Dalam hati beliau berkata, "Kalau lawan saya hanya sebesar ini, saya gak perlu keluar banyak tenaga. Saya gak usah memukul, apalagi menendangnya. Saya cukup pakai satu jari tengah saja (Jawa, dislenthik) sudah hancur orang ini. . . .".
Dari hasil perenungan sesaat itulah, Mbah Deri kemudian malah memutuskan untuk melemparkan handuk, yang merupakan tanda seseorang menyatakan menyerah dan tidak akan melanjutkan pertandingan lagi. Menyaksikan Mbah Deri 'lempar handuk' sebagai tanda bertekuk lutut, si lawan pun sontak berteriak, meloncat-loncat, dan jungkir balik kegirangan. Dia mengira kalau Mbah Deri down dan ketakutan menghadapi dia. Sementara itu, para pendukung dan Mbah Deri Lovers pun menjadi bad mood dan kecewa berat. Mereka menganggap Mbah Deri sebagai seorang pengecut.
Mereka mengira jagoannya itu ngeper menghadapi lawan yang berukuran lebih besar. Berbagai cemoohan pun terlontar dari para pendukung beliau. Setelah itu, Mbah Deri langsung turun dari ring (Jawa, genjot) kemudian pulang dan langsung menghadap Mbah Mustaqim. Kepada Mbah Mustaqim, beliau menceritakan kejadian yang baru saja beliau alami. Selain itu beliau juga menyatakan bahwa mulai hari itu beliau mengundurkan diri dari dunia persilatan. Mendengar penuturan Mbah Deri, Mbah Mustaqim pun hanya tersenyum.
Takut Melihat Jin.
Pada suatu ketika, Mbah Deri sedang berada di pinggir sungai. Tanpa sengaja beliau melihat sesosok jin yang sedang duduk di seberang sungai. Jin itu memiliki bentuk tubuh yang menyeramkan. Postur tubuhnya sangat besar dan tinggi sekali. Bagaimana tidak, jin yang sedang dalam posisi duduk itu tingginya hampir sejajar dengan tinggi pohon kelapa di sebelahnya. Wajahnya sangat menyeramkan. Matanya bulat, berwarna merah menyala dan dalam keadaan melotot.
Melihat pemandangan yang menyeramkan itu, entah mengapa, tidak seperti biasanya, kali ini beliau merasa ketakutan. Akhirnya, tanpa beliau sadari, untuk menghindar dari pelototan mata jin itu, beliau langsung terjun ke dalam sungai. Aneh bin ajaib, ternyata beliau berada di dalam air itu sampai beberapa hari.
Di belakang hari, ketika beliau ditanya kenapa kok sampai begitu lama dan tampak begitu kerasan dan enjoy berada di dalam air? Beliau jawab, "Lha
bagaimana tidak kerasan? Lha wong di dalam air itu saya ditemani Mbah Kyai Mustaqim, diajak ngobrol sambil roko'an (merokok), dan disuguhi aneka makanan dan minuman yang enak-enak."