Mbah H. Mustamar, Bandung.
Raja Tongkat
Pemah pada suatu hari, tatkala para santri Mbah Mustaqim sedang berkumpul di surau (Jawa,langgar) Pondok PETA, mereka menggelar 'adu tongkat'. Ada 2 buah tongkat kayu sepanjang kira-kira 40 cm. Tongkat itu masing-masing mereka 'isi' dengan kekuatan magis sehingga menjadi seperti benda hidup, bisa bergerak sendiri, bahkan bisa diadu. Dalam permainan 'adu tongkat' itu yang terkenal sering berjaya adalah tongkat milik Mbah H. Mustamar yang bertempat tinggal di dukuh Bakalan, desa Suruhan Kidul, kecamatan Bandung, Tulungagung.
Apabila teman mereka sedang 'berlaga', maka yang lainnya bertindak sebagai penonton sekaligus sebagai supporter. Ada pula, salah seorang dari mereka yang bertugas sebagai wasit. Ketika pertandingan itu berjalan dengan seru, tentu para supporter pun berteriak-teriak. Mengetahui kegaduhan itu, Syekh Mustaqim pun menegur mereka dengan bahasa yang sangat halus (Jawa, sareh), "Hey... ora pareng ngono lho, yo? " (Hey..., tidak boleh seperti itu loh, ya?). Mendengar suara guru mereka dari kejauhan mereka pun langsung bubar dan lari semburat lalu menyembunyikan diri. Tapi, pada keesokan harinya 'adu tongkat' itu mereka ulangi lagi.
Penakluk Sapi.
Pernah pula, mereka 'mengerjai' seekor sapi yang akan disembelih untuk suatu acara yang akan digelar Syekh Mustaqim. Sapi itu mereka 'buat' mengamuk. Tentu saja seisi pondok pun menjadi heboh. Maka, tampillah dengan gagahnya sang jagoan 'adu tongkat', si Mbah H. Mustamar. Beliau memiliki postur tubuh tinggi besar lalu menghampiri sapi itu dan mengusap kepalanya. Begitu terkena usapan Mbah Mustamar, sapi itu langsung menunduk lemas. Lalu, dengan atraktif , sapi itu beliau sembelih sendiri tanpa bantuan orang lain sambil berkata, "Ayo, siapa yang berani, maju ke sini.“