26.11.22

Mbah Mubin, Sobontoro.

Mbah Mubin, Sobontoro.

  MBAH MUBIN murid SYEKH MUSTAQIM yang cukup fenomenal di desa Sobontoro, kecamatan Boyolangu, Tulungagung.

Sebelum beliau berguru kepada Syekh Mustaqim, Mbah Mubin sudah cukup lama malang-melintang di dunia ilmu kejawen atau kanuragan. Memang, pada zaman dulu merupakan hal yang lumrah seseorang mempelajari ilmu kanuragan. Hal ini karena, menurut pandangan masyarakat, letak kehormatan seseorang adalah tergantung dari ketinggian ilmu kanuragannya.

Setelah beliau menjadi santri Syekh Mustaqim, maka menjadi sebuah keharusan semua ilmu bathil itu harus rela untuk dibuang. Karena, khodam ilmu kejawen atau kanuragan itu akan menjadi penghalang dan pengganggu bagi'perjalanan' seorang salik.Pada diri beliau, ada satu ilmu kanuragan yang sangat sulit dihilangkan. llmu itu memiliki spesifikasi khasiat berupa kekuatan pukulan tangan yang setara dengan bobot suatu barang seberat 2 kwintal. Bahkan, sampai pada saat beliau menjalani wirid dari Syekh Mustaqim pun terkadang khodam ilmu tersebut masih suka mendatangi beliau. Apabila khodam ilmu itu datang, maka beliau merasa tangannya menjadi luar biasa berat dan akan terasa ringan apabila tangan beliau itu dipukul-pukulkan ke lantai. Namun, alhamdulillah, perlahan-lahan kekuatan ilmu kanuragan itu pada akhirnya bisa juga tereliminasi dari tubuh beliau.

SUARA PALSU KICAUAN PERKUTUT.

Pada masa awal beliau menjalani 'ilmu putih', beliau banyak mengalami gangguan dan serangan dari bangsa jin. Pernah, beliau di ganggu sesosok jin yang bernama "Jing Ringgit". Dia adalah merupakan danyangan desa Sobontoro. Pada zaman itu, sudah merupakan tradisi bagi masyarakat setempat, setiap akan mempunyai hajat, mereka selalu datang berombongan ke danyangan itu dengan membawa berbagai sesaji. Danyangan atau sadranan itu terletak di tengah sawah di desa Sobontoro. Masyarakat desa tersebut sering nyadran ke sana dengan tujuan untuk meminta doa restu kepada Jin Ringgit yang mereka anggap sebagai 'penguasa' desa Sobontoro,agar hajat yang akan mereka gelar diberi kesuksesan.

Setelah Mbah Mubin menjadi murid Syekh Mustaqim, sebagaimana murid lainnya. beliau pun setiap hari senantiasa menjalankan wirid dan riyadloh di rumah beliau. Hal ini ternyata menimbulkan dampak besar yang tidak mengenakkan bagi Jing Ringgit dan segenap wadyabalanya. Mereka merasakan hawa panas dan suasana yang tidak nyaman. Kemudian, Jing Ringgit pun memerintahkan 'dinas intelijennya' untuk menyelidiki dan mencari sumber 'malapetaka' itu. Dan, ternyata 'biang kerok' itu bernama Mbah Mubin.

Maka, kemudian Jing Ringgit pun berusaha menghentikan kegiatan yang dilakukan Mbah Mubin. Dia beberapa kali mendatangi Mbah Mubin untuk meminta agar Mbah Mubin segera menghentikan aktifitas beliau. Menurut mereka, energi dan aura yang keluar dari wirid yang dibaca Mbah Mubin itu mengakibatkan gonjang ganjing, suasana kacau, dan hawa panas di seantero wilayah kekuasaan mereka.

Setelah sampai beberapa kali Mbah Mubin mereka samperin, ternyata Mbah Mubin tetap 'bandel'. Maka, mereka pun kemudian mengambil langkah yang kasar dan represif. Namun, dengan cara yang demikian, bahkan sampai beradu fisik dan main keroyok pun, ternyata mereka tidak bisa menundukkan Mbah Mubin.

Akhirnya, Jing Ringgit pun mengubah strateginya dengan cara pendekatan persuasif. Jing Ringgit mendatangi Mbah Mubin dalam bentuk perempuan yang sangat cantik jelita. Dia berkali-kali melancarkan rayuan mautnya kepada Mbah Mubin. Jing Ringgit mengatakan, bahwa dia bersedia 'melayani' Mbah Mubin, dengan syarat agar Mbah Mubin tidak membaca wirid itu lagi. Namun, alhamdulillah, semua itu tetap tidak mempan bagi beliau.

Merasa gagal dengan 2 jurusnya yang terdahulu, maka Jing Ringgit kemudian mengubah kiatnya. Dia mencari tahu apa yang menjadi kesenangan (Jawa, klangenan) Mbah Mubin. Berdasarkan laporan aparat intelijennya, ternyata Mbah Mubin adalah seorang kicau mania (penggemar burung berkicau). Beliau memiliki hobby memelihara burung perkutut. Setelah mengetahui hal itu, maka kemudian datanglah Jing Ringgit dalam bentuk perempuan cantik dengan membawa sangkar berisikan seekor burung perkutut. Kemudian, dia menyerahkan burung dan sangkarnya itu kepada Mbah Mubin.

Karena burung itu diam saja alias tidak mau 'manggung' (berkicau), maka beliau pun menanyakan kepada Jing Ringgit, "Kok, diam saja? Mana suaranya?" Selang beberapa detik kemudian burung perkutut itu pun mengeluarkan suara yang sangat bagus sekali. Mendengar suara burung perkutut yang sangat indah itu, beliau pun merasa kagum dan senang sekali. Beliau merasa, seumur-umur belum pernah mendengar suara burung perkutut sebagus itu. Akan tetapi, setelah beliau amati secara seksama, ternyata suara kicauan burung perkutut itu berasal dari mulut Jing Ringgit.

DI LATIH MATI.

Pada suatu pagi, Mbah Mubin mengumpulkan isteri dan anak-anak beliau. Beliau lalu mengatakan kepada keluarga beliau bahwa beliau sebentar lagi akan mati. Beliau meminta agar nanti apabila beliau benar-benar mati, mereka tidak diperbolehkan menangis sama sekali apalagi sampai histeris. Maka, kemudian beliau meminta agar semua pintu dan jendela ditutup rapat-rapat.

Setelah itu, beliau lalu berbaring di tempat tidur di kamar beliau. Dan, beberapa menit kemudian, ternyata beliau benar-benar mati. Mengetahui suami dan ayah mereka meninggal dunia, tentu saja mereka ingin menangis. Namun, mengingat pesan beliau tadi, maka mereka pun terpaksa harus menahan tangis mereka.

Selang beberapa menit kemudian datanglah Syekh Mustaqim ke rumah Mbah Mubin. Syekh Mustaqim mengatakan kepada anak-isteri Mbah Mubin agar mereka tenang. Mereka oleh Mbah Mustaqim diminta untuk secara bergantian menunggui jenazah Mbah Mubin yang sudah ditutupi kain.

Dan, setelah kira-kira 1 jam sejak kematian Mbah Mubin, ternyata beliau hidup kembali. Bangkit lagi dalam keadaan sehat wal afiyat, tidak kurang suatu apapun. Beliau lalu menemui guru beliau yang saat itu tengah duduk di ruang tamu. Syekh Mustaqim kemudian mengatakan kepada keluarga Mbah Mubin bahwa kejadian langka yang baru mereka alami itu sebenarnya untuk menguji kesabaran mereka apabila nanti suatu saat ditinggal mati orang-orang yang mereka cintai.

Syahdan, selama beliau menjadi murid Syekh Mustaqim, beliau mengalami peristiwa 'dilatih mati' itu sampai 7 kali. 'Latihan mati' yang pertama, beliau alami saat beliau sedang menjalani suluk di Pondok PETA. Saat itu, beliau mengalami rasa sakit yang sangat luar biasa. Demikian pula pada 'latihan' yang ke 2 dan ke 3. Namun, rasa sakit itu berangsur-angsur berkurang pada 'latihan-latihan' berikutnya. Dan, pada 'latihan' yang ke 7 itulah pada akhirnya beliau benar-benar wafat pada tahun 1973.

KELILING EROPA NAIK KUDA.

Pada suatu hari, Mbah Kyai Mustaqim memerintahkan 11 orang murid senior beliau, termasuk Mbah Mubin, untuk melakukan perjalanan ziarah ke makam beberapa auliya 'ulloh dengan mengendarai kereta api. Setelah ke 11 orang itu lengkap berkumpul di Pondok PETA, maka kemudian beliau memerintahkan untuk segera berangkat. Mereka pun keluar dari pondok menuju ke stasiun Tulungagung.

Ketika masih sampai di depan pintu gerbang pondok, Mbah Mustaqim memanggil Mbah Mubin untuk kembali masuk ke pondok. Mbah Mustaqim mengatakan kepada Mbah Mubin, "Bin, kowe kerio ae, engko budhal karo aku.“ (Bin, kamu belakangan saja, nanti berangkat bersama saya ). Maka, ke 10 orang lainnya pun terus berjalan menuju ke stasiun.

Setelah itu, Mbah Mustaqim masuk ke dalam rumah untuk berkemas-kemas. Sementara itu, Mbah Mubin menunggu beliau di serambi musholla. Beberapa saat berlalu, kemudian Mbah Mustaqim mengajak Mbah Mubin berangkat. Beliau berdua keluar dari pondok dengan berjalan beriringan menuju ke arah alun-alun. Sesampai di samping masjid Al Munawwar, ternyata di situ sudah ada dua ekor kuda yang sudah menunggu.

Syekh Mustaqim kemudian mengajak Mbah Mubin untuk menaiki (Jawa, nyengklak) masing-masing kuda itu. Beberapa detik kemudian beliau berdua pun sudah berada di punggung kuda tersebut. Sepasang guru-murid minas sholikhin itu pun kemudian memacu kuda-kuda beliau. Bahkan, beliau berdua kemudian malah mendahului kereta api yang ditumpangi teman-teman Mbah Mubin. Mereka semua menyaksikan dari dalam kereta api, Mbah Kyai Mustaqim dan Mbah Mubin mendahului kereta api yang mereka tumpangi.

Berikutnya, cerita tentang Syekh Mustaqim yang menaiki kuda serta perjalanan ziarah 10 orang yang menaiki kereta api itu tidak tercover. Yang ada, kelanjutan ceritanya dalam peristiwa itu adalah Mbah Mubin kemudian meneruskan perjalanan beliau sendirian dengan menaiki kuda itu sampai berkeliling ke beberapa negara di Eropa, di antaranya negara Jerman dan Inggris.

Dikisahkan, bahwa setelah Mbah Mubin keliling Eropa, beliau lalu kembali ke Pondok PETA menghadap Syekh Mustaqim. Beliau melaporkan hasil 'muhibah' beliau ke beberapa negara di Eropa dengan menunjukkan bukti berupa mata uang negara-negara yang telah beliau kunjungi.

Beliau juga menyampaikan hasil 'reportase' beliau terkait dengan keadaan perpolitikan dan peperangan di benua Eropa. Beliau melaporkan secara panjang lebar tentang tentara Jerman, persenjataannya, dan pemimpinnya yang terkenal, Adolf Hitler (1889 -1945).

Mbah Mubin pernah bercerita kepada ayahanda penulis bahwa beliau pernah diajak malaikat naik ke angkasa raya untuk kya-kya (jalan-jalan). Diceritakan oleh beliau bahwa ternyata antara satu bintang dan bintang lainnya masing-masing dihubungkan dengan rel.

MBAH MUBIN PEMILIK KUDA PUTIH.

Syekh Abdul Djalil Mustaqim pemah berkata bahwa Mbah Mubin memiliki suatu bacaan yang apabila bacaan itu diucapkan, maka akan datang seekor kuda putih yang siap mengantarkan beliau ke manapun yang beliau inginkan.

Berdasarkan keterangan Bpk. Muhammad, putra Mbah Mubin, bacaan itu diperoleh Mbah Mubin dari Sayyidina Ali bin Abi Tholib, karromallohu wajhah. Setelah beliau menerima bacaan itu, kemudian beliau melaporkan kepada Syekh Mustaqim. Menanggapi hal itu, Syekh Mustaqim berpesan agar bacaan itu dipakai sendiri saja, tidak boleh diajarkan atau diberitahukan kepada siapa pun.