29.11.22

Membuka Majelis Senenan

  Asy Syekh mengadakan kegiatan malam Senenan mulai sekitar awal tahun 1984. Kegiatan itu beliau awali dengan mengadakan forum 'jagongan' secara terbatas. Setiap menjelang malam Senin, pada hari Minggu pagi atau siangnya, asy Syekh selalu meminta untuk datang beberapa orang tertentu (baik melalui telpon maupun mengirim utusan) untuk agar datang ke pondok PETA pada malam harinya (malam Senin).

Orang-orang yang sering dipanggil asy Syekh untuk jagongan setiap malam Senin, antara lain:
  1. bpk. K.H. Maschun (Bendiljati), 
  2. bpk. Atimiyanto (Blitar), 3. bpk. H. Musa Ismail (ayahanda penulis), 
  3. bpk. Hambali (Nganjuk), 5. bpk. K.H. Maschin (Madiun), 
  4. bpk. H. Adenan Husin (Tulungagung), 
  5. bpk. H. Nurudin (anggota DPRD Tulungagung), 
  6. dan beberapa orang lagi. Pada beberapa bulan pertama, peserta majelis 'jagongan' tidak lebih dan 10 orang saja.
Karena orang-orang yang diminta datang oleh asy Syekh selalu berganti-ganti, maka orang-orang tersebut tidak menyadari kalau asy Syekh secara rutin, yaitu setiap malam Senin, selalu mengadakan 'open house'. Sehingga, sampai kira-kira acara malam Senenan itu berlangsung selama satu tahun, para 'tamu undangan' itu masih belum sadar kalau asy Syekh sebenarnya bermaksud agar orang-orang itu, tanpa diundang pun, seharusnya setiap malam Senin datang ke pondok PETA.

Namun, karena sudah terbiasa, kedatangan orang-orang itu ha. nya kalau merasa disuruh datang oleh asy Syekh saja. Sedangkankan, asy Syekh sekali pun tidak pernah meminta atau memerintahkan murid-murid beliau tersebut untuk mendatangi secara rutin majelis Senenan. Hal itu asy Syekh hindari agar jangan sampai menjadi beban bagi si murid.

Sementara itu, kegiatan asy Syekh yang sama sekali tidak pernah dipublikasikan itu, dari mulut ke mulut di kalangan santri pondok PETA lainnya, semakin hari semakin menyebar. Maka, mereka pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa bertemu, bertatap muka, dan mendengar nasehat serta taushiyah asy Syekh. Memang, sejak awal konsep majelis Senenan itu hanyalah berupa majelis 'jagongan'. Dalam menyampaikan dawuh-dawuh beliau, asy Syekh lakukan sambil merokok dan minum kopi. Pakaian yang beliau kenakan pun sering terkesan sangat non formal. Asy Syekh sering hanya mengenakan sarung, kopiah hitam, dan berkaoskan oblong putih. Sangat santai.

Dawuh-dawuh yang asy Syekh sampaikan pun tidak jauh darl permasalahan kehidupan sehari-hari. Beliau mengatakan bah' wa apa yang beliau sampaikan merupakan 'kitab teles ' (teles =basah) kurang lebih maksudnya adalah membicarakan realitas
kehidupan sehari-hari. Asy Syekh juga mengatakan bahwa beliau sama sekali tidak pernah memprogram apa yang akan . beliau katakan.

Secara bercanda asy Syekh berkata, “Wong aku ki lek ngomong sukur mangap. Tapi mangapku ki kan koyok mangape barongan? Dadi, masio ngono didelok yo panggah apik. ” (Saya itu kalau ngomong asal membuka mulut. Tapi terbukanya mulutku kan seperti terbukanya mulut barongan/sejenis barongsai, kan? Jadi, meskipun begitu dilihat ya tetap menarik).

Sementara itu, para sami'in pun dalam mendengarkannya juga begitu. Sebagian dari mereka yang 'ahli hisap' mendengarkannya juga sambil rokokan. Meskipun begitu, sikap duduk mereka juga tidak berani semaunya sendiri. Mereka tidak ada yang berani duduk selonjor. Pada waktu itu musholla pondok (lantai dasar) masih belum disekat dengan kaca seperti sekarang. Posisi duduk asy Syekh selalu di dekat pilar sebelah Utara. Beliau duduk menghadap ke Timur. Selama hampir 3 tahun itulah, setiap malam Senen asy Syekh memimpin sendiri majelis 'jagongan' itu. Asy Syekh pernah mengatakan, “Dulu, para Wali Sanga model da'wahnya ya seperti ini.” '

Gaya bahasa beliau dalam menyampaikan nasehat-nasehat beliau itulah yang sangat luar biasa. Santai, lucu, enak didengar, rasional, namun sangat dalam menembus kalbu. Seandainya asy Syekh 'menembak' seseorang, maka orang tersebut tidak akan merasa dipermalukan di depan orang banyak. Bahkan, di TO (target operasi) akan merasa lega karena telah mendapat 'peringatan .keras' dari asy Syekh. Dia dan orang-Orang yang hadir di situ pasti akan tertawa. Ketika itu, asy Syekh sering 'membaca' hati orang-orang yang beliau nilai perlu 'diservis'.

Pada awalnya, malam Senenan itu hanya asy Syekh isi dengan jagongan saja. Namun, sekitar bulan September 1986, setelah berjalan hampir3 tahun, seusai acara jagongan, selanjutnya beliau tambah dengan kegiatan sholat-sholat sunnat dan pembacaan aurod. Kegiatan ritual berupa sholat-sholat sunnat dan pembacaan aurod itu pada mulanya beliau imami sendiri saat itulah beliau mulai mengajarkan secara umum  (ijazah umum) satu paket sholat sunnat yang terdiri dari:
  1. Sholat Hajat 12 rokaat (6 salaman). Surat yang dibaca pada setiap 1 salaman: Rokaat pertama, ba'da Fatikhah, membaca Ayat Kursyi 1X Rokaat ke dua, ba'da Fatikhah, membaca surat al Ikhlas 1X
  2. Sholat Taubat 4 rokaat (2 salaman). Surat yang dibaca pada setiap 1 salaman: Rokaat pertama, ba'da Fatikhah, membaca surat al Insyiroh lx. Rokaat ke dua, ba'da Fatikhah, membaca surat al Fiil 1x, 
  3. Sholat Witir 3 rokaat (2 salaman).
Pada waktu diimami asy Syekh sendiri, ketika itu urut-urutan pelaksanaannya, adalah sebagai berikut:
  1. SholatHajat,
  2. SholatTaubat,
  3. Pembacaan aurod (pada awalnya aurod yang dibaca adalah Khizbul Asyfa', setelah itu beliau ganti aurod Ayat Kursyi),
  4. Doa, kemudian ditutup dengan 
  5. Sholat Witir.
Seusai sholat Witir, asy Syekh meneruskan sendiri sholat4 rokaat (2 salaman). '

Setelah beberapa bulan beliau imami sendiri, maka kemudian asy Syekh menyuruh bpk. H. Adenan Husin untuk mengimaminya. Sebelum bpk. H. Adenan melaksanakan tugas, beliau meminta arahan asy Syekh tentang kaifiyah (tatacara)-nya. Maka asy Syekh pun menjelaskan urut-urutan amaliyahnya, sebagai berikut:
  1. Sholat Hajat, 
  2. Sholat Taubat, 
  3. Sholat Witir, 
  4. Pembacaan aurod, dan ditutup dengan 
  5. Doa.
Dan, sejak saat itulah urut-urutan yang dipakai (sampai sekarang) seperti yang disampaikan kepada bp. H . Adenan tersebut.

Selain itu, untuk mengisi acara jagongannya kemudian asy Syekh serahkan kepada bpk. Kyai Imam Muslim. Berbeda dengan metode yang asy Syekh terapkan, bpk. Kyai Imam Muslim mengisi pengajiannya dengan membaca kitab Al Hikam. Setelah posisi mengaji dan mengimami sudah digantikan orang lain, maka praktis sejak saat itu asy Syekh secara perlahan-lahan mulai jarang keluar. Hanya sesekali asy Syekh berkenan keluar meskipun hanya sebentar.

Di masa akhir beliau masih kerso (berkenan) paring dawuh (memberikan nasehat-nasehat) di majelis Senenan, beliau pernah mengatakan begini, “Aku tadi siang didatangi
(al Imam al Quthub) asy Syekh Ja'far Shodiq. Beliau mengatakan bahwa zaman sekarang ini banyak orang yang tidak mau menghargai barokah.” Asy Syekh memberikan satu contoh, ketika orang-orang pulang dari acara kondangan selamatan dan mereka membawa pulang berkat (makanan yang dibagikan Shohibul hajat untuk dibawa pulang), mereka membawanya dengan agak malu-malu dan sembunyi-sembunyi. Padahal, makanan itu sudah didoai sehingga menjadi makanan yang berbarokah.

Asy Syekh mengatakan bahwa Syekh Ja'far Shodiq datang dengan mengenakan pakaian yang sangat indah dan bagus. Di pakaiannya terdapat rantai dan liontin bulat yang sangat bagus. Al Imam al Quthub asy Syekh Ja'far ash Shodiq, rodliyallohu'anhu, adalah saudara kandung al Imam asy Syekh Musa al Kadhim. Beliau berdua adalah putera al Imam Muhammad al Baqir ibn al Imam Ali Zainal Abidin ibn al Imam Husein asy Syahid ibn Sayyidina Ali ibn Abi Tholib wa Sayyidatina Fathimah az Zahro' binti Sayyidina wa Maulana Muhammad shalallahu 'alaihi wa aalihi wa sallam.