Memimpin Pondok PETA
Masa Awal Menjadi Kyai.
Menambahkan niat.
Pada masa asy Syekh mulai menggantikan Syekh ' Mustaqim, beliau menambahkan l niat lagi dari semula 3 niat seperti yang dituntunkan Syekh Mustaqim kepada para murid yang masih belum bisa ikhlas sepenuhnya dalam beribadah kepada Alloh SWT. Ketika itu, Syekh Mustaqim memberikan toleransi kepada murid-murid beliau yang belum bisa sepenuhnya lilaahi ta'ala dalam menjalankan ibadah, terutama dalam melakoni wirid-wirid yang beliau ijazahkan, agar niatan mereka jangan sampai keluar dari koridor permintaan yang beliau tuntunkan.
Pada masa asy Syekh, niat-niat itu selengkapnya ialah, memohon agar diberikan:
- Tetepe iman (tetapnya iman),
- Padhange ati (terangnya hati),
- Slamet ndunyo akhirot (selamat dunia akhirot), dan
- Diparingi opo ae sing barokah manfaat (diberi apa saja yang barokah manfaat).
Dalam hal tambahan niat (permimaan) yang asy Syekh tuntunkan, beliau menilai bahwa untuk 'mempercepat' seseorang sampai ke hadlotillah, maka seseorang itu memerlukan keberkahan dan kemanfaatan dari Alloh SWT.
Selain itu, sejak awal asy Syekh memikul tanggung jawab sebagai seorang mursyid, beliau didampingi dan di back up Sepenuhnya oleh murid-murid senior Syekh Mustaqim seperti mbah Slamet, mbah H. Ahmad Sirri, mbah H. Husein, mbah Mubin, mbah H. Syamsul Bahrun, mbah Sur, dan mbah K.H. Asrori lbrahim Bahkan, mbah Kyai Asrori secara khusus telah diberi tugas oleh mbah Kyai Mustaqim untuk mendampingi asy Syekh.
Dikaruniai mukasyafah.
Asy Syekh pemah berkata, “Pada permulaan aku menjadi kyai aku oleh Alloh Ta'ala diberi karunia mukasyafah mata.” Ketika beliau dikaruniai kasyaf mata itu beliau bisa melihat tingkah laku semua murid beliau kapan pun dan di mana pun mereka berada. Tingkah laku itu tidak hanya terbatas yang lahiriyah saja, juga gerak-gerik hati mereka.
Setelah kasyaf mata, asy Syekh kemudian dikaruniai Alloh kasyafah telinga. “Setelah mata terus telinga,” begitu kata Syekh. Seperti halnya kasyaf mata, kasyaf telinga yang di karuniakan Alloh SWT kepada asy Syekh pun juga menjadikan Syekh mampu mendengar apa saja yang diucapkan para murid beliau. Ucapan dan kata-kata para murid itu tidak hanya ucapan-ucapan yang keluar dari mulut saja, namun ucapan-ucapan yang keluar dari lisannya hati pun asy Syekh mampu mendengarnya. Siapapun, di mana pun, dan kapan pun.
Asy Syekh berkata, “Ketika aku diberi mukasyafah mata dan telinga, aku masih mampu untuk menahannya (Jawa, ngempet) Yang beliau maksud 'menahan' atau 'ngempet' adalah beliau mampu tidak bereaksi sedikit pun ketika tingkah laku murid murid beliau itu kelihatan atau terdengar oleh beliau. Karena, kata beliau, “Orang diberi mukasyafah itu sebenamya hal yang mudah. Yang sulit itu adalah menjaganya (Jawa, ngreksa).” Artinya, salah satu adab (etika) seseorang yang dikaruniai mukasyafah itu adalah dia tidak boleh asal-asalan dan ceplas-ceplos mengatakan dan menceritakan apa-apa yang dia ketahui atau dia dengarkan kepada yang bersangkutan atau malah dibocorkan kepada orang lain. Karena, pada hakekatnya, semua itu adalah rahasia Alloh SWT dengan pribadi yang bersangkutan.
“Tetapi,” kata beliau selanjutnya, “Ketika aku kemudian diberi karunia mukasyafah hidung, maka hal itu menjadi sangat berat bagiku.” Asy Syekh mengatakan bahwa kasyaf hidung itu menjadikan beliau bisa mencium aroma ruh orang-orang yang sedang beliau hadapi. Ketika beliau berhadapan dengan orang yang bertamu kepada beliau, sedangkan orang itu tergolong orang yang sholih, maka bau harum pun semerbak keluar dari ruh orang tersebut. Karena berbau harum, maka beliau pun menjadi senang.
Sebaliknya, pada saat beliau berhadapan dengan orang yang berperangai buruk, maka bau busuk pun menyeruak keluar dari ruh orang itu. Aroma busuk itu berakibat perut beliau menjadi mulas dan menimbulkan rasa mual yang amat sangat. Isi perut . beliau seakan diaduk-aduk. Maka, asy Syekh pun menjadi sering ke kamar mandi untuk memuntahkan rasa mual itu. Kalau sudah seperti ini, asy Syekh pun merasa sangat tidak nyaman. Bagaimana tidak, isi perut beliau pun menjadi terkuras.
Mengetahui asy Syekh sering muntah-muntah dan keluar-masuk kamar mandi, kadang kala si tamu malah bertanya kepada asy Syekh apakah beliau sedang tidak enak badan. Asy Syekh pun mengiyakan dan mengatakan kalau beliau sedang masuk angin.
Aroma ruh para tamu beliau itu tidak hanya terbaui ketika si tamu sudah berada di hadapan asy Syekh. Sejak si tamu masih berada di rumah, aroma harum atau busuk yang keluar duri ruh orang orang yang akan menghadap beliau itu sudah terlebih dahulu hadir di hidung ruhaninya asy Syekh. Sebenarnya, asy Syaikh bisa saja tidak menemui tamu-tamu yang beraroma busuk tetapi asy Syekh tidak mau. Bagi asy Syekh, merupakan sualu kewajiban bagi beliau untuk mcnghormati scmua tamu. Asy Syekh tetap menemui tamu-tamu beliau meskipun beliau akan ‘tersiksa' karenanya.
Dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun, silih berganti tamu yang beliau hadapi, antara yang menyenangkan dan menyebalkan. Namun, lama kelamaan asy Syekh menjadi semakin terbiasa. Di samping itu, pada akhirnya, asy Syekh menyimpulkan bahwa yang berbau harum maupun yang berbau busuk itu semua adalah buatan Alloh Ta'ala. Maka, kemudian semua itu pun beliau kembalikan kepada Alloh SWT.
Terkait dengan aroma harum ruh seseorang, asy Syekh berkata, “Bau harumnya ruh orang yang ahli hakekat berbeda dengan yang ahli syariat. Kalau orang yang ahli syariat, bau harumnya 'menusuk' (Jawa, sengir).”