Mengarungi Bahtera Rumah Tangga
Pada hari Senin, tanggal 2 Oktober 1972 asy Syekh menikah dengan ibu Nyai Hj. Umi Zahro’. Beliau adalah puteri pasangan alm. mbah Misron (Muhammad Natsir) dengan mbah Murtini. Ibu Nyai Umi Zahro' terlahir di desa Maron, kecamatan Srengat, kabupaten Blitar.
Akad nikah dilaksanakan di musholla pondok PETA. Yang menikahkan beliau adalah mbah Kyai Asrori Ibrahim dengan disaksikan para murid sepuh, antara lain mbah Slamet, mbah H. Ahmad Sirri, mbah kyai Khasbullah, ‘ mbah H. Dulmongin, a ' menikah mbah Duriyat, mbah Sur, H. Husin, dan lain-lain. Bertindak selaku wali mempelai perempuan adalah mbah Misron, ayahanda bu Nyai Zahro sendiri
Dari pernikahan dengan ibu Nyai Umi Zahro', asy Syekh dikaruniai 10 orang putera-puteri, yaitu;
- Kharirotul Rumaisyah (ning Oma)
- Kharirotul Khusna (ning Khusna),
- Kharir Muhammad Sholachudin (Syekh Sholachudin)
- Kharirotul Nujum (ning Nujum),
- Kharirotul Ni'matuz Zupiter (ning Ni'mah),
- Kharirotul Mizaniyah (ning Nia),
- Kharir Muhammad Fairuza (gus Fariz),
- Kharirotul Bazaziyatul Manna (ning Manna),
- Kharirotul Maulawiyatil Kinda (ning Ela), dan
- Kharir Muhammad Mustaqim Atstsaqafi (gus Kevin).
Selain ke 10 putera-puteri yang bisa beliau berdua asuh sampai dewasa, ada pula seorang anak perempuan yang diberi nama Kharirotul Adawiyah yang meninggal dunia ketika masih berumur 3 bulan.
Kisah berjodohnya asy Syekh dengan ibu Nyai Umi Zahro‘ ini pernah asy Syekh ceritakan begini, “Aku pernah bermimpi ditemui bapak (Syekh Mustaqim) yang mengatakan bahwa calon isteriku itu rumahnya di dekat sekolahan SD.” Selain itu asy Syekh juga pemah melihat calon isteri beliau itu beberapa kali hadir dalam mimpi beliau. Asy Syekh pernah melihat bahwa Nyai Zahro‘ memakai baju berwarna coklat dan bawahan putih Setelah asy Syekh konfirmasi kepada bu Nyai, ternyata bu Nyai memang benar memiliki pakaian seperti yang asy Syekh tanyakan. Bahkan, untuk meyakinkannya, asy Syekh meminta agar bu Nyai mengenakan pakaian dimaksud.
Pernah pula asy Syekh melihat bu Nyai dalam mimpi beliau sedang tidur di tempat tidur milik Syekh Mustaqim. Dalam mimpi asy Syekh membatin “Itu siapa sih kok berani-beraninya tidur di tempat tidurnya bapak. Wong aku saja tidak berani. Setelah asy Syekh dekati, ternyata itu adalah bu Nyai Zahro‘.
Asy Syekh pernah pula mendapat ‘alamat‘ bahwa yang akan mendampingi beliau sebagai kyai adalah bu Nyai Zahro'. Alamat atau isyaroh dari Alloh SWT itu pemah beliau sampaikan kepada kak Tar beberapa bulan sebelumnya. Beliau berkata, "Tar, aku bermimpi ketika aku sedang duduk di kursi jadi wasit pertandingan bola volley, pada seat pertandingan masih setengah mainan, tiba-tiba aku digantikan gadis itu.” Kata asy Syekh sambil menunjuk arah bu Nyai Zahro'yang sedang melintas di dekat beliau berdua. Ketika itu bu Nyai Zahro' memang tengah mondok di pondok PETA. Beliau saat itu sedang sekolah ( SP IAIN (Sekolah Persiapan Institut Agama Islam Negeri), Tulungagung (setingkat SMA). Kata asy Syekh selanjutnya, "Tar, besok yang kuat menjadi istriku dan mendampingi aku di pondok ini ya dia.”
Secara nasab, bu Nyai Umi Zahro' memiliki garis keturunan ke atas sampai asy Syekh as Sayyid Sulaiman bin Abdurahman Basyaiban, rakhimahullah, atau lebih dikenal dengan nama Sayyid Sulaiman, Mojoagung Jombang. Asy Syekh pun membenarkan hal itu Bahkan, al Ustadz KH. Sholeh Qosim, Sepanjang, Sidoarjo, yang juga merupakan zurriyat Sayyid Sulaiman, sangat paham dari jalur mana menyambungnya silsilah bu Nyai Zahro' sampai ke Sayyid Sulaiman.
Pada hari Sabtu Legi, tanggal 4 Mei 1985, asy Syekh menikah dengan ibu Nyai Masruroh. Beliau adalah puteri pasangan alm. bpk. Shofwan dan ibu Munti'ah, Kandenan, Boyolangu.
Pernikahan asy Syekh dengan ibu Nyai Masruroh dikaruniai putera-puteri beliau sebagai berikut :
- Adib Muhammad Dzulkarnain (Gus Adib),
- Adab Maulana Assufi (Gus Maulana),
- Adib Muhammad Syarif (Gus Syarif),
- Adib Muhammad Maidumi (Gus David),
- Adibatul Mutsanna (Ning Sana),
- Adibatul Maziyah (Ning Maziyah)
- Adibatus Sa'diyah (Ning Yayak),
- Adibatul Farida Maryam (Ning Rida),
- Adibatus Salamah (Ning Salma)
- Adibatun Nurus Syarifah (Ning Rifa).
Selain dari putera-puteri beliau berdua yang beliau asuh sampai dewasa, ada lagi seorang anak sulung beliau yang bernama Adibatus Zuhdiyah meninggal dunia ketika masih berusia 5 tahun
Asy Syekh pernah menceritakan kepada penulis tentang kisah perjodohan beliau dengan bu Nyai Masruroh. Ketika itu sekitar tahun 1975, sewaktu asy Syekh sedang duduk di tepi pantai dalam posisi duduk menyedekapkan kedua tangan beliau di lutut kedua kaki beliau. Saat itu beliau duduk menghadap ke arah lautan lepas. Tiba-tiba asy Syekh melihat seseorang dengan mengendarai kuda putih yang datang dari arah lautan menuju ke pantai tempat di mana beliau duduk.
Ternyata orang tersebut adalah Nabiyalloh Khidlir, 'alaihisalam. Bersama Nabi Khidlir, duduk pula di atas punggung itu seorang anak perempuan yang menurut perkiraan asy Syekh berumur 5-6 tahun. Setelah berada di dekat asy Syekh, kuda putih itu berhenti. Masih tetap di atas punggung kuda, nabiyalloh Khidlir lalu menurunkan anak perempuan itu ke arah asy Syekh seraya berkata, “Ini calon isterimu.”
Asy Syekh pun lalu menjulurkan kedua tangan beliau untuk menerima anak perempuan itu. Namun, sebelum terpegang asy Syekh Nabi Khidlir sudah menarik kembali anak itu. Ketika ditarik Nabi Khidlir, sepintas asy Syekh sempat melihat ada 2 tanda fisik yang terdapat pada anak perempuan itu. Tanda flsik itu ialah adanya tahi lalat sebesar kedelai yang terletak di jempol kaki kiri dan tanda lahir (Jawa, toh) di lengan tangan kanan. Kemudian, anak perempuan itu oleh Nabi Khidlir didudukkan kembali ke atas punggung kuda lalu kuda putih itu berbalik arah menuju ke lautan lagi.
Oleh karena itulah, setelah asy Syekh menikahi bu Nyai Masruroh, beliau lalu menanyakan kebenaran 2 tanda fisik yang terdapat pada diri bu Nyai tersebut. Dan, ternyata kedua tanda itu memang benar adanya.
Sekitar bulan Mei 1989, asy Syekh menikah dengan ibu Nyai Marfuatin. Beliau adalah puteri pasangan alm. bpk. Ma'ruf dengan ibu Nuriyah. Bu Nyai Fuatin dilahirkan di desa Tales, kecamatan Kras, kabupaten Kediri.
Dari pemikahan asy Syekh dengan bu Nyai Fuatin, beliau dikarunia 3 orang putera, yaitu:
- Latif Ahmad Bahaudin (Gus Latif),
- Latif Muhammad al Masyisyi (Gus Alma), dan
- Latif Muhammad Ainul Yaqin (Gus Yaqin).
Selain dikaruniai 3 putera tersebut di atas, bu Nyai Fuatin pernah pula keguguran pada saat usia kandungan beliau berumur sekitar 2 bulan. Janin yang gugur itu oleh asy Syekh diberi nama Siti Aminah.
Terkait dengan perjodohan asy Syekh dengan bu Nyai Fuatin, beliau pemah mengatakan kepada penulis, “Yang memilihkan aku (beristeri dengan bu Nyai Fuatin, pen.) itu Sunan Kalijaga karena dia masih keturunan Sunan Kalijaga.”
Selain itu, asy Syekh pernah berkata kepada bu Nyai Fuatin bahwa pernikahan beliau dengan bu Nyai Fuatin itu seperti ber kumpulnya tulang yang terpisah (Jawa,nglumpuke balung pisah). Karena, ibunda bu Nyai Fuatin adalah krandah mbah H. Muntoho yang memiliki hubungan darah dengan mbah Abdul Djalil, Cari, Ngantru (buyut asy Syekh).
Asy Syekh memberikan nama putera-puteri beliau dengan diawali kata Charir yang berarti 'sutera‘. Dengan diawali kata Charir itu asy Syekh berharap mudah-mudahan putera-putri beliau memiliki kepribadian selembut sutera.
Kemudian, ada pula yang diawali dengan kata Adib yang memiliki makna 'beradab'. Hal ini merupakan harapan dan doa beliau agar putera-puteri beliau menjadi manusia yang beradab.
Sedangkan, ada pula nama putera-putera beliau yang beliau sematkan di depan nama mereka kata Lathif yang berarti 'lembut'. Dengan nama depan ini, asy Syekh memiliki harapan yang besar agar putera-putera beliau tersebut dikaruniai jiwa yang lembut.