Mondok Di PP MOJOSARI Nganjuk (1961-1970)
Sejak tahun 1961 itulah asy Syekh mulai mondok di ponpes Mojosari. Di ponpes Mojosari mbah Lim oleh Syekh Mustaqim, selain tholabul 'ilmi, juga diminta untuk membantu dan melayani segala kebutuhan asy Syekh. Pada saat itu ponpes Mojosari dipimpin oleh mbah Kyai Manshur, rokhimahulloh.
Ketika asy Syekh mondok di Mojosari itulah beliau biasa dipanggil dengan sebutan mbah Djalil. Hal itu karena, sebelum asy Syekh mondok di situ, ada seorang santri yang namanya juga Abdul Jalil, yaitu mbah Jalil, Bandar, Kediri. Kebetulan ketika asy Syekh mulai masuk, mbah Jalil Bandar baru saja lulus (Jawa, boyong). Selain itu, asy Syekh dianggap pantas dengan julukan itu karena kendati asy Syekh masih berusia belasan tahun tapi sifat, watak, dan prilaku 'sepuhnya' sangat menonjol sekali. Dalam kesehariannya asy Syekh lebih banyak bergaul dengan para santri senior dan sesepuh pondok. seperti mbah Mukarrom dan mbah Masrur.
Mbah Mukarrom adalah santri senior pondok Mojosari yang sangat terkenal. Beliau, biasa disapa dengan nama mbah Irom, merupakan santri kesayangan mbah Kyai Zainudin, rokhimahulloh (w. 1954), pimpinan pondok Mojosari sebelum mbah Kyai Manshur.
Mbah Irom (w. 1976) berasal dari Tulungagung, di lingkup santri pondok Mojosari beliau diyakini sebagai seorang waliyulloh sehingga beliau sangat disegani dan dihormati.
Namun seorang kekasih Alloh SWT, penghormatan itu menjadkan rasa tidak nyaman bagi mbah Irom. Maka, penghormatan itu Pun kemudian oleh mbah Irom 'dilemparkan' kepada asy Syekh
Caranya, kemana pun asy Syekh pergi, mbah Irom Selalu berjalan di belakang asy Syekh. Semula asy Syekh merasa tidak enakjuga. Tetapi setelah memahami maksud mbah Irom bahwa asy Syekh dijadikan 'tutup' bagi beliau, maka asy Syekh pun de. ngan pede-nya menuruti kemauan mbah Irom. Kepada orang-orang mbah lrom selalu mengatakan bahwa beliau, “Nderekne (mengiringkan) mbah Djalil. . ..”
Demikian pula ketika beliau berdua sedang nongkrong untuk makan dan ngopi di warung makanan (J awa, marang). Pada saat di warung sedang ramai orang, mbah Irom pun kentut dengan suara yang lumayan keras, duuuuttt.... Maka, asy Syekh pun langsung mengimbanginya dengan suara yang tidak kalah keras, duuuuttt....
Pernah ada seorang santri yang berasal dari keluarga mampu mengatakan kepada si pemilik warung bahwa kalau mbah Irom makan dan ngopi di warungnya supaya dicatat saja . Nanti setiap akhir bulan semuanya akan dia bayar. Santri itu berpesan kepada si pemilik warung agar menyampaikan kepada mbah Irom kalau makan dan minumnya mbah Irom sudah dia tanggung.
Mengetahui hal itu, mbah Irom pun 'mengeluh' kepada asy Syekh. “Lha nggih to Gus… kok rumangsane piyambake niku kadus Gusti Alloh mawon, nanggung uripe wong... Lha nggih, wong kok dipadalme manuk. ” (lha ya to Gus. . . kok anggapannya dia itu seperti Gusti Alloh saja, menanggung hidupnya orang. Lha ya, orang kok disamakan dengan burung). Dan, mbah [rom pun menolak itu semua.
Asy Syekh juga punya cerita lain tentang mbah Irom. Pada suatu hari mbah Irom mendapat undangan untuk menghadiri acara walimatul 'urs yang diselenggarakan oleh seorang kyai yang terkenal. Pak kyai itu, sebut saja kyai Fulan, adalah alumni pondok Mojosari. Mbah lrom pun, seperti biasanya, lalu mengajak asy Syekh untuk menemaninya. Nah, ketika mbah Irom menghadiri undangan walimah itu, ternyata si Shohibul hajat sudah menyiapkan sebuah kamar untuk mbah Irom dengan perabotan yang super lux.
Dengan perasaan bangga, pak kyai Fulan pun sudah woro-woro kepada para kyai bahwa mbah Irom pada malam itu akan menginap di rumah beliau. Pada jaman itu, dianggap sebuah kehormatan yang luar biasa apabila mbah Irom berkenan singgah, apalagi sampai menginap, di rumah seseorang.
Mengetahui hal itu, maka mbah Irom pun justru meninggalkan majelis walimah yang saat itu tengah berlangsung. Beliau lalu mengajak asy Syekh untuk nongkrong di sebuah pos kamling (Jawa, gerdu). Mbah lrom mengatakan, begini, “Gus, kula kalih kyai Fulan didol. Dalu niki awake dewe tilem teng mriki mawon nggih, Gus? ” (Gus, saya sama kyai Fulan dijual. Malam ini kita tidur di sini saja ya, Gus?). Maka, jadilah ke dua orang kekasih Alloh itu semalaman tidur di pos kamling dengan berselimutkan kain sarung yang beliau berdua kenakan.
Ketika di pondok Mojosari asy Syekh pernah mendapat amanah menjadi Ketua (Jawa, lurah) pondok dengan dibantu pak kyai Huda sebagai Sekretaris.