29.11.22

Murid Yang Di Perintah Berjalan

  Hal ini dialami oleh Sdr. H. Kusnul Tamin, Bangkalan, Madura, pada tahun 1994. Sdr. Kusnul waktu itu berstatus sebagai mahasiswa fakultas hukum semester II, universitas Darul Ulum (Undar), Jombang. Di Undar, kendati sdr. Kusnul masih ‘anak kemarin sore’ tapi dia sudah terkenal sebagai seorang aktivis kampus yang sangat berani. Singkat cerita, oleh karena sesuatu hal sdr.  Kusnul akhirnya menjadi murid asy Syekh.

Setelah beberapa bulan di pondok PETA, pada suatu hari sdr. Kusnul dipanggil asy Syekh. Beliau berkata, “Nul, kamu nggak usah kuliah. Berhenti saja kuliahmu. Lalu kamu lakukan perjalanan kaki dari Bangkalan ke Banten. Sebelum berangkat, kamu pamit dulu kepada orang tuamu.” Mendengar perintah yang dia anggap aneh itu, sdr. Kusnul pun agak keberatan. Dia merasa bahwa hal itu sesuatu yang tidak masuk akal. Dia menyampaikan ke asy Syekh bahwa dia masih ingin kembali ke kampus untuk kuliah dan mewujudkan cita-citanya menjadi seorang pengacara yang hebat.

Mendengar keberatan sdr. Kusnul, asy Syekh pun memberikan pilihan, “Kamu ikut aku apa ikut kuliahmu?” Mendengar ‘todongan’ itu, sdr. Kusnul pun memutuskan untuk ikut asy Syekh. Tapi meskipun dia sudah menyatakan ‘oke’, sdr. Kusnul masih berpikir untuk mencari cara lain bagaimana agar perintah itu bisa terlaksana tapi tidak dengan jalan kaki. Hal itu karena logika sdr. Kusnul masih belum bisa menerima. Namun, asy Syekh tetap tegas, harus jalan kaki dan tidak boleh menumpang kendaraan apa pun.

Akhimya, sdr. Kusnul pun berpamitan kepada asy Syekh. Asy Syekh pun mengiyakan. Namun, belum sampai jauh, sdr. Kusnul sudah kembali menghadap asy Syekh untuk berpamitan lagi. Oleh asy Syekh pun diiyakan. Ternyata, di balik pamitan itu sdr. Kusnul bermaksud minta uang untuk bekal di jalan.
Jadi, sdr. Kusnul bukannya minta doa restu tapi justru minta sangu (uang untuk bekal).

Ternyata permintaan sdr. Kusnul itu tidak dipenuhi asy Syekh. Beliau justru berpesan, “Nul, kamu berangkat pakai baju itu saja (waktu itu dia memakai baju mahasiswa), nggak boleh compang-camping. Dan, kamu tidak boleh meminta-minta.” Kata sdr. Kusnul lagi, “Loh. . ., kalau begitu beri saya sangu.” Asy Syekh secara tegas menjawab, “Tidak, kamu tidak akan aku kasih uang.”

Selanjutnya, sdr. Kusnul pulang ke Madura dan berpamitan kepada orang tuanya. Setelah itu, perjalanan pun dimulai. Dia memulai perjalanan dari makam mbah Kholil, rokhimahulloh. Di sana selama 3 hari tanpa uang sepeser pun. Ketika di makam mbah Kholil itu, dia bertemu dengan pak Kyai Jamal, Tambakbetas, bersama rombongan. Sdr. Kusnul pun bercerita tentang perintah asy Syekh itu. Kemudian, oleh Kyai Jamal dia diberi uang Rp. 15.000,-, telur asin, dan ketupat.

Setelah itu, dimulailah ‘long march’ itu. Sdr. Kusnul terus jalan dan jalan. Sampai di Paciran, Lamongan, dia merasa sudah tidak kuat karena sangat haus dan lapar. Bagaimana tidak haus dan lapar, sedangkan uang sudah habis sama sekali ditambah . lagi tidak boleh meminta-minta. Meskipun begitu dia terus saja beljalan kendati dengan langkah kaki yang berat. Ketika sampai di tepi pantai, masih di Paciran, dia melihat banyak orang berjualan makanan. Karena saking hausnya, maka dia pun akhirnya nekat. Sdr. Kusnul kemudian minta minum kepada pemilik warung. Oleh pemilik warung tidak diberi. Ketika dia melihat di atas meja ada minuman sisa orang, maka dimintalah minuman itu. Tapi apa yang terjadi? Bukannya air itu diberikan tapi malah disiramkan ke wajahnya. Ketika itu sebenarnya dia jengkel. Tapi karena takut dikeroyok, maka dia pun ‘terpaksa’ harus bersabar. Kemudian dia berpindah ke lain warung. Di warung berikutnya dia melihat beberapa makanan kesenangannya sepertl ikan bakar, cumi-cumi, tongkol. dun scbagainya. Pada saat itu dia hanya bisa menelan ludah saja. Akhimya, dia melihat ada sisa makanan orang di piring. Melihat itu, dia pun lalu meminta nasi sisa itu kepada pemilik warung. Di luar dugaan, temyata nasi sisa itu malah diberikan kepada seekor kucing. Sambil berlali menangislah dia. Tapi setelah itu diajustru menjadi teringat pesan asy Syekh untuk tidak meminta apa pun kepada orang lain,

Perjalanan pun dilanjutkan dengan langkah yang sangat pelan sekali. Pada saat berjalan itu, tiba-tiba ada orang yang memang. gil namanya, “Nuuulll....” Setelah berdekatan, ternyata dia adalah teman kuliahnya di Undar. Temannya itu lalu mena. nyainya kemana saja kok lama tidak kelihatan, kampus tidak ada kamu jadi sepi, lha ini kenapa kamu kok berada di sini, kamu sama siapa, dan sebagainya. Sdr. Kusnul merahasiakan apa sebenarnya yang sedang diajalani. Sdr. Kusnul mengatakan bahwa dia sedang melihat-lihat kapal laut. Dan, temyata temannya itu pemah punya hutang kepada dia uang sebesar Rp. 50.000, Setelah itu, sdr. Kusnul diajak ke rumahnya. Setelah beristirahat, sdr. Kusnul kemudian dipersilakan makan. Ternyata, makanan yang dia inginkan ketika di pinggir pantai tadi semuanya ada di situ.

Setelah itu, pada malam hari berikutnya sdr. Kusnul melanjutkan perjalanannya. Dia memang memilih waktu berjalan pada malam hari untuk menghindari panasnya matahari. Ketika berjalan melintasi hutan itu, dia dikejutkan dengan adanya seekor harimau kumbang yang berwama hitam. Harimau itu berjalan di sebelah kanannya agak ke depan. Waktu itu dia membatin, “Ini harimau beneran apa jadi-jadian, ya? Kalau harimau jadi-jadian, ini mungkin kalau tidak jelmaan Pangeran Kumbang ya jelmaannya Kyai Djalil. Tapi kalau ini harimau beneran, kalau saya sampai lari saya pasti tetap kepegang.” Akhimya, dia pun pasrah. Namun, sesampai di daerah petilasan Sunan Kalijaga, harimau itu menghilang. Setelah si kumbang itu mengihilang, maka justru timbul rasa trauma di hatinya. Ndilalah, ada truk lewat. Maka, dia pun ikut menumpang. Maunya sampai ke kota Tuban tapi ternyata truk itu sudah berhenti tidak lama setelah dia mulai naik.

Ketika perjalanan sampai di kota Tuban, saat itu sudah agak siang, timbullah rasa haus. Kebetulan di daerah itu banyak orang berjualan legen (air nira). Karena tidak membawa uang sepeser pun, maka dia pun memberanikan diri untuk minta minum kepada penjual legen. Namun, tragedi Paciran pun terulang  kembali. Bukannya diberi, tapi oleh si penjual legen, muka sdr. Kusnul malah disiram dengan air legen. Sambil menangis dia berjalan menjauh. Namun, entah berasal dari mana, tiba-tiba ada uang koin 100 rupiah (edisi koin yang tebal) jatuh di dekatnya. Maka, dengan uang itulah dia membeli legen. Dia bisa minum sepuasnya ditambah dengan beberapa biji pisang goreng.

Selang beberapa hari kemudian, sampailah dia di pondok Kyai Wahid, Grobogan, Purwodadi. Di situ, selain bersilaturahmi, tentu ingin mendapatkan makan dan minum gratis tanpa meminta. Cukup lama dia ‘ngendon’ di pondoknya Kyai Wahid. Pada waktu itu dia sempat membantu Kyai Wahid mensyiarkan thoriqot Syadziliyah. Saat itu, Kyai Wahid sendiri sebenarnya masih belum lama berguru kepada asy Syekh. Namun, syi’ar thoriqot Syadziliyah yang dilakukan Kyai Wahid itu berkembang sangat pesat.

Pada saat sdr. Kusnul sedang asyik-asyiknya di Grobogan, tiba tiba dia dijemput mbah Ghofur untuk diajak pulang ke Tulungagung. Setelah bcberapa waktu di Tulungagung oleh asy Syekh pun disuruh melanjutkan ‘long march’nya ke Banten. Singkat cerita, sampailah dia di garis finish di makam Sultan Hasanudin, Banten.

Dari olah jiwa yang asy Syekh tuntunkan kepada sdr. Kusnul im ternyata membawa berkah yang luar biasa. Pada perkembangan berikutnya, sdr. Kusnul dikaruniai bebempa kelebihan yang khowariqul ‘adah Penulis sempat bertemu dengan orang yang pernah menyaksikan kelebihan-kelebihan yang dikaruniakan
Alloh SWT kepada sdr. Kusnul.