20.11.22

Thoriqoh Syadziliyah Pondok PETA

 Di propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kota bernama Tulungagung. Tepat di jantung kota tersebut berdiri sebuah bangunan pondok nan megah berlantai empat yang terletak sekitar 100 meter ke arah barat alun-alun kota Tulungagung. Pondok yang dikenal dengan nama pondok PETA (Pesulukan Thoriqot Agung) itu merupakan sebuah pondok pesulukan (zawiyah) yang dirintis pendiriannya oleh Hadlrotusy Syekh al Mukarrom Romo K.H. Mustaqim bin Muhammad Husain, rodliyallohu 'anh, sejak kira-kira tahun 1930-an. Sedangkan Syekh Mustaqim sendiri wafat tahun 1970 dalam usia 69 tahun.

Perjuangan Syekh Mustaqim dalam menegakkan nilai nilai Islam ala ahlus sunnah wal jamaah (aswaja), yaitu dengan mengajarkan thoriqot dan dzikir sirri diteruskan oleh putera beliau, Syekhina wa Mursyidina wa Murobbi ruukhina Hadlrotusy Syekh Romo K.H. Abdul Djalil bin Mustaqim, rodIiyaIIohu 'anh, Beliau memimpin dan mengembangkan warisan dari ayahanda beliau itu sejak tahun 1970 sampai saat berpulangnya beliau pada hari Jumat Wage, 26 Dzul Qo'dah 1425/  7Januari 2005, pukul 02.40 WIB.

(Entah suatu kebetulan antara kewafatan Syekh Abdul Djalil dan Syekh Abul Hasan terdapat kesamaan dalam usia, bulan, dan waktu atau jam, Wallohua' lam)

Suatu fakta yang tak terbantahkan oleh siapapun bahwa keberhasilan Syekh Abdul Djalil dalam berdakwah dan mengembangkan pondok PETA serta menegakkan panji-panji ajaran ahlus sunnah wal jamaah patut mendapatkan predikat SUMMA SUMMA QUMLAUDE. Hal ini terbukti selama 35 tahun kepemimpinan beliau (1970 2005), al Maghfurlah telah berhasil dalam menjaga dan mengembangkan pondok PETA, sehingga menjadi sebuah pondok thoriqot yang besar dan disegani oleh banyak fihak. Model dakwah beliau yang memiliki ciri khas bil khaal, yakni dengan contoh dan perbuatan langsung banyak diikuti oleh murid-murid beliau.

Namun, perjuangan tidak boleh berhenti hanya karena takdir Tuhan dengan wafatnya beliau. Masih menumpuk PR yang harus dikerjakan oleh penerus beliau, Syekhina wa Mursyidina wa Murobbi ruukhina Hadlrotusy Syekh al Mukarrom K.H. Charir Sholachuddin bin Abdul Djalil Mustaqim, rodliyaIIohu 'anh, sebelumnya akrab disapa dengan nama Gus Saladin, dan tentunya juga oleh seluruh murid-murid beliau. Mudah-mudahan Alloh SWT senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada asy Syekh al Mukarrom KH. Sholachuddin beserta segenap Keluarga Besar Pondok PETA, Tulungagung, amiin.

Sedangkan, Pondok PETA sendiri dikatakan sebagai Pondok Pesulukan Thoriqot Agung yang sebagian maknanya adalah sebuah pondok yang mengajarkan sekaligus 3 thoriqot yang agung, yaitu:
  1. THORIQOT QODIRIYAH WAN NAQSYABANDIYAH 
  2. THORIQOT NAQSYABANDIYAH, dan 
  3. THORIQOT SYADZILIYAH.
Thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah dan Thoriqot Naqsyabandiyah diterima oleh Syekh Mustaqim bin Muhammad Husain pendiri pondok PETA, dari Syekh Khudlori bin Hasan, rodliyallohu ‘anh, (Malangbong, Garut, Jawa Barat) pada sekitar tahun 1925. Sejak dulu hingga sekarang, kedua thoriqot ini selain diajarkan juga menjadi amalan rutin di pondok PETA. Malahan, thoriqot Qodiriyah wan Naqsyabandiyah selalu diamalkan setiap selesai sholat 5 waktu setiap harinya.

Thoriqot Syadziliyah diterima oleh Syekh Mustaqim dari Syekh Abdur Rozaq bin Abdillah, Termas, Pacitan pada sekitar tahun 1940. Rantai silsilah atau sanad thoriqot ini mulai dari Sholachuddin bin Abdul Djalil Mustaqim sampai kepada Syekh Abul Hasan Asy Syadzily, adalah sebagai berikut:
Syekhina wa Mursyidina wa Murobbi rukhina Hadlrotusy
Syekh K.H. Charir Sholachuddin bin Abdul Djalil Mustaqim,
menerima baiat thoriqot Syadziliyah dari :
  1. Syekh Abdul Djalil bin Mustaqim, dari 
  2. Syekh Mustaqim bin Muhammad Husain, dari 
  3. Syekh Abdur Rozaq bin Abdullah at Tarmasi, dari 
  4. Syekh Ahmad,Ngadirejo, Solo dari 
  5. Sayyidisy Syekh Ahmad Nahrowi Muhtarom al Jawi tsummal Makky, dari . 
  6. Sayyidisy Syekh Muhammad Sholih al Mufti al Makky al Hanafi, dari 
  7. Sayyidisy Syekh Muhammad 'Ali bin Thohir al Watri al Madani al Hanafi , dari 
  8. Sayyidisy Syekh al 'Allamah asy Syihab Ahmad Minnatulloh al 'Adawi asy Syabasi al Azhary al Mishry al Maliky, dari 
  9. Sayyidisy Syekh al 'Arif Billah Muhammad al Bahiti, dari 
  10. Sayyidisy Syekh Yusuf asy Syabasi adh Dhoriri, dari 
  11. Asy Syekh asy Syihab Ahmad bin Musthofa al Iskandary asy Syahir bish Shobbagh, dari 
  12. Syekh al 'Allamah Sayyid Muhammad bin Abdul Baqi' az Zarqoni al Maliky, dari 
  13. Sayyidisy Syekh an Nur 'Ali bin Abdurrohman al Ajhuri al Mishry al Maliky, dari 
  14. Sayyidisy Syekh al 'Allamah Nuruddin 'Ali bin Abi Bakri al Qorofl,dari 
  15. Syekh al Hafidh al Burhan Jamaluddin Ibrohim bin Ali bin Ahmad al Qurosyi asy Syafi'i al Qolqosyandi, dari 
  16. Syekh al 'Allamah asy Syihab Taqiyyuddin Abil Abbas Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar al Muqdisi asy Syahir bil Wasithi, dari 
  17. Syekh al 'Allamah Shodruddin Abil Fatkhi Muhammad bin Muhammad bin Ibrohim al Maidumi al Bakry al Mishry, dari
  18. Syekh al Quthbuz Zaman Sayyid Abul Abbas Ahmad bin 'Umar al Anshori al Mursi, dari 
  19. Quthbul Muhaqqiqin Sulthonil Auliya' ls Sayyidinasy Syekh Abil Hasan Ali asy Syadzily, rodliyallohu 'anhum wa a 'aada 'alainaa mim barokaatihim wa anwaarihim wa asroorihim wa 'uluumihim wa akhlaaqihim wa nafakhaatihim fid diini wad dun-ya wal aakhiroh, aamiin yaa robbal 'alamiin.

Diambil dari buku
“MANAQIB SANG QUTHUB AGUNG”
(SULTHONUL AULIYA' SYEKH ABUL HASAN ASY-SYADZILIY)
Penulis  : H. Purnawan Buchori ( Kaak Pur )
Penerbit : Pondok PETA Tulungagung.