20.11.22

Thoriqoh Syadziliyah

 Sebagaimana thoriqot mu'tabaroh yang lain, thoriqot Syadziliyah juga bersumber dari Robbul 'izzati robbul 'alamin. Ajaran thoriqot, atau jalan, atau cara, atau metode menuju kepada Alloh SWT tersebut kemudian disampaikan kepada Rosululloh SAW melalui utusan-Nya, malaikat Jibril, 'alaihis salam. Selanjutnya, oleh Rosululloh SAW metode itu lalu diajarkan kepada beberapa sahabat beliau. Oleh sahabat sahabat beliau kemudian diajarkan kepada para muridnya. Lalu, oleh muridnya itu kemudian diajarkan kepada muridnya pula. Demikian seterusnya dan seterusnya, turun temurum, sampai akhirnya sampai kepada Syekh Abdus Salam bin Masyisy.

Semenjak dari Rosululloh SAW sampai kepada Syekh Abdus Salam, dalam kurun waktu sekitar 600 tahun, metode tersebut diajarkan dalam lingkup yang masih amat terbatas. Tidak banyak orang yang bisa mengetahui dan mengenalnya. Di samping itu, selama itu pula ajaran tersebut masih belum memiliki nama atau sebutan.

Selanjutnya, oleh Syekh Abdus Salam, seperti yang telah kita ketahui, ajaran tersebut kemudian diajarkan kepada Syekh Abil Hasan asy Syadzily. Setelah ajaran ini diterima oleh Syekh Abil Hasan, lalu oleh beliau, selang beberapa tahun kemudian, ajaran ini dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat umum berikut dengan ajaran ajaran tasawwufnya. Oleh karena itu, di kemudian hari, murid-murid beliau mengaitkan ajaran thoriqot tersebut dengan nama beliau, dengan sebutan 'THORIQOT SYADZILIYAH'.

Pada masa Syekh Abul Hasan, terutama setelah beliau bermukim di Mesir, ajaran thoriqot ini berkembang dengan amat pesat. Wewangian nan semerbak yang muncul dari keagungan barokah thoriqot ini pun menyebar ke seluruh pelosok penjuru
dunia. Sampai kini,thoriqot ini banyak memiliki pengikut di sebagian besar negara-negara di Afrika bagian utara, Umur, dan tengah, sampai negara negara di Amerika Barat dan Utara, serta negara di Asia, termasuk Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Sepeninggal asy Syekh Abil Hasan, kekhalifahan thoriqot ini kemudian dilanjutkan oleh murid terkemuka beliau bernama Syekh Syihabuddin Abul Abbas Ahmad bin Umar al Anshori al Mursi atau lebih dikenal dengan nama Syekh Abul Abbas al Mursi (w. 686 H./1288 M.). Di kala hidupnya, Syekh Abul Abbas banyak memiliki murid masyhur yang amat berpengaruh dalam dunia Islam, di antaranya:
  1. Shohibul Hikam Syekh Ibnu Atho'illah as Sakandary (w. 709 H/1310 M),
  2. Syekh Yaquut al 'Arsyi (w. 732 H./ 1331 M),
  3. Syekh Abil Fatkhi al Maidumi, 
  4. Shohibul Burdah Syekh Muhammad bin Sa'id al Bushiri (w. 694 HI 1295 M),
  5. Syekh Najmuddin al Ishfa hani (w. 721 H/1321 M).
Tiga nama pertama di atas, yaitu : Syekh Ibnu Atha'illah, Syekh Yaquut al 'Arsyi, dan Syekh Abil Fatkhi al Maidumi di kemudian hari menggantikan kedudukan Syekh Abul Abbas sebagai khalifah thoriqot Syadziliyah. Thoriqot Syadziliyah yang dibawa Syekh Ibnu 'Athoillah, secara umum, lebih banyak berkembang ke wilayah barat Mesir, mulai dari kota Iskandaria sampai ke negara Libya, Aljazair, Tunisia, Maroko, dan sebagian besar negara-negara berpenduduk muslim lainnya di daerah Afrika Barat, hingga sampai ke Spanyol dan beberapa negara lainnya di Eropa dan Amerika.

Sedangkan, perkembangan thoriqot Syadziliyah yang dibawa Syekh Yaquut al 'Arsyi lebih mendominasi wilayah dalam negeri Mesir sendiri dan negara-negara di sebelah selatannya, seperti Sudan, Ethiopia, Kenya, Somalia, dan Tanzania. Dari jalur Syekh Yaquut inilah asy Syekh al Quthub Syamsuddin al Hanafi menerima ijazah thoriqot Syadziliyah dan menjadikan beliau sebagai khalifah ke lima thoriqot ini, seperti yang telah “diramalkan” oleh Syekh Abul Hasan asy Syadzily.

Sementara itu, dakwah Syekh al Maidumi mendapat sambutan hangat di wilayah jazirah Arab, terutama di dua kota Suci, Mekkah dan Madinah. Justru dari kedua kota suci ini pada akhirnya thoriqot Syadziliyah menyebar dengan pesat ke negara negara timur, mulai dan India, Pakistan, Afganistan, hingga sampai ke Malaysia dan Indonesia. Dari jalur Syekh al Maidumi inilah silsilah thoriqot Syadziliyah sampai ke Syekh Mustaqim bin Muhammad Husain di Tulungagung, Jawa Timur.

Syekh Abul Abbas al Mursi memikul tanggung jawab sebagai khalifah pengganti Syekh Abil Hasan  sampai beliau wafat dan dimakamkan di dalam komplek Masjid Agung Iskandaria, Mesir. Makam syekh Abul Abbas bersebelahan dengan salah satu murid utama beliau, Syekh Muhammad bin Sa'id al Bushiri, rodliyallohu 'anhuma wa a'aada 'alainaa mim barkaatihima wa anwaarihima wa asroorihima wa 'uluumihim wa akhlaaqihima. Amiin.

Dalam catatan yang lain, Syekh al Bushiri termasuk salah satu di antara murid Syekh Abul Abbas yang juga pernah berguru langsung kepada Syekh Abul Hasan asy Syadzily. 'Orang-orang besar' setelah periode Syekh Abul Abbas Yang mengambil thoriqot Syadziliyah sebagai jalan ruhaninya, antara lain:
  1. Syekh Dawud al Bakhili (w. 732H/1133 M.), 
  2. al Imam Taqiyyuddin as Subky (w. 756 H./ 1355 M.) dan putranya 
  3. Syekh Tajuddin as Subky, 
  4. Syekh Ibnu Abbad ar Rundi (w. 792 H/l390 M.), 
  5. Syekh Ali Abul Wafa'(w. 807 H/1404 M.), 
  6. Shohibul Dalailul Khoirot Syekh Muhammad bin Sulaiman al Jendy (w. 870 H./l465 M.), 
  7. Syekh Ahmad Zarruq(w. 899 H/1493 M.), 
  8. Syekh al Imam Jalaluddin Abdur Rohman as Suyuthi (849-911 H./1445-1505M.)
  9. Syekh al Imam Abdul Wahhab asy Sya'roni (w.973 H/1565M), dan 
  10. Syekh Ibnu Ajibah (w 1224 H/1809 M.). 
  11. Petinju legendaris Muhammad Ali adalah juga Seorang Syadzilyyin. 
Di Indonesia. ulama-ulama besar yang diketahui juga "berpakaian" Syadziliyah antara lain:
  1. Hadlrotusy Syekh KH Hasyim Asy'ari, 
  2. KH Wahab Hasbullah
  3. Mbah Yai Sholeh,  Langitan. 
  4. Mbah Yai Ma'shum, Lasem 
  5. Syekh Kholil Bangkalan 
  6. Mbah Yai Syahlan Krian 
  7. Mbah Yai Zainuddin Mojosari, 
  8. Mbah Dhalhar bin Abdurrahman Watucongol Magelang, 
  9. KH Abdul Hamid, Pasuruan
  10. KH Muhaiminan Gunardo Parakan Magelang, 
  11. Habib Lutfi bin Ali Bin Yahya Pekalongan.
Thoriqot Syadziliyah sebagai metode dan system mendekatkan diri kepada Zat Yang Maha Suci, memiliki karakter atau watak spesifik sebagaimana thoriqot-thoriqot lainnya. Watak atau sifat tersebut, seperti halnya dalam kehidupan maanusia masing-masing memiliki perbedaan antara yang satu dan lainnya. Karakter yang melekat pada pribadi thoriqoh Syadziliyah amat dipengaruhi oleh perikehidupan asy Syekh Abil Hasan asy Syadzily, baik dalam segi kehidupan pribadi maupun pandangan pandangan tasawwuf beliau.

Sedangkan Syekh Abil Hasan sendiri, karakter ketasawwufannya mendapatkan pengaruh yang kuat dari model tasawwuf ala Maghriby. Hal ini dimungkinkan karena dalam perkembangan kejiwaan dan keilmuan beliau waktunya banyak dihabiskan di negeri-negeri bagian barat, mulai dari Maroko, Tunisia, dan yang terakhir di Mesir. Namun, beliau pun juga sangat mengagumi dan mendalami kitab-kitab karya ulama ulama timur, salah satunya Imam al Ghozali, rahimahullah. Jadi, sebenarnya bisa dikatakan bahwa pada diri Syekh Abil Hasan terdapat perpaduan antara tasawwuf ala barat dan timur. Hal ini sesuai dengan letak wilayah geografis negara Mesir yang berada di persimpangan jalan antara Masyriqy dan Maghriby.

Tasawwuf ala Maghriby, pada umumnya, memiliki ciri khas yang menyukai kelembutan, kelenturan, dan keindahan, serta senantiasa berusaha untuk mensyukuri apapun pemberian Alloh SWT. Maka, dalam ajaran thoriqot Syadziliyah selalu ditekankan tentang kebersihan, kerapian, keteraturan, dan ketenangan. Sebaliknya, mereka sangat ditabukan menjadi peminta-minta, hidup semaunya, dan suka berkeluh kesah (Jawa, sambat). Oleh karena itu, thon'qot Syadziliyah dikenal sebagai sebuah thoriqot yang menempuh jalur SYUKUR. Di samping itu, thoriqot ini juga memiliki jiwa tasawwuf yang terkesan luwes (fleksibel) dan kompromis.

Satu contoh, pandangan thoriqot Syadziliyah hal meninggalkan duniawiyah atau zuhud. Zuhud merupakan salah satu dasar terpenting bagi seseorang yang berjalan menuju kepada Yang Maha Suci. Asy Syekh Abul Hasan berpesan kepada para pengikutnya agar mereka berlaku adil dan janganlah hendaknya terlalu berlebih-lebihan dalam meninggalkan dunia (zuhud). Karena, sikap yang demikian itu dapat menyebabkan kegelapan di dunia dan batang tubuh pun akan jadi kurus kering. Namun, setelah itu, sewaktu-waktu dia keluar dari padanya, maka dunia pun akan kembali dipeluknya, bahkan dengan pelukan yang lebih erat lagi.

Sebaliknya, jiwa tasawwuf ala Masyriqi lebih didominasi dengan karakter-karakter yang bersifat keras, lurus, dan tanpa kompromi. Hal ini bisa dibaca dari kehidupan dan pandangan tokoh-tokoh tasawwuf timur, seperti: Syekh Abdul Qodir Jailani, Imam Ghozaly, dan Syekh Husain al Hallaj .

Para murid thoriqot Syadziliyah juga dianjurkan untuk senantiasa berbuat ihsan terhadap siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Guru besar thoriqot Syadziliyah, asy Syekh Abdul Djalil Mustaqim pernah mengatakan, “Seorang warga thoriqot Syadziliyah tidak diperbolehkan hanya memikirkan dirinya sendiri.” Bahkan, beliau mengajarkan kepada murid-murid beliau agar menjauhi sejauh-jauhnya orang yang dijuluki sebagai ulama, tokoh masyarakat, dan pemimpin yang hanya memikirkan dirinya dan keluarganya. Beliau menyebut orangorang seperti itu sebagai “Da'jal Kecil”. Na'udzubillah.

Murid thoriqot Syadziliyah dianjurkan untuk membaca istighfar, sholawat, dan dzikir nafi istbat masing-masing minimal 100 kali dalam sehari-semalam. Wirid atau bacaan tersebut harus melalui talqin atau ijazah yang diberikan oleh seorang guru mursyid. Selain itu, pada waktunya, juga dilakukan baiat dengan cara yang amat sederhana. Baiat dalam thoriqot Syadziliyah dilakukan sendiri oleh sang guru. Proses pelaksanaannya yaitu antara guru dan murid saling berhadapan dan dilakukan satu per satu.

Dalam ajaran thoriqot Syadziliyah, para muridnya juga dlanjurkan untuk membaca hizib-hizib yang diijazahkan sang guru. Hizib-hizib itu perlu dibaca, dimaksudkan agar bisa menjadi bekal, tameng, dan senjata untuk berperang melawan hawa nafsu dan iblis yang akan selalu merintangi dan mengganggu perjalanan si murid dalam menuju ke hadirat Alloh SWT. Oleh karena itu, thoriqot Syadziliyah sejak dulu dikenal memiliki hizib-hizib dan rangkaian doa-doa panjang yang halus dan indah. Di antara hizib-hizib asy Syekh Abul Hasan yang terkenal, yaitu: hizbul Bahr, hizbul Barr, hizbul Hafidhoh, hizbul Ikhfa', hizbun Nashor, hizbul Fatikh, hizbul Ayaat, dan hizbusy Syekh Abil Hasan.

Selain itu, mereka juga senantiasa dianjurkan untuk menekuni sunnah-sunnah Rosululloh SAW., mulai dari yang paling 'sederhana' sampai yang dianggap 'berat'. Salah seorang mursyid thoriqot Syadziliyah, asy Syekh al Mukarrom KH. Mustaqim bin Husain, qoddasallohu sirrohu, pernah berkata, “Menjadi orang Syadziliyah harus mau tekun dan telaten dengan amalan-amalan sunnah.”

Seperti yang telah diterangkan dalam manaqib asy Syekh Abil Hasan asy Syadziliy, asy Syekh mengajarkan kepada murid murid beliau agar mereka hidup sebagaimana mestinya, seperti yang telah diteladankan Rosululloh SAW dan para sahabat beliau. Para murid thoriqot beliau tidak perlu menunjukkan ciri ciri khusus sebagai seorang sufi. Dalam berhubungan dengan Alloh (biasa disebut sebagai hablum minalloh) dilaksanakan sebagai hubungan yang amat pribadi, sehingga tidak perlu dipertontonkan kepada orang lain. Berkalungkan tasbih, berdahi hitam, dan berserban yang berlebihan merupakan hal yang tidak diperlukan dalam kehidupan murid thoriqot Syadziliyah. Pakaian yang mereka kenakan pun cukup yang sesuai dengan kehidupan dan profesi mereka masing-masing. Namun demikian mereka senantiasa dianjurkan agar tetap menjaga kesucian, keindahan, dan kerapiannya.

Sementara itu, dalam berhubungan dengan manusia lain ( biasa disebut sebagai hablum minan naas), adalah merupakan sebuah keniscayaan sebagai makhluk sosial yang tidak boleh ditinggalkan. Mereka tidak diperkenankan melupakanjati dirinya sebagai makhluk yang dalam kehidupannya pasti bergantung kepada yang lain. Karena, sebagai makhluk yang jelas tidak bisa berdiri sendiri, maka seorang Syadziliyyin harus berinteraksi dengan orang lain melalui tuntunan sebagaimana yang telah disunnahkan baginda Rosululloh SAW. Sedangkan, yang mampu berdiri sendiri (qiyamuhu binafsihi) hanyalah Alloh SWT semata. Oleh karena itu, dalam ajaran tasawwuf, seorang 'pejalan' diwajibkan untuk memiliki guru mursyid, yang salah satu hikmahnya adalah untuk membuktikan kehambaan, ketergantungan, dan kedhoifan (kelemahan) seseorang.

Berkaitan dengan kedua hal tersebut di atas (hablum minalloh dan hablum minannaas), asy Syekh al Maghfurlah Romo K.H. Abdul Djalil Mustaqim mengatakan, “Menjadi orang thoriqot itu di rumah saja. Sedangkan, apabila di luar jadi orang biasa saja.” Artinya, amaliyah thoriqot adalah merupakan pekerjaan hati atau bersifat batiniyah, sehingga cukup hanya Alloh SWT saja yang mengetahuinya. Sedangkan, untuk amalan amalan lahiriyah, seorang murid thoriqot harus berlaku sebagaimana yang diwajibkan atas setiap pribadi kaum muslimin. Sehingga, sebagai seorang guru besar thoriqot Syadziliyah, asy Syekh Abdul Djalil Mustaqim, semasa hidup beliau, di rumah amat tekun, teratur, istiqomah, dan mudawamah menjalankan Segala aktifitas keruhanian beliau. Sementara itu, di luar, beliau sangat aktif dan konsisten dalam amaliyah amaliyah yang bersifat sosial kemasyarakatan.

Sejak awal kepemimpinan beliau, asy Syekh Abdul Djalil sudah mencetak banyak sarjana-sarjana hukum (pengacara), ekonomi, tehnik, pertanian, dan lain-lain, dengan cara disekolakannya yang kesemuanya itu dengan tujuan demi kemaslahatan umat dan masyarakat. Di samping itu, beliau juga banyak memberikan santunan terhadap para janda, fakir miskin, dan yatim piatu, terutama pada setiap malam Hari Raya Idul Fitri, Ada pula prokasih (program kali bersih) dan Prokubsih (program kuburan bersih). Di bidang pendidikan umum maupun agama
pemberdayaan ekonomi, dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Sudah amat banyak yang telah asy Syekh lakukan. Pendek kata, asy Syekh Abdul Djalil Mustaqim, sebagai seorang khalifah Syadziliyah ke 39 (apabila dihitung mulai Robbul 'izzati tobbul 'alamin) atau ke 37 (apabila dihitung mulai Rosululloh SAW), merupakan sosok pribadi yang paripurna sebagai etalase atau gambaran sempurna ajaran thoriqoh Syadziliyah secara lengkap dan utuh.

POKOK-POKOK DASAR AJARAN THORIQOT SYADZILIYAH , adalah:
  1. Taqwa kepada Alloh SWT lahir batin, yaitu secara konsisten (istiqomah), sabar, dan tabah selalu menjalankan segala perintah Alloh SWT serta menjauhi semua larangan larangan-Nya dengan berlaku waro' (berhati-hati terhadap semua yang haram, makruh, maupun syubhat), baik ketika sendiri maupun pada saat di hadapan orang lain. 
  2. Mengikuti sunnah-sunnah Rosululloh SAW dalam ucapan dan perbuatan, yaitu dengan cara selalu berusaha sekuat-kuatnya untuk senantiasa berucap dan beramal seperti yang telah dicontohkan Rosululloh SAW, serta selalu waspada agar senantiasa menjalankan budi pekerti luhur (akhlaqul karimah). 
  3. Mengosongkan hati dari segala sesuatu selain Alloh SWT, yaitu dengan cara tidak mempedulikan makhluk dalam kesukaan atau kebencian mereka diiringi dengan kesabaran dan berpasrah diri kepada Alloh SWT (tawakkal). 
  4. Ridlo kepada Alloh, baik dalam kekurangan maupun kelebihan, yaitu dengan cara senantiasa ridlo, ikhlas, qona'ah (tidak rakus/Jawa, nrimo ing pandum), dan tawakkal dalam menerima pemberian Alloh SWT, baik ketika pemberian itu  sedikit atau banyak, ringan atau berat maupun sempit atau lapang. 
  5. Kembali kepada Alloh dalam suka maupun duka, yaitu dengan cara secepatnya segera “berlari” dan kembali kepada Alloh SWT dalam segala keadaan, baik dalam suasana suka maupun duka.
Dan, kelima pokok tersebut di atas bertumpu pula pada lima pokok berikut:
  1. Memiliki semangat tinggi, karena dengan semangat yang tinggi, maka akan naik pula tingkat derajat seseorang. 
  2. Berhati-hati/waspada terhadap segala yang haram, karena barang siapa yang meninggalkan segala yang diharamkan, maka Alloh SWT akan menjaga pula kehormatannya. 
  3. Baik dalam khidmat/bakti sebagai hamba, karena barang siapa yang menjaga kebaikan dan kebenaran dalam taatnya kepada Alloh SWT, niscaya akan tercapailah tujuannya dalam menuju kepada Kebesaran dan Kemulian-Nya. 
  4. Menunaikan segala yang difardhukan, karena barang siapa yang melaksanakan tugas kewajibannya dengan baik, niscaya akan bahagialah hidupnya. 
  5. Menghargai/menjunjung tinggi nikmat-nikmat dari Alloh SWT, karena barang siapa menjunjung tinggi nikmat kemudian mensyukurinya, maka dia akan menerima tambahan tambahan nikmat yang lebih besar.

Diambil dari buku
“MANAQIB SANG QUTHUB AGUNG”
(SULTHONUL AULIYA' SYEKH ABUL HASAN ASY-SYADZILIY)

Penulis  : H Purnawan Buchori ( Kaak Pur )
Penerbit : Pondok PETA Tulungagung.