Keinginan Mendapatkan Sirrul ‘Inayah
عَلِمَ اَنَّ الْعِبَادَ يَتَشَوَّقُونَ اِلىَ ظُهُوْرِ سِرِّالْعِنَايَةِ فَقاَلَ يَـخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَّشَـاءُ. وَعَلِمَ اَنَّهُ لَوْخَلاَّهُمْ وَذَالِكَ لَتَرَكُوْا الْعَمَلَ إعْتِمَادًا عَلَى الْاَزَلِ فَقاَلَ إنَّ رَحْمَة َ اللهِ قَرِيْبٌ مِنَ المُحْسِنِيْنَ
“Allah mengetahui bila hamba ingin agar rahasia pertolongan-Nya tampak. Dia berfirman, “Dia yg menentukan rahmat-Nya untuk siapa yg Dia kehendaki.” Allah juga mengetahui bila mereka dibiarkan begitu saja, tentu mereka tidak akan beramal karena bersandar pada keputusan azali. Oleh karena itu, Dia berfirman, “Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang² yg berbuat baik.”
Sirr itu berarti: semua perkara yg ditutupi, karena itu sirr dirahasiakan pada kita.
‘Inayah berarti: bersambungnya Iradah (kehendak Allah) dengan berhasilnya Sirr di masa yg akan datang.
Berhubung Allah mengetahui bahwa kita itu sangat menginginkan dapat mengetahui masa depan kita, apa celaka apa bahagia, sehingga kita ingin tahu rahasia pemberian/karunia Allah (sirrul ‘inayah), lalu kita meminta dengan berdoa dan beramal shaleh, dan kita beri’tikad bahwa dengan doa dan amal shaleh itu bisa menarik sirrul ‘inayah, maka Allah Ta’ala berfirman : “Allah sendiri yg menentukan (mengkhususkan) rahmat dan karunia pada siapa yg dikehendaki.” (QS. Al-Baqarah [2]: 105) untuk mencegah kita dan menghilangkan keinginan kita, karena Allah sendiri lebih mengetahui dimana Dia meletakkan risalah-Nya.
Dan Allah juga mengetahui bila para hamba dibiarkan mengetahui rahasia pertolongan-Nya, dan terus menerus melihat bahwa sirrul ‘inayah ‘azaliyyah itu khusus pada sebagian orang, yakni tidak umum, bisa jadi para hamba meninggalkan amal dan berdoa, karena mengandalkan pada keputusan di zaman ‘azal, (kalau di zaman ‘azal aku sudah ditetapkan menjadi orang yg dapat ‘inayah dan menjadi orang khusus, pasti aku akan masuk surga, walaupun tidak beramal, jadi tidak perlu beramal, begitu pula sebaliknya). Karena itu Allah menunjukkan tanda² orang yg mendapatkan ‘inayah/karunia, yaitu orang² yg berbuat baik dan memperbaiki perbuatannya. Yakni bukan amal kebaikan itu yg menyebabkan datangnya ‘inayah/karunia, ia hanya sebagai tanda adanya ‘inayah.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
“Rahasia” adalah sesuatu yg tertutup karena ia tersembunyi dari kita. Ketika Allah mengetahui bahwa kita menghendaki pertolongan itu terjadi dan kita memintanya dengan doa dan amal shaleh serta yakin bahwa keduanya berpengaruh pada datangnya pertolongan yg kita inginkan itu, Dia langsung berfirman, “Dia yg menentukan rahmat-Nya untuk siapa yg dikehendaki-Nya.”
Firman Allah ini menghentikan kita dan memutus ketamakan kita karena mungkin pertolongan Allah itu khusus diberikan kepada beberapa manusia saja. Sebagaimana halnya kenabian, ketika orang² merindukan datangnya Nabi di akhir zaman, banyak orang yg mengaku sebagai Nabi. Namun, Allah mematahkan klaim mereka dengan firman-Nya, “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan,” (QS. Al-An’am [6]: 124)
Allah juga mengetahui bahwa jika mereka dibiarkan begitu saja setelah mendapati bahwa pertolongan azali itu khusus diterima sebagian orang saja dan bukan untuk umum, niscaya mereka tidak akan beramal karena hanya bersandar kepada putusan azali itu. Mereka akan berkata, “Jika di masa azali telah ditetapkan bahwa kami adalah orang² khusus yg mendapat pertolongan Allah, niscaya kami akan selamat dari neraka dan akan masuk surga. Maka dari itu, kami tidak perlu lagi beramal atau berdoa.”
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang² yg berbuat baik.” Orang yg berbuat baik adalah orang yg sering beramal shaleh. Kedekatan rahmat Allah itu adalah tanda pertolongan azali Allah. Walaupun tidak menjadi sebab yg mendatangkan pertolongan itu, amal shaleh tidak patut ditinggalkan hanya karena bersandar pada putusan azali.
إِلَى الْمَشِيْئَةِ يَسْتَنِدُ كُلُّ شَيْءٍ وَليْسَتْ تَسْتَنِدُ هِيَ اِلَى شَيْءٍ
“Segala sesuatu tergantung Kehendak-Nya, bukan Kehendak-Nya bergantung pada segala sesuatu.”
Segala yg ada ini muncul karena kehendak Azali-Nya. Doa, amal ibadah, dan usaha tidak memiliki pengaruh apa pun pada munculnya keinginan hamba. Semua bergantung pada hukum Azali.
Lalu aturan kehambaan kita, adalah aturan yg harus dilakukan, yaitu berusaha, beramal ibadah, taat dan patuh dan senantiasa butuh kepada Allah Ta’ala sebagai perwujudan kepatuhan hamba kepada-Nya.
Namun, bila Allah Ta’ala menghendaki hamba-Nya untuk meraih anugerah-Nya, maka si hamba pun ditakdirkan untuk berikhtiar, patuh dan beramal shaleh serta ibadah yg benar, tetapi seluruh tindakan hamba itu tidak menjadi penyebab yg mengharuskan turunnya anugerah, namun amal ibadah dan kepatuhan itulah anugerah yg sesungguhnya.
Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Setiap yg memiliki wujud bersandar kepada kehendak Allah karena kehendak Allah sudah ditetapkan sejak azali. Sementara itu, kehendak Allah tidak bergantung pada sesuatu yg memiliki wujud.
“Kehendak Allah” bermakna sesuatu yg diputuskan sejak azali dan padanya bergantung keinginan hamba yg sudah diketahui Allah karena permintaan hamba dengan doa dan amal shaleh tidak menjadi sebab yg mempengaruhi kehendak Allah itu.
Ungkapan Syaikh Ibnu Atha’illah di atas adalah ungkapan yg amat tepat. Di dalamnya terkandung isyarat adanya ketergantungan segala sesuatu pada putusan² azali dan di kesampingkannya sebab². Oleh karena itu, seorang hamba harus senantiasa melakukan ‘ubudiyah, merasa butuh kepada-Nya, dan mengabaikan pengaturan dan pilihan dirinya.
Syaikh Abu Bakar al-Wasithi berkata, “Sesungguhnya, Allah tidak mendekati seorang fakir karena kefakirannya dan tidak menjauhi seorang kaya karena kekayaannya. Allah tidak peduli dengan berbagai keadaan hamba untuk memberi atau menahan karunia-Nya. Sekiranya dunia dan akhirat dikerahkan untuk bisa sampai kepada-Nya, niscaya tidak akan membuatmu sampai kepada-Nya. Jika kau singkirkan keduanya pun, niscaya tidak akan memutus jalanmu kepada-Nya, tidak memutus jalan orang² yg mendekati-Nya tanpa sebab, dan tidak menjauhkan orang yg menjauhi-Nya tanpa sebab. Allah Ta’ala berfirman, “Barang siapa yg tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun,” (QS. An-Nur [24]: 40). Wallaahu a’lam