15.4.23

Perbedaan Antara Majdzub dan Salik

دَلَّ بِوُجُوْدِ آثَارِهِ عَلَى وُجُوْدِ أَسْمَائِهِ، وبِوُجُودِ أَسْمَائِهِ عَلَى ثُبُوْتِ أَوْصَافِهِ، وَبِثُبُوْتِ أَوْصَافِهِ عَلَى وُجُوْدِ ذَاتِهِ، إِذْ مُحَالٌ أَنْ يَقُوْمَ الْوَصْفُ بِنَفْسِهِ. فَأَرْبَابُ الْجَذْبِ يُكْشَفُ لَهُمْ عَنْ كَمَالِ ذَاتِهِ، ثُمَّ يَرُدُّ هُمْ إِلَى شُهُوْدِ صِفَاتِهِ، ثُمَّ يَرْجِعُهُمْ إِلَى التَّعَلُّقِ بِأَسْمَائِهِ، ثُمَّ يَرُدُّهُمْ إِلَى شُهُوْدِ آثَارِهِ. وَالسَّالِكُوْنَ عَلَى عَكْسِ هَذَا، فَنِهَايَةُ السَّالِكِيْنَ بِدَايَةُ الْمَجْذُوْبِيْنَ، وَبِدَايَةُ السَّالِكِيْنَ نِهَايَةُ الْمَجْذُوْبِيْنَ. لَكِنْ لَابِمَعْنَى وَاحِدٍ، فَرُبَّمَا الْتَقَيَا فِي الطَّرِيْقِ: هَذَا فِي تَرَقِّيْهِ وَهَذَا فِي تَدَلِّيْهِ

“Dia menunjukkan wujud Nama-Nya lewat keberadaan makhluk-Nya. Dia menunjukkan Sifat²Nya lewat keberadaan Nama-Nya. Dia menunjukkan wujud Dzat-Nya lewat keberadaan Sifat²Nya. Pasalnya, tidak mungkin sifat tersebut ada dengan sendirinya. Orang² yg ditarik kepada-Nya (majdzub) akan diperlihatkan kepada kesempurnaan Dzat-Nya, kemudian dibawa untuk menyaksikan Sifat-Nya, lalu digiring untuk bergantung kepada Nama-Nya, selanjutnya dikembalikan lagi untuk menyaksikan makhluk-Nya. Adapun para salik, mereka mengalami kondisi sebaliknya. Akhir perjalanan para salik adalah awal perjalanan kaum majdzub (yg ditarik kepada-Nya). Sementara itu, awal perjalanan salik adalah akhir perjalanan kaum majdzub. Hal itu tidak berarti bahwa keduanya sama. Bisa saja keduanya bertemu di jalan. Yg satu sedang naik, sedangkan yg lain sedang turun.”

Adanya makhluk alam ini menunjukkan (membuktikan) adanya Nama² Allah Ta’ala: Qaadir, ‘Alim, Hakim, Murid, dan adanya Nama² itu pasti adanya Sifat²: Qudrat, Iradat, Ilmu, dan tiap² Sifat pasti berdiri di atas Dzat Allah Ta’ala. Sedang sifat makhluk (manusia) ada yg majdzub  (yakni langsung dibukakan oleh Allah Ta’ala dan sampai kepada ilmu/mengenal Allah Ta’ala) bukan dari bawah/saluran yg umum, dan ada yg melalui jalan biasa dari bawah ke atas yaitu yg disebut salik. Dan keduanya selama belum mencapai puncak akhiratnya belum dapat dijadikan Guru yg dapat ditiru.

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Allah Ta’ala menunjukkan Asma-Nya lewat keberadaan jejak² atau ciptaan²Nya yg baik dan sempurna. Semua ciptaan tidak akan terwujud, kecuali dari Dzat Yang Maha Mampu, Maha Berkehendak, dan Maha Mengetahui.

Dia juga menunjukkan Sifat²Nya seperti qudrah (Maha Kuasa), iradah (Maha Berkehendak), dan ‘ilmu (Maha Mengetahui) lewat keberadaan Asma-Nya. Lewat Sifat²Nya itu, Dia menunjukkan wujud Dzat-Nya karena tak mungkin sifat ada sendiri tanpa sosok yg memiliki sifat itu.

Inilah kondisi para salik. Hal pertama yg tampak bagi mereka adalah jejak² Allah Ta’ala, yaitu berupa perbuatan-Nya (af‘al). Mereka kemudian menjadikan perbuatan-Nya itu sebagai bukti adanya Asma Allah. Asma tersebut menunjukkan adanya Sifat²Nya. Dengan sifat² itu pula, mereka membuktikan adanya Dzat Allah. Merekalah yg berkata, “Kami tidak pernah melihat sesuatu, kecuali setelah itu kami melihat Allah padanya.”

Sebaliknya dengan orang² majdzub[¹]. Hal itu di isyaratkan oleh Syaikh Ibnu Atha’illah melalui butiran hikmah sebagai berikut:

“Orang² yg ditarik kepada-Nya (majdzub) akan diperlihatkan kepada kesempurnaan Dzat-Nya,” yaitu agar mereka melihatnya dengan mata kepala sendiri dan perasaannya.

“Kemudian, mereka dibawa untuk menyaksikan Sifat-Nya,” bermakna melihat hubungan sifat² itu dengan Dzat-Nya.

“Lalu digiring untuk bergantung kepada Nama-Nya, selanjutnya dikembalikan lagi untuk menyaksikan makhluk-Nya,”  misalnya dengan menyaksikan hubungan antara Asma Allah dengan makhluk. Karena makhluk itu sendiri bersumber dari Asma Allah, mereka akan dikembalikan lagi untuk menyaksikan makhluk-Nya.

Hal pertama yg tampak bagi kaum majdzub adalah hakikat Dzat Yang Suci, lalu mereka ditarik dari sana untuk melihat Sifat²Nya.

Selanjutnya, mereka kembali untuk bergantung kepada Asma-Nya. Setelah itu, mereka diturunkan lagi untuk melihat makhluk²Nya. Mereka itulah yg berkata, “Kami tidak melihat sesuatu, kecuali kami sebelumnya melihat Allah.”

Jika akhir perjalanan para majdzub  adalah melihat makhluk² Allah setelah melihat Allah, akhir perjalanan para salik  berbeda. Di akhir perjalanannya, para salik menyaksikan Dzat Suci-Nya dan mengungkap kesempurnaan-Nya setelah sebelumnya melihat makhluk-Nya.

Dengan demikian, awal perjalanan para salik adalah akhir perjalanan kaum majdzub, yaitu melihat makhluk dan menyaksikan ketergantungannya kepada Allah Ta’ala. Itu merupakan akhir perjalanan kaum majdzub. Namun demikian, tidak berarti kedua golongan itu sama karena di akhir perjalanannya, meski mereka juga akan ditarik Allah Ta’ala (jadzab), para salik harus terlebih dahulu memiliki keteguhan dan ilmu tentang kondisi perjalanannya serta pengetahuan tentang hambatan jiwa.

Mereka tidak akan ditarik Allah Ta’ala, kecuali setelah melalui perjuangan dan kesulitan. Lain halnya dengan awal perjalanan para majdzub, mereka tidak perlu memiliki keteguhan. Oleh sebab itu, di awal perjalanannya, mereka kerap mengalami ghaibah (ketidaksadaran) dan tidak mengetahui apa yg mereka lakukan. Terkadang mereka meninggalkan kewajiban dan melakukan kemungkaran² syar’i. Namun, mereka tidak disiksa atas hal itu karena akal mereka, yg merupakan poros taklif, tengah tertutup oleh cahaya.

Di awal perjalanan para salik, mereka tidak menyaksikan kesempurnaan Dzat, Asma, dan Sifat-Nya. Lain halnya dengan akhir perjalanan para majdzub, mereka tidak mengalami kesadaran, kecuali setelah melihat kesempurnaan Dzat, Asma, dan Sifat-Nya.

Para salik beramal untuk meningkatkan diri mereka di jalan kefana’an dan kesirnaan. Sementara itu, para majdzub  dipaksa berjalan untuk menuruni jalan keabadian dan kesadaran. Jika demikian, bisa saja keduanya bertemu di tengah jalan. Yg satu sedang naik dari makhluk menuju Khaliq, sedangkan yg lain sedang turun dari Khaliq menuju makhluk.

Mungkin keduanya bertemu dalam tajalli  Asma dan Sifat²Nya, yakni masing² dari mereka menyaksikan Asma-Nya. Namun, seorang majdzub, jika berpindah dari situ, berarti ia berpindah kepada makhluk, sedangkan salik berpindah kepada sifat. Tentu salik lebih utama dari majdzub karena ia banyak mengambil manfaat dari perjalanannya. Lain halnya dengan majdzub, jika Allah Ta’ala menghendaki untuk menyempurnakan kondisinya, Allah Ta’ala akan membuatnya sadar.

Masing² dari ilmu salik dan majdzub  bersumber dari perasaan walaupun prinsip ilmu salik lebih bersifat deduktif, sebagaimana yg disimpulkan dari ungkapan, “Dia menunjukkan wujud Nama-Nya lewat keberadaan makhluk-Nya ….”

Seorang majdzub, selama masih mengalami jadzab, tak layak untuk mendapat gelar “Syaikh” karena ia belum melewati berbagai maqam dan belum mengetahui berbagai petaka jiwa. Selain itu, ia masih sibuk menjalani satu kondisi sehingga melupakan kondisi lainnya.

Demikian pula seorang salik, jika ia belum mencapai taraf musyahadah dan tajalli, ia tidak layak mendapat gelar “Syaikh” karena ia belum sempurna. Yg layak mendapat gelar “Syaikh” hanyalah orang yg telah berhasil menghimpun keduanya, baik perjalanan suluk -nya lebih dahulu dari jadzab -nya maupun sebaliknya.

Terkadang seorang majdzub melewati berbagai maqam dengan cepat dan ia juga mengetahui berbagai petaka jiwa sehingga ia layak menjadi Syaikh meski harus tetap dengan kondisi jadzab -nya. Namun, ini terjadi pada beberapa orang majdzub saja, seperti sosok Sayyid Syaikh Ahmad Al-Badawi qs., bukan terjadi pada setiap majdzub.

لَايُعْلَمُ قَدْرُ أَنْوَارِ الْقُلُوْبِ وَالْأَسْرَارِ إِلَّا فِي غَيْبِ الْمَلَكُوْتِ، كَمَا لَاتَظْهَرُ أَنْوَارُ السَّمَاءِ إِلَّا فِي شَهَادَةِ الْمُلْكِ

”Kadar cahaya qalbu dan rahasia jiwa hanya diketahui dalam selubung malakut, sebagaimana cahaya langit hanya tampak di alam dunia ini.”

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Cahaya qalbu atau rahasia batin” ialah ilmu pengetahuan laduni dan cahaya kebenaran yg terkandung di dalamnya. Cahaya qalbu ini tidak diketahui, kecuali dalam selubung malakut-Nya yg ghaib dari kita, yaitu alam akhirat. Maka dari itu, siapa beriman kepada yg ghaib dan berupaya melembutkan jiwanya sampai mendapatkan cahaya itu, ia dapat meraih keuntungan yg banyak di sana walaupun di dunia ia terhina dan terabaikan.

وُجْدَانُ ثَمَرَاتِ الطَّاعَاتِ عَاجِلًا بَشَائِرُ لِلْعَامِلِيْنَ بِوُجُوْدِ الْجَزَاءِ عَلَيْهَا آجِلًا

“Buah ketaatan yg dirasakan di dunia adalah kabar gembira bagi orang² yg beramal tentang adanya balasan ketaatan di akhirat.”

Rasulullah Saw. bersabda, “Pasti akan dapat merasakan kelezatan iman, siapa yg benar² rela ber Tuhan kepada Allah bernabikan Nabi Muhammad dan beragama Islam.”

Buah iman itu ialah bertambahnya keyakinan, merasa senang melakukan ibadah, bertambah puas menerima segala ajaran tuntunan Allah Ta’ala dan Rasulullah Saw. Maka siapa yg dapat merasakan semua itu sebagai tanda diterima amal dan akan mendapat pembalasan pahala kelak di akhirat, sebagaimana telah mendapat rasa lezat dan enaknya di dunia.

Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi:
Buah ketaatan yg dimaksud adalah cahaya yg masuk ke dalam hati dan memancar dalam lahir mereka yg beramal. Buah ketaatan yg bisa dirasakan langsung di dunia merupakan kabar gembira dari Allah Ta’ala tentang adanya balasan ketaatan itu di akhirat. Ini juga pertanda bahwa amal itu diterima Allah Ta’ala, sebagaimana dalam bait hikmahnya, “Buah amal di dunia menunjukkan adanya penerimaan Allah.”

Namun demikian, hikmah ini tidak menegaskan bahwa amal boleh ditujukan untuk mendapatkan pahala dan bahwa tujuan tersebut adalah mulia. Wallaahu a’lam
_______________________
[¹] Majdzub adalah orang² yg didekatkan Allah Ta’ala kepada-Nya sehingga ia mendapatkan keistimewaan tanpa bersusah payah menempuh berbagai maqam untuk meraihnya. Adapun salik  adalah orang² yg baru mendapatkan keistimewaan dari Allah Ta’ala setelah bersusah payah meniti jalan menuju-Nya.